Lysire datang tepat waktu, wanita itu melangkah dengan anggun menuju ke Xarion yang menduduki tahta. Ada senyuman bangga di wajah Lysire. Ia senang karena pria yang ia cintai berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan. Dengan Xarion menjadi raja, maka tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka.
Xavion mengangkat tangannya ketika Lysire sudah ada beberapa langkah di depannya. Aula megah yang tadi dipenuhi oleh sorakan kemenangan kini menjadi sunyi.
Lysire berpikir ini adalah cara Xarion menyambutnya, jadi ia merasa tersanjung dan bahagia.
"Tetap di sana, Ratu Lysire." Xarion tidak membiarkan Lysire untuk melanjutkan langkahnya. Berikutnya Xarion memanggil tangan kanannya.
"Bunuh dia!"
"Pangeran Xarion?" Lysire merasa bahwa ia salah dengar.
"Ratu Lysire terbunuh di malam pemberontakan bersama dengan Raja Kainer," seru Xarion. Pria itu ingin semua orangnya menyebarkan tentang hal ini.
"Pangeran Xarion, apa yang kau bicarakan?"
"Ratu Lysire, aku sangat menghargai bantuanmu, tapi saat ini aku sudah tidak membutuhkanmu lagi." Xarion berkata dengan santai, tapi kata-katanya membuat dunia Lysire runtuh.
"Apa maksudmu, Pangeran Xarion?" Lysire tidak ingin mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Xarion pasti sedang bermain-main dengannya.
"Ratu Lysire, selama ini aku hanya memanfaatkanmu untuk membunuh Raja Kainer. Apakah kau pikir aku benar-benar sudi menjadikanmu ratuku setelah kau disentuh oleh Raja Kainer? Aku tidak suka barang bekas!"
Kata-kata tajam Xarion menghantam Lysire, kaki wanita itu kehilangan pijakannya. Ia terhuyung mundur. Jadi, rupanya selama ini ia hanyalah pion bagi Xarion. Setelah pria itu tidak membutuhkannya lagi maka pria itu akan menyingkirkannya.
"Tidak, ini tidak mungkin. Kau sangat mencintaiku. Kau pasti sedang bermain-main sekarang."
"Ratu Lysire kau benar-benar bodoh. Satu-satunya pria yang sangat mencintaimu adalah Raja Kainer bukan aku." Xarion mengejek Lysire. "Baiklah, mari hentikan pembicaraan memuakan ini." Xarion tidak ingin pestanya diganggu oleh Lysire lebih lama lagi.
"Cepat bunuh dia!" Xarion memberi perintah sekali lagi pada tangan kanannya.
Tangan kanan Xarion segera mencabut pedangnya, tepat saat pria itu mengayunkan pedangnya Xarion menghentikan pria itu.
Lysire masih berharap bahwa Xarion akan mengatakan bahwa yang dikatakan oleh Xarion tadi hanyalah sandiwara untuk mengerjainya.
"Ada hal yang perlu kau tahu sebelum kau mati. Orang yang menyelamatkanmu ketika kau tenggelam di danau bukanlah aku, tapi Raja Kainer." Setelahnya Xarion menganggukan kepalanya.
Lysire belum sempat memproses apa yang dikatakan oleh Xarion, detik berikutnya pedang sudah mengayun ke lehernya. Kepala wanita itu kini menggelinding di lantai. Matanya terbuka, tanda bahwa ia mati dengan tidak tenang.
Kematian Lysire tidak membuat pesta berakhir, Xarion dan orang-orang yang ada di sana melanjutkan lagi perayaan mereka sampai pagi.
**
Tubuh Lysire telah dibakar bersama dengan mayat-mayat penghuni istana lainnya, tapi jiwa wanita itu masih terperangkap di bumi. Kematian yang sulit untuk diterimanya membuatnya menjadi seperti ini.
Saat ini Lysire sedang berada di kamar Xarion, ia berdiri tepat di sebelah ranjang yang saat ini ditiduri oleh Xarion.
