Wajah Kakek itu seketika berubah menjadi lebih intens sehingga membuat suasana kedai menjadi mencengkam. Richard yang awalnya emosi hingga mengepal tangannya dan ingin segera memukul pria paruh baya itu tertahan—ia seakan menciut seperti balon yang kekurangan oksigen.
“Kau harus hidup dengan penuh percaya diri. Selama ini kau hidup selalu menundukkan kepalamu seperti tidak memiliki tulang leher. Bagaimana kau bisa menghilangkan aura pecundang yang sudah mendarah daging jika kau terus diam saat kau diperlakukan tidak adil.”Richard terbungkam seribu kata dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Perkataannya seakan menggambarkan sedikit kisah hidup yang selama ini ia jalani. Perasaan yang selama ini Richard pendam seorang diri agar bisa hidup di jalan yang salah.“Kau hanya menjadi beban untuk keluargamu jika kamu hidup seperti ini. Jangan banyak mengeluh, di dunia ini bukan hanya kau yang hidup menderita. Cobalah berpikir untuk kembali mencari jalan hidupmu, tidak ada yang tau seperti apa masa depan jika kau tidak merubahnya dari sekarang.”Terbawa dalam arus yang kencang di dalam sebuah sungai yang keruh. Seberapa pun Richard mencoba meminta bantuan tidak ada satupun yang menolongnya. Dirinya hanya seorang pecundang yang terus membuat istri dan anaknya hidup menderita. Tidak tahu diri dan terus mengeluh tentang hidupnya.Dirinya seperti sedang terjatuh dalam sebuah kenyataan jika selama ini dirinya memang tidak pernah bekerja keras dengan sebenarnya. Bahkan dirinya tidak paham apa itu bekerja keras. Memandangi mangkuk kosong di hadapannya mencerminkan hidupnya yang hanya seperti mangkuk bekas.Jika mengingat kembali masa lalu, usia 17 tahun adalah masa yang membuat Richard penuh dengan pembangkangan karena ingin mencari jati diri. Namun dirinya malah tersesat akan jalan yang ia pilih dan tidak tahu arti dari makna sebuah pencarian jati diri yang sebenarnya. Dirinya hanya anak manja yang melarikan diri dari rumah. Membuang semua fasilitas nyaman yang diberikan kedua orang tuanya.Setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakan, hidupnya berubah 180 derajat. Jalan hidup yang ia lalui bersama dengan amarah, penyesalan, dan kebodohan membawa dirinya pada versi dirinya saat ini.“Masa lalu tidak bisa berubah, namun penyesalan akan selalu membekas hingga akhir hayat. Kau tidak ingin kembali menyesal untuk masa depanmu, maka kau aku merubahnya saat ini …,”Kalimat terakhir yang tertulis pada surat wasiat kedua orang tua Richard.“Apa yang anda katakan benar. Saya tidak pernah sekalipun bekerja keras. Hanya hanya sedang berjalan menuju keputusasaan …,” ucap Richard—air matanya menetes—menangis di atas mangkuk ramen yang sudah kosong.Hujan sudah sejak lama berhenti. Sisa-sisa air masih mengenang di atas jalan aspal hitam. Melewati jalan menuju rumah, sepi dan dingin. Sebuah kantong plastik hitam yang Richard bawa di tangan kirinya dan ada sebuah botol berukuran cukup besar di dalam plastik hitam itu.Tidak lupa Richard membawa dua mangkuk ramen yang diberikan secara gratis oleh Kakek yang beberapa saat lalu menceramahinya seperti seorang pendeta. Berjalan dengan sepatu yang masih dipenuhi basah. Setiap kakinya melangkah, sepatu boot itu meninggalkan jejak suara decitan.Namun langkah Richard berhenti saat tangan kanannya seperti menyentuh sesuatu di dalam mantel yang ia ambil dari tempat sampah. Terasa seperti menyentuh sebuah logam datar dan bulat. Tanpa berpikir panjang Richard mengeluarkan benda itu dari dalam sakunya.“Apa ini? Koin?”Salah satu alis Richard terangkat saat melihat sebuah koin berwarna emas yang sudah usang di tangannya. Koin emas itu membuat Richard bertanya-tanya. Bentuk koin itu sedikit terlihat aneh, tidak seperti koin mata uang pada umumnya.Richard mengangkat koin itu lebih dekat—di depan wajahnya. Melihat dengan sangat teliti dan penuh rasa penasaran akan bentuk koin unik itu. Terdapat ukiran dunia yang begitu detail. Di tengah-tengan coin itu berlubang, seperti mata uang zaman dahulu kala. Koin tersebut terasa cukup berat saat Richard mencoba menimbang.