Perkataan yang sulit untuk bisa diterima oleh Richard. Namun dirinya tidak memiliki pilihan selain mempercayai perkataan Sang Kakek yang berniat membantunya untuk melarikan dirinya. Richard bergegas pergi menuju tempat yang dikatakan oleh Sang kakek.
Sebelum Richard pergi, masuk ke dalam tangga rahasia di bawah lantai kayu Richard berhenti menatap Sang Kakek sambil berkata, “Terima kasih atas semua bantuanmu selama ini. Aku tidak tahu siapa dirimu sebenarnya, tapi aku mencoba untuk mempercayai perkataanmu.”
“Jangan percaya pada siapapun! Jaga dirimu baik-baik, Nak. Jangan sampai mati! Cepat!”
Perkataan terakhir dari Sang kakek yang terdengar kejam namun menyentuh perasaan Richard yang kemudian bergegas menuruni tangga rahasia di bawah lantai—menutup kembali pintunya dari dalam.
Hanya berselang 30 detik, para preman itu langsung masuk ke dalam kedai.
Kakek pemilik kedai tampak sibuk membuat adonan seakan tidak terjadi apapun. Bahkan mangkuk bekas makanan milik Richard di atas meja pun sudah tidak ada.
“Maaf, kami belum buka!”
“Hei, Pak tua! Kami ingin bertanya sesuatu pada anda. Apa anda melihat pria muda lewat atau masuk kedalam kedai ini? Kamu sedang menjadi seorang pria yang mengenakan jaket hitam. Dia memiliki wajah yang cukup tampan. Apa anda melihatnya?”
Salah seorang preman yang mengenakan pakaian formal berjalan mendekati meja. Pria itu tampaknya ketua dari para preman-preman yang memiliki tubuh besar yang hampiri memenuhi kedai yang berukuran kecil.
“Aku sudah bilang, kami masih tutup! Jadi tidak mungkin ada orang masuk!”
Salah satu permen tampak berjalan masuk ke dalam dapur tanpa rasa sopan santun. Sang Kakek mulai merasa panik dan khawatir jika mereka berhasil menemukan jalan pintas yang disembunyikan. Para preman mulai berjalan-jalan—memeriksa setiap sudut kedai. Bahkan mereka begitu mudah menjatuhkan semua barang-barang yang mereka—mengobrak-abrik semua meja dan kursi hingga semua menjadi berantakan.
Namun Sang Kakek berusaha untuk tetap tenang jika menghadapi orang-orang seperti mereka. Bersikap seakan tidak peduli dan percaya diri harus ia tunjukkan akan tidak goyah dengan ancaman yang mereka lakukan.
Tiba-tiba pria yang mengenakan pakain formal mulai mendekati meja—duduk dengan santai di atas kursi—memberikan tatapan sadis—mencoba mengintimidasi korban.
“Hei, Pak tua. Apa kau yakin tidak ada orang yang masuk kedai ramen jelekmu ini? Kau bilang kedaimu masih tutup, lalu kau menyiapkan semangkuk ramen untuk siapa?” tanya pria yang memiliki luka bakar di bagian pelipis mata kanan yang tampak begitu menyakitkan.
Pria itu menyadari mangkuk kotor di dekat cucian piring yang berada di belakangnya. Sang Kakek tetap berusaha untuk tetap tenang walau hidupnya saat ini mungkin dalam bahaya.
“Tentu saja, itu mangkuk bekas sarapanku. Kenapa? Kau juga ingin aku buatkan ramen?”
Pria itu menyeringai, ia telah mengetahui apa yang sedang disembunyikan Sang kakek tua.
“Kau pikir aku bisa dibohongi! Dasar sialan!”
Tiba-tiba pria itu langsung memukul Sang Kakek dengan menggunakan teko minuman yang ada di atas meja dengan sangat keras hingga teko keramik itu pecah saat bertabrakkan dengan kepala Sang kakek yang akhirnya tersungkur di lantai.
“Cepat geledah tempat ini secara menyeluruh, yang lain cari lewat pintu belakang. Pria sialan itu pasti belum jauh!” teriknya memberikan perintah pada pengikutnya.
Lalu ia melompat melewati meja tinggi yang membatasi dapur. Menghampiri Sang Kakek yang tampak tak berdaya di lantai dengan kepala yang bersimba darah.
“Apa kau sadar, kau telah berurusan dengan siapa?”
Kakek pemilik kedai berusaha untuk tetap menguatkan walau menahan rasa sakit yang luar biasa setelah kepala bagian depan nya di hantam keras oleh pria yang menginjak tubuhnya.
“Kau salah. Kaulah yang salah berurusan dengan saya.” ucap Sang kakek sambil mencengkram lengan pria itu.
“Bos! Di sebelah sini ada pintu rahasia!!”
Teriakan dari salah satu pengikutnya yang sontak membuat semua terdiam beberapa saat.