Ia masih tidak menyangka bahwa pria yang sangat ia cintai ternyata tega membunuhnya. Mungkin inilah yang dirasakan oleh Kainer ketika ia menusuk suaminya itu tanpa ampun sedikit pun.
Hati Lysire benar-benar sakit. Ia mencintai Xarion dengan tulus, tapi ternyata pria itu hanya memanfaatkannya. Xarion telah berjanji padanya bahwa pria itu akan menjadikannya ratu setelah rencana mereka berhasil, tapi di sini pria itu bukan menjadikannya ratu melainkan hantu.
Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Xarion sampai saat ini masih menjadi pertanyaan di benaknya. Apakah semua itu benar? Yang menyelamatkannya adalah Kainer, bukan Xarion. Namun, bagaimana bisa? Saat itu ketika ia membuka matanya, ada Xarion di dalam kamarnya. Orangtuanya mengatakan bahwa Xarion adalah orang yang telah membawanya ke rumah.
Lysire mengingat lagi kejadian tujuh tahun yang lalu, saat itu ia berusia tiga belas tahun. Ia sedang berada di jembatan danau Avolire. Seekor kucing tiba-tiba menyerangnya, membuat ia akhirnya jatuh ke danau yang berada tepat di bawahnya. Waktu itu ia belum bisa berenang sehingga akhirnya ia tenggelam.
Saat itu ia sudah tidak sadarkan diri, tapi ia bisa merasakan ada yang memeluk tubuhnya lalu kemudian bergerak membawanya entah kemana.
Jadi, mungkinkah yang membawanya ke permukaan saat itu adalah Kainer, lalu kemudian meninggalkannya begitu saja dan akhirnya Xarion yang membawanya ke kediamannya? Jika benar seperti itu, maka artinya ia telah ditipu oleh Xarion selama tujuh tahun. Ia jatuh hati pada Xarion karena mengira bahwa pria itu adalah pria yang telah menyelamatkannya.
Waktu terus berjalan, Xarion akhirnya terbangun dari tidurnya. Pria itu meregangkan tubuhnya, ia tidur dengan sangat nyenyak tadi.
Lysire terus mengikuti ke mana pun Xarion pergi dan mencoba menggapai pria itu, tapi sayangnya ia hanya menembus tubuh Xarion. Ada begitu banyak hal yang ingin Lysire tanyakan pada Xarion, tapi sayangnya Xarion tidak akan pernah bisa mendengar suaranya.
"Yang Mulia, Menteri Pertahanan ingin menghadap Anda."
"Biarkan dia masuk."
"Baik, Yang Mulia." Wyndsor, tangan kanan Xarion segera keluar dari ruang pribadi Xarion.
Berikutnya, Galadorn, Menteri Pertahanan yang merupakan ayah Lysire masuk ke dalam ruangan itu. Raut wajah pria berusia empat puluhan tahun itu terlihat begitu dingin dan penuh rasa jijik.
"Pangeran Xarion, Anda benar-benar tercela! Bagaimana bisa Anda membunuh Paman dan Nenek Anda sendiri!" Galadorn adalah pejabat yang jujur, sejak dulu pria ini berhubungan baik dengan Ibu Suri dan juga menantunya, Kainer.
Xarion mendengkus sinis. "Menteri Pertahanan, kau benar-benar berani bicara seperti itu terhadap rajamu yang baru."
"Saya tidak akan pernah mengakui Anda sebagai raja!"
"Ah, seperti itu. Tidak apa-apa, aku juga tidak membutuhkan pengakuan darimu, tapi Menteri Pertahanan, kau harus mengetahui ini. Bukan aku yang membunuh Raja Kainer, yang membunuh pria itu adalah putrimu sendiri."
"Tidak mungkin!" Galadorn menolak mempercayainya. Ia tahu bahwa putrinya terpaksa menikah dengan Kainer, tapi ia yakin putrinya tidak akan melakukan hal tercela seperti itu. Ia begitu mengenal putrinya, dan putrinya bukanlah wanita berdarah dingin.