“Apa jangan-jangan ini emas?”Richard menebak-menebak dengan sedikit harapan jika saja dirinya benar-benar menemukan sebuah emas logam yang berbentuk koin. Memastikan koin ini emas atau bukan dirinya harus pergi ke toko perhiasan. Namun sayangnya waktu sudah melewati tengah malam dan tidak akan ada toko perhiasan yang masih buka.Tidak ingin sampai ada yang melihat hasil penemuannya. Richard bergegas memasukkan kembali koin emas tersebut kedalam saku dan melanjutkan perjalanan hingga sampai rumah dengan selamat.Sesampai Richard di depan rumah, ia dibuat bingung lantaran lampu rumahnya tidak menyala. Seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Tangan kiri nya mencoba membuka pintu rumah untuk memastikan dugaannya salah.Lampu di depan pintu yang secara otomatis menyala saat ada seseorang berdiri di depan pintu. Richard terdiam saat menyaksikan dengan kedua matanya sendiri jika ruang tengah rumahnya tampak begitu berantakan. Prasangka akan hal buruk mungkin sudah terjadi pada istri dan anaknya, Richard bergegas masuk ke dalam untuk melihat nasib istri dan anaknya.“Sarah!! Naomi!! Di mana kalian!! Sarah!!”Richard tidak berhenti memanggil istrinya menuju ruang kamarnya, semua barang-barang rumah. berserakan di lantai seperti rumah yang baru saja terkena rampok. Ada satu hal yang membuat Richard masih bersyukur lantaran ia tidak melihat setetespun darah di seluruh bagian rumah yang berarti kemungkinan besar istri dan anaknya masih dalam keadaan baik.“Sarah!!”Terdiam beberapa detik saat menyadari jika di dalam kamar tidak ada tanda-tanda istri dan anaknya. Bahkan Richard melihat jika lemari pakaian tampak kosong. Tubuhnya seketika menjadi lemas. Ia sungguh tidak memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi pada keluarganya. Mereka seakan menghilang begitu saja.“Apa yang sebenarnya terjadi?”Pria malang itu berusaha menahan air matanya, berharap jika keluarganya masih hidup dan baik-baik saja. Kedua matanya melihat sorot lampu meja yang menunjukkan selembar kertas di atas—dengan perasaan ragu Richard mulai menghampiri meja kecil yang berada di samping tempat tidur.[SURAT PERCERAIAN]Seperti tersambar petir hingga membuat jantungnya berhenti berdenyut dalam beberapa saat. Richard masih tidak bisa memahami situasi dan ke kekacauan saat ini. Setelah ia hampir terbunuh oleh para rentenir—ingin makan malam bersama dengan ramen yang ia dapat secara gratis, akan tetapi dirinya malah melihat surat perceraian yang sudah ditandatangani oleh istrinya, Sarah.Richard dengan panik mencoba menghubungi Sarah. Ia membutuhkan penjelasan secara langsung akan surat perceraian yang Sarah berikan. Namun hanya suara operator yang mengatakan jika nomor Sarah tidak bisa dihubungi.“Kenapa dia tidak bisa dihubungi, sial!”Richard mencoba menenangkan dirinya sebelum emosi menguasainya. Sarah tidak akan mungkin melakukan hal ini kepadanya. Dia bukanlah wanita yang pergi tanpa mengatakan apapun. Ia hanya khawatir tentang kondisi istri dan anaknya saat ini. Richard khawatir jika para rentenir yang sudah menyebabkan rumahnya berantakannya dan kemungkinan terburuk mereka melakukan sesuatu pada Sarah dan Naomi.Namun Richard melihat sebuah surat yang ditulis langsung oleh Sarah yang bertuliskan,[ “Jangan khawatirkan kami. Aku akan pulang ke tempat pamanku. Jangan ganggu Naomi, saat ini dia sangat membenci dirimu. Temuilah saat dia sudah tenang. Maafkan aku, aku tidak bisa mempertahankan keluarga kita. Aku ingin melindungi Naomi. -Sarah-]Seketika air mata Richard terjatuh. Pria dewasa itu menangis seperti anak kecil 