“Pintu rahasia? Jadi itu yang anda sembunyikan …? Dasar sialan!”
Pria itu langsung menendang kepala Sang kakek beberapa kali dengan penuh emosi karena merasa sedang dipermainkan oleh seorang kakek-kakek. Memalukan, menjatuhkan harga dirinya. Ia terus menendang beberapa bagian tubuh Sang kakek yang bahkan sudah tidak sadarkan diri.
“Bos! Bos!! Tenanglah!!”
Salah satu anak buahnya menyuruhnya untuk segera berhenti, karena melihat kondisi Sang kakek yang sudah terlihat memprihatinkan. Anak muda itu tampak khawatir jika kakek itu mati dan akan menyebabkan masalah lain.
“Ah … sialan!! Cepat kejar dia!” teriaknya yang masih berusaha menahan emosi.
***
Richard masih berjalan di sebuah gorong-gorong bawah tanah—mengikuti bendera berwarna kucing yang terkait di setiap tembok. Hanya dengan senter ponselnya, Richard terus berjalan menelusuri terowongan yang sangat gelap dan lembab. Bau sampah yang begitu menyengat tak membuat Richard terganggu, karena dia sudah terbiasa.
Hingga tiba-tiba, ia mendengar suara teriakan seseorang yang menggema sampai di telinganya. Seketika kedua mata Richard membulat penuh ketakutan. Tidak salah lagi, jika para preman yang mengajarkan telah menemukan jalan rahasia yang disembunyikan pemilik kedai ramen.
“Sial! Mereka sudah sampai sini!”
Mencoba mempercepat langkahnya yang sudah kelelahan, dirinya tidak sampai tertangkap. Rasa khawatir akan keadaan Sang Kakek yang mungkin sudah mati di tangan para preman. Namun Richard masih berharap jika Sang Kakek masih selamat. Itulah salah satu alasan dirinya tidak boleh sampai tertangkap.
Di ujung jalan Richard melihat secercah cahaya dari atas. Ia juga melihat sebuah tangga yang menempel pada tembok. Tampaknya disanalah jalan keluar menuju taman kota yang dikatakan Sang Kakek.
Menaiki tangga sebelum para preman dapat menyusulnya. Namun air mata yang tidak terbendungkan lagi saat kembali mengingat kebaikan Sang Kakek dalam ingatanya. Hatinya sangat hancur saat membayangkan jika Sang Kakek memang terbunuh oleh para preman karena dirinya.
Richard semakin dekat dengan cahaya yang ada di atas kepalanya. Sebuah pintu kecil di atas kepalanya, salah satu tangannya berusaha membuka pintu yang terbuat dari besi yang terasa sangat berat itu. Menguatkan seluruh otot tangannya, Richard berhasil membuka pintu.
Tanpa berpikir panjang, Richard segera memanjat ke atas, ia sungguh takjub melihat keberadaannya saat ini yang benar-benar berada di sebuah taman kota. Tidak ada waktu untuk merasakan ketakjuban saat ini, ia harus segera melarikan diri menuju pelabuhan untuk menemui Mr. Hudson.
Saat Richard ingin kembali menutup pintu, matanya terkejut saat melihat salah satu preman melihat ke arah dirinya dari bawah.
“Dia ada di atas!! Ayo cepat!!”
Sial. Dirinya sudah ketahuan oleh para preman. Namun, karena panik Richard langsung membanting pintu yang hanya berukuran kecil itu dengan kencang, lalu meletakkan sebuah batu besar untuk menghambat para preman itu saat membuka pintu. Setelah itu, Richard langsung berlari secepat yang ia bisa, sebelum para preman itu kembali menemukannya. Pengejaran ini adalah pengejaran hidup dan matinya.
***
“Apa! Dia melarikan diri! Sialan!”
Bentak Bryant dengan penuh emosi hingga menghempaskan semua barang di atas mejanya hingga berserakannya.
“Apa yang kalian lakukan hingga dia bisa melarikan diri?! Mengurus satu orang saja kalian gak becus! Cepat kejar dia! Saya tidak mau tahu, kalian harus menangkapnya hidup-hidup! Pergi! Pergi kalian! Dasar manusia ikan!”
Bryant terus mengutuk anak buahnya yang tidak bisa mengerjakan tugas dengan benar hingga kehilangan orang yang telah mencuri benda berharga miliknya.
Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Bryant bergegas pergi bersama pengawal pribadinya. Menggunakan mobil mewah di ikuti oleh beberapa mobil pengawal di belakangnya. Mengejar ketertinggalan dari orang yang sedang ia incar melarikan melewati pelabuhan.
“Cepat! Cepat! Uhh … Sial! Sial! Sial!”