"Sayangnya itu adalah kebenarannya, Menteri Pertahanan. Sebenarnya aku bisa membunuh Raja Kainer dengan tanganku sendiri, tapi aku ingin dia merasakan bagaimana rasa sakitnya ketika pria itu dikhianati oleh wanita yang sangat ia cintai. Dahulu Raja Kainer merebut Ratu Lysire dariku, dan semalam aku berhasil merebut tahtanya karena wanita yang ia curi dariku."
Galadorn masih tidak bisa mempercayainya, meski ia tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Xarion adalah sebuah kebenaran. "Di mana Lysire saat ini?"
"Apakah kau belum mendengar bahwa putrimu telah tewas bersama Raja Kainer semalam?"
"Pangeran Xarion!" raung Galadorn.
"Aku tidak membutuhkan putrimu lagi, jadi aku juga menyingkirkannya." Xarion berkata dengan senyuman ringan di wajahnya.
Darah Galadorn mendidih, pria itu tidak membawa senjata bersamanya, tapi ia masih bergerak menyerang Xarion. Galadorn merupakan seorang petarung yang tangguh, tapi Xarion yang telah meminum ramuan dari Alkemis bukanlah tandingannya. Xarion berkali lipat jauh lebih kuat darinya.
Ayah!
Lysire meraung saat ia melihat Xarion menghunuskan pedang ke jantung ayahnya tanpa ampun sedikit pun.
Tidak! Tidak! Ayah bangun! Ayah bangunlah! Lysire duduk bersimpuh di sebelah tubuh ayahnya yang terbaring di lantai dengan darah yang menggenang di sekitarnya. Lysire terus meraung kesakitan.
Ayah maafkan aku, ini semua salahku. Ayah, maafkan aku. Lysire merasa sangat menyesal. Apa yang terjadi pada ayahnya saat ini adalah karena dirinya.
Lysire berdiri, ia melihat ke arah Xarion yang menghapus noda darah di pedangnya dengan sapu tangan sutra bersulam emas. Lysire berlari ke Xarion, ia bergerak seperti orang kesetanan, hendak mencekik Xarion, tapi sayangnya ia hanyalah arwah gentayangan yang tidak bisa menyentuh Xarion.
Xarion, kau benar-benar kejam. Kau bahkan tidak melepaskan ayahku!
Lysire berteriak dengan suara parau, tapi hanya angin berhembus yang dirasakan oleh Xarion.
Kekejaman Xarion tidak hanya berhenti di sana, pria itu juga membunuh seluruh anggota keluarganya yang lain. Kakek, nenek, ibu, adik, paman, bibi dan sepupunya.
Tidak ada kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan Lysire saat ini. Wanita itu merasa jiwanya tercabik-cabik. Lysire mendapatkan hukuman yang mengerikan atas dosanya terhadap Kainer.
tbc
Jiwa Lysire masih terus berputar-putar di dunia. Wanita itu berkali-kali mengutuk Xarion karena telah membantai seluruh keluarganya yang tidak bersalah. Hari ini tepat satu bulan kematiannya, dan pada hari yang sama ini Xarion menikah dengan Amarise yang merupakan sahabat Lysire. Amarise merupakan putri Perdana Menteri yang juga ikut berkolusi mengkhianati Kainer. Selama satu bulan ini Lysire telah mengikuti Xarion, ia terus berusaha untuk membunuh Xarion berkali-kali. Dan karena itu juga ia mengetahui bahwa hubungan Xarion dan Amarise telah berlangsung lebih dari dua tahun.Amarise adalah wanita bermuka dua, di depannya wanita itu terlihat mendukungnya dengan Xarion. Amarise akan menyemangatinya ketika ia merasa menderita karena menikah dengan pria yang tidak ia cintai. Dan Amarise juga orang yang ikut meyakinkannya untuk membunuh Kainer.Jadi, inilah yang diinginkan oleh Amarise. Bukan hanya Xarion yang memanfaatkannya, tapi Amarise juga. Wanita itu men