5 tahun yang kehilangan dunianya. Tempat yang selama ini membuatnya bertahan untuk tetap bekerja keras telah menghilangSore harinya, setelah selesai bekerja—sebelum para rentenir kembali datang, Richard bergegas untuk pergi ke toko emas. Semalaman ia tidak bisa tidur dengan tenang memikirkan koin yang secara tidak sengaja ia temukan. Harapannya semakin membesar jika yang ia temukan memang betul sebuah koin emas. Jika memang benar, maka coin itu akan bisa sedikit membantunya untuk bertahan hidup.Sesampainya di toko perhiasaan, Richard disambut oleh penjaga toko dengan tatapan sinis dan penuh kecurigaan. Mungkin karena pakaian yang ia kenakan dan kewaspadaannya terhadap para rentenir yang mungkin bisa mengikutinya. Richard hanya berubah berhati-hati dan waspada, tapi tampaknya pria paruh baya yang memiliki wajah autentik dengan mata yang sipit, menatapnya dengan intens.“Ada yang bisa saya bantu?”“Bisakah anda memeriksakan logam ini?” tanya Richard sambil memberikan koin tersebut pada penjaga toko.Pria bermata sipit itu masih terdiam menatap dengan kecurigaan seakan sedang mengatakan jika Pria yang m
“Aku harus segera menemukan cara untuk melarikan diri, mereka begitu banyak?"Semakin jauh Richard berjalan, semakin banyak orang yang tidak dikenal mengikutinya secara diam-diam dari belakang. Jika ia tidak segera keluar dari perangkap ini mungkin ia tidak akan bisa keluar hidup-hidup. Mencoba memutar otak—melihat jalanan sekitar yang tampak begitu ramai orang berlalu lalang. Tampak ada sebuah acara festival yang sedang berlangsung hingga membuat jalan tampak di penuhi dengan orang-orang yang mengenakan baju yang cukup unik.Saat Richard merasa yakin akan rencana pelarian dirinya. Ia mulai berlari di antara banyak orang yang berlalu di piring jalan trotoar. Hal ini bisa membuat mereka terkecoh akan keberadaan dirinya di antara ratusan orang. Richard mempercepat langkahnya agar membuat para preman yang merupakan orang suruhan pemilik toko emas itu tidak bisa melihatnya. Rencananya berhasil membuat para preman itu jauh dari pandangan matanya.Hari ini adalah malam natal. Akan ada seb
Perkataan yang sulit untuk bisa diterima oleh Richard. Namun dirinya tidak memiliki pilihan selain mempercayai perkataan Sang Kakek yang berniat membantunya untuk melarikan dirinya. Richard bergegas pergi menuju tempat yang dikatakan oleh Sang kakek.Sebelum Richard pergi, masuk ke dalam tangga rahasia di bawah lantai kayu Richard berhenti menatap Sang Kakek sambil berkata, “Terima kasih atas semua bantuanmu selama ini. Aku tidak tahu siapa dirimu sebenarnya, tapi aku mencoba untuk mempercayai perkataanmu.”“Jangan percaya pada siapapun! Jaga dirimu baik-baik, Nak. Jangan sampai mati! Cepat!”Perkataan terakhir dari Sang kakek yang terdengar kejam namun menyentuh perasaan Richard yang kemudian bergegas menuruni tangga rahasia di bawah lantai—menutup kembali pintunya dari dalam.Hanya berselang 30 detik, para preman itu langsung masuk ke dalam kedai.Kakek pemilik kedai tampak sibuk membuat adonan seakan tidak terjadi apapun. Bahkan mangkuk bekas makanan milik Richard di atas meja pun
Mungkin kini Richard berhasil melarikan diri dari para preman yang mengejar nyawanya. Setelah berhasil menaiki kapal milik Mr. Hudson. Ini yang perlu ia lakukan mencari cara bagaimana menggunakan koin dewa untuk merubah hidupnya.Tubuhnya sudah terlalu kelelahan setelah berlari begitu jauh dengan perut kosong. Sebuah pengejaran yang sangat melelahkan selama hidupnya.Tiba-tiba dari belakang seseorang memberikannya bungkus burger. Seketika Richard terkejut—mendongakkan kepalanya.“Kau belum makan berapa hari? Kenapa wajahmu sangat pucat? Jangan mati di atas kapal milikku, cepat makan!” ucap Mr. Hudson sambil duduk di samping Richard yang masih terdiam menatap burger yang bahkan masih terasa hangat.Sungguh menyedihkan melihat anak muda yang terlihat tidak memiliki harapan hidup. Sebagai orang yang telah menjalani hidup jauh lebih lama, pengalaman hidup yang begitu banyak ia alami selama 50 tahun, susah, senang dan keputusasaan yang sudah berkali-kali ia lewati.Setelah mengenal seorang
“Persetanan kau! Apa kau psychopath? Tidak. Kau memang psychopath sialan,” ucap Richard yang sudah mulai kehabisan nafas karena menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Amarah akan tatapan Bryant yang seakan menertawakan dirinya membuat Richard tidak bisa menahannya.Mendengar ucapan kasar Richard membuat Bryant malah tertawa terbahak-bahak tanpa rasa bersalah. Menyaksikan hal kesedihan orang lain adalah salah satu dari kebahagiannya. Orang miskin yang tidak tahu malu seperti Richard sudah sepantasnya mendapatkan perlakukan seperti ini.Dalam hitungan dua detik tiba-tiba Bryant terdiam—tatapan langsung berubah begitu tajam menatap Bryant dengan aura hitam yang begitu pekat, lalu berkata, “Dasar tikus tidak tahu diri. Hya! Di mana God’s Coin itu be
Semua sudah Richard perhitungan kapan ia harus diam dan kapan ia harus beraksi. Ia melihat Bryant tengah lengah karena ucapannya. Tanganya yang diam-diam sudah terlepas di belakang punggungnya, dengan cepat langsung merampas pistol dari tangan Bryant—menarik Bryant hingga tertangkap menjadi sandera yang ia tunjukan di hadapan para anak buah Bryant.Semua orang menjadi panik saat Bryant tersekap dengan lepat yang di lingkari oleh lengan dan mata pistol yang mengarah tepat di kepala pemimpin mereka. Mereka bersiap untuk segera menembaki Richard jika terjadi sesuatu pada pemimpin mereka.“JANGAN BERGERAK!” teriak Bryant sambil menembakkan peluru ke langit untuk memberikan peringatan.“Jika kalian bergerak maka, nyawa dia sebagai taruhannya!”Sa
“Mr. Bryant …! Kau tidak apa-apa?” Seorang wanita menghampiri Richard yang sedang merintih kesakitan. Wanita panik mencoba melihat kondisi Richard. Perlahan rasa sakit yang seakan membakar tubuhnya itu mulai memudar, Richard mencoba mengontrol nafas nya agar lebih tenang. Wajahnya masih tampak begitu pucat lalu berkata, “Saya tidak apa-apa,” Tidak lama dokter datang, langsung memeriksa keadaan Richard. “Apa ada merasakan sakit dibagian kepala?” tanya Dokter. “Tidak.” Dokter hanya mengangguk kepala seakan dia sudah mengetahui keadaan Richard. “Baiklah, sebaiknya anda istirahat. Tubuh anda masih syok jadi membutuhkan penyesuaian. Jika anda merasakan pusing, mual atau merasa sakit dibagian kepala segera panggil kami.” ucap Dokter. “Apa sungguh Mr. Bryant baik-baik saja, Dokter? Dia bahkan tidak bisa mengenalku?” tanya Claire, tampak begitu panik. “Kemungkinan, Pak. Direktur mengalami hilang ingatan sementara. Kita masih akan mengawasi kondisi Direktur. Tidak perlu ada yang dikhawa
“Nyonya muda …” Saat sedang santai menyantap makan siangnya, satu suapan besar yang segera masuk ke dalam mulutnya tiba-tiba harus terhenti saat melihat John yang tiba-tiba berdiri, merundukkan tubuhnya 45 derajat dengan sopan ke arah pintu masuk. Mulut Richard yang masih menganga di depan sesendok makanan yang ingin ia makan—menoleh ke arah seorang wanita yang muncul di sampingnya. “Ah … tampaknya kau sudah jauh lebih baik. Suamiku …” Seketika sendok makanan yang Richard genggam terjatuh ke atas piring saat mendengar ucapan wanita yang bahkan terlihat sama sekali tidak menunjukan sebuah kasih sayang dalam kalimatnya. Richard terkesiap bingung menatap wanita cantik yang mengaku istrinya. Situasi yang mencengkam ini membuatnya panik dan bergegas melirik ke arah John agar bisa membantunya. “Oh … oh …” Richard masih terbata-bata karena tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk situasi saat ini. “Ternyata benar kau hilang ingatan. Sungguh menyedihkan.” ucap Hanabi sambil duduk di b