"Yang Mulai, sebentar lagi waktunya makan siang. Ayo makan siang bersama." Lysire bicara setelah tidak ada siapapun di ruangan itu, yang tersisa hanya dirinya dan Kainer."Ratuku, apa yang sedang coba kau lakukan sekarang?""Yang Mulia, aku menyadari semua kesalahanku. Aku telah menikah denganmu, jadi seharusnya aku tidak memikirkan pria lain lagi. Aku benar-benar telah sadar dan meminta maaf padamu." Lysire mengucapkan permintaan maaf dengan mudah, ia telah melakukan ini ribuan kali dahulu, tapi sayangnya Kainer tidak bisa mendengarnya sama sekali.Kening Kainer berkerut, pria itu menatap Lysire seksama. Apakah istrinya benar-benar menyadari kesalahannya, atau wanita ini sedang bersandiwara agar ia tidak menghukum Xarion lagi."Ratuku, apakah maksudmu kau tidak akan bertemu dengan Pangeran Xarion lagi?""Aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Bahkan jika aku berada di jalan yang sama dengannya, aku akan memutar.""Jadi, kau rela menjauh dari Pa
"Yang Mulia Ratu, kau benar-benar menjijikan. Kau mencampakan putraku setelah kau mendapatkan pria yang jauh lebih mampu membawamu ke atas." Xylia menatap Lysire dengan bengis."Tidak heran jika Pangeran Xarion memiliki moral yang rusak, rupanya itu berasal darimu, Kakak ipar. Aku adalah wanita yang bersuami jadi tentu saja aku harus memutuskan hubunganku dengan Pangeran Xarion," balas Lysire. "Kakak ipar kau sudah cukup lama mengganggu makan siangku. Kau hanya memiliki dua pilihan, sekarang pergilah!" Kainer kembali bicara setelah ia membiarkan Lysire membalas ucapan Xylia."Yang Mulia Raja, mendiang kakakmu pasti akan mengutukmu dari langit sana!" Setelahnya Xylia berbalik. Wanita itu pergi dengan marah. Ia bukan hanya tidak mampu membebaskan anaknya, tapi juga mendapatkan penghinaan dari Lysire. "Lanjutkan makan siangmu." Kainer menatap Lysire lembut. Pria ini masih sangat heran dengan sikap Lysire, apakah mungkin Lysire
Pagi ini Kainer dan Lysire sarapan bersama lagi. Setelah selesai sarapan Kainer hendak pergi ke ruang pemerintahan, tapi Lysire menghentikannya. "Beri aku ciuman."Kainer memandangi Lysire sejenak, istrinya semakin aneh, tapi ia masih menuruti ucapan Lysire. Memberikannya ciuman yang lembut dan panjang.Senyuman manis tampak di wajah Lysire. "Yang Mulia, mari makan siang bersama.""Ya."Setelahnya Kainer pergi ke aula pemerintahan, di perjalanan pria itu menanyakan tentang bagaimana kondisi Xarion. "Pangeran Xarion tidak sadarkan diri setelah menerima lima puluh pukulan. Pagi ini saya mendapatkan kabar bahwa Pangeran Xarion sudah siuman.""Aku harap setelah ini dia menyadari posisinya." Kainer berkata singkat."Yang Mulia, semalam Yang Mulia Ratu tidak meminum obat pencegah kehamilan," seru Torian.Kainer tahu semua yang dilakukan oleh Lysire di kediamannya, termasuk tentang meminum obat pencegah kehamilan. Ia tidak marah karena Lysire ti
Sore harinya saat Lysire sedang menikmati waktu dengan meminum teh di taman, ia mendapatkan kunjungan lagi, tapi kali ini bukan dari keluarganya melainkan dari Amarise, sahabat terbaiknya yang pada akhirnya menusuknya dari belakang."Salam Yang Mulia Ratu." Amarise memberikan salam pada Lysire disertai dengan sedikit membungkuk.Lysire membalas dengan anggukan kecil. Wanita itu meletakan cangkir porselen yang tadi ia pegang kembali ke meja. "Yang Mulia bagaimana kabarmu sore ini?" Amarise bertanya dengan penuh perhatian."Seperti yang kau lihat, aku sangat baik," balas Lysire. Ia benar-benar ingin menyiramkan teh hangat ke wajah Amarise. Ia sangat muak melihat wajah munafik Amarise.Amarise merasa bahwa Lysire tampaknya tidak terlalu senang bertemu dengannya. Biasanya jika ia berkunjung Lysire akan segera menyambutnya. Wanita itu kemudian akan mulai mengungkapkan apa yang ada di hatinya, kesedihan dan kemarahannya. "Syukurlah kalau begitu, aku senang mendengarnya." Amarise terseny
Lysire melihat punggung Amarise yang menjauh. Sekarang ia mengerti, semua tindakan Amarise di masa lalu bukan karena wanita itu ingin membantu Xarion, tapi karena Amarise menginginkan suaminya dan posisinya sebagai ratu. Amarise terus-terusan memanas-manasinya, membuatnya terus menyalahkan Kainer karena telah memisahkannya dengan Xarion. Lalu kemudian Amarise akan mulai menyebut Kainer pria yang kejam karena telah menghukum Xarion dengan keras.Amarise juga menyarankan agar ia meminum pencegah kehamilan, wanita itu beralasan agar Xarion tidak sakit hati, tapi yang sebenarnya adalah Amarise tidak ingin ia dan Kainer memiliki anak bersama.Jika bertahun-tahun ia tidak kunjung hamil dan melahirkan anak untuk Kainer maka Kainer pasti akan didesak untuk memiliki selir agar memiliki keturunan yang bisa meneruskan tahta kerajaan. Dan saat itu terjadi, Amarise pasti akan menawarkan dirinya untuk menjadi selir. Selain itu ayah Amarise juga seorang perdana menteri, tidak akan ada yang lebih c
Surat dari Utara telah tiba. Kainer memberikan penghargaan pada istrinya yang telah membantu mengatasi masalah yang terjadi di Utara."Yang Mulia, ini adalah tugasku sebagai seorang ratu. Aku harus berbagi beban denganmu."Kainer merasa tersentuh dengan kata-kata yang diucapkan oleh Lysire. Ia senang karena Lysire bersedia memikirkan rakyat mereka bersama dengannya. Sekarang Kainer tidak peduli apakah Lysire sedang memainkan sandiwara atau tidak, yang terpenting baginya adalah Lysire masih tetap berada di sisinya. "Aku senang karena kau bersedia berbagi beban denganku." Kainer menggenggam tangan Lysire dengan lembut. "Baiklah, sekarang aku harus pergi ke aula pemerintahan. Aku akan kembali saat makan siang.""Ya, Yang Mulia."Kainer mengecup kening Lysire lalu kemudian pergi meninggalkan istrinya. Beberapa menit setelah Kainer pergi, Lysire mendapatkan pemberitahuan dari Myrrah bahwa Xarion meminta untuk bertemu.Lysire mendengkus sinis, rupanya pria itu sudah sembuh. Ckck, harusnya
Titah Kainer segera sampai di paviliun Xarion. Petugas yang dikirim Kainer menyebutkan isi dalam dekrit raja yang memerintahkan Xarion untuk pergi ke Utara.Wajah Xarion memucat. Pamannya benar-benar kejam, pria itu ingin menyingkirkannya dengan mengirimnya ke tempat yang terkena wabah penyakit misterius."Pangeran Xarion, Anda akan pergi ke Utara dalam waktu sepuluh hari lagi," ujar petugas yang menyampaikan dekrit dari Kainer.Suka atau tidak suka Xarion harus menerima dekrit itu. Saat petugas pergi, Xarion segera bergegas menemui ibunya yang saat ini sedang minum teh sendirian di taman."Ibu." Xarion bergegas mendekati ibunya dengan kakinya sedikit pincang."Pangeran Xarion, ada apa?" Xylia sangat mengenal putranya, dari wajahnya yang gelisah ia sudah bisa menebak bahwa telah terjadi sesuatu."Ibu, Paman ingin menyingkirkanku secara tidak langsung.""Apa maksudmu?""Paman mengeluarkan perintah agar aku pergi ke Utara untuk membantu di sana.""Apa? Ke Utara?""Ya, Bu. Bu, tolong aku