Mungkin kini Richard berhasil melarikan diri dari para preman yang mengejar nyawanya. Setelah berhasil menaiki kapal milik Mr. Hudson. Ini yang perlu ia lakukan mencari cara bagaimana menggunakan koin dewa untuk merubah hidupnya.Tubuhnya sudah terlalu kelelahan setelah berlari begitu jauh dengan perut kosong. Sebuah pengejaran yang sangat melelahkan selama hidupnya.Tiba-tiba dari belakang seseorang memberikannya bungkus burger. Seketika Richard terkejut—mendongakkan kepalanya.“Kau belum makan berapa hari? Kenapa wajahmu sangat pucat? Jangan mati di atas kapal milikku, cepat makan!” ucap Mr. Hudson sambil duduk di samping Richard yang masih terdiam menatap burger yang bahkan masih terasa hangat.Sungguh menyedihkan melihat anak muda yang terlihat tidak memiliki harapan hidup. Sebagai orang yang telah menjalani hidup jauh lebih lama, pengalaman hidup yang begitu banyak ia alami selama 50 tahun, susah, senang dan keputusasaan yang sudah berkali-kali ia lewati.Setelah mengenal seorang
“Persetanan kau! Apa kau psychopath? Tidak. Kau memang psychopath sialan,” ucap Richard yang sudah mulai kehabisan nafas karena menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Amarah akan tatapan Bryant yang seakan menertawakan dirinya membuat Richard tidak bisa menahannya.Mendengar ucapan kasar Richard membuat Bryant malah tertawa terbahak-bahak tanpa rasa bersalah. Menyaksikan hal kesedihan orang lain adalah salah satu dari kebahagiannya. Orang miskin yang tidak tahu malu seperti Richard sudah sepantasnya mendapatkan perlakukan seperti ini.Dalam hitungan dua detik tiba-tiba Bryant terdiam—tatapan langsung berubah begitu tajam menatap Bryant dengan aura hitam yang begitu pekat, lalu berkata, “Dasar tikus tidak tahu diri. Hya! Di mana God’s Coin itu be
Semua sudah Richard perhitungan kapan ia harus diam dan kapan ia harus beraksi. Ia melihat Bryant tengah lengah karena ucapannya. Tanganya yang diam-diam sudah terlepas di belakang punggungnya, dengan cepat langsung merampas pistol dari tangan Bryant—menarik Bryant hingga tertangkap menjadi sandera yang ia tunjukan di hadapan para anak buah Bryant.Semua orang menjadi panik saat Bryant tersekap dengan lepat yang di lingkari oleh lengan dan mata pistol yang mengarah tepat di kepala pemimpin mereka. Mereka bersiap untuk segera menembaki Richard jika terjadi sesuatu pada pemimpin mereka.“JANGAN BERGERAK!” teriak Bryant sambil menembakkan peluru ke langit untuk memberikan peringatan.“Jika kalian bergerak maka, nyawa dia sebagai taruhannya!”Sa
“Mr. Bryant …! Kau tidak apa-apa?” Seorang wanita menghampiri Richard yang sedang merintih kesakitan. Wanita panik mencoba melihat kondisi Richard. Perlahan rasa sakit yang seakan membakar tubuhnya itu mulai memudar, Richard mencoba mengontrol nafas nya agar lebih tenang. Wajahnya masih tampak begitu pucat lalu berkata, “Saya tidak apa-apa,” Tidak lama dokter datang, langsung memeriksa keadaan Richard. “Apa ada merasakan sakit dibagian kepala?” tanya Dokter. “Tidak.” Dokter hanya mengangguk kepala seakan dia sudah mengetahui keadaan Richard. “Baiklah, sebaiknya anda istirahat. Tubuh anda masih syok jadi membutuhkan penyesuaian. Jika anda merasakan pusing, mual atau merasa sakit dibagian kepala segera panggil kami.” ucap Dokter. “Apa sungguh Mr. Bryant baik-baik saja, Dokter? Dia bahkan tidak bisa mengenalku?” tanya Claire, tampak begitu panik. “Kemungkinan, Pak. Direktur mengalami hilang ingatan sementara. Kita masih akan mengawasi kondisi Direktur. Tidak perlu ada yang dikhawa
“Nyonya muda …” Saat sedang santai menyantap makan siangnya, satu suapan besar yang segera masuk ke dalam mulutnya tiba-tiba harus terhenti saat melihat John yang tiba-tiba berdiri, merundukkan tubuhnya 45 derajat dengan sopan ke arah pintu masuk. Mulut Richard yang masih menganga di depan sesendok makanan yang ingin ia makan—menoleh ke arah seorang wanita yang muncul di sampingnya. “Ah … tampaknya kau sudah jauh lebih baik. Suamiku …” Seketika sendok makanan yang Richard genggam terjatuh ke atas piring saat mendengar ucapan wanita yang bahkan terlihat sama sekali tidak menunjukan sebuah kasih sayang dalam kalimatnya. Richard terkesiap bingung menatap wanita cantik yang mengaku istrinya. Situasi yang mencengkam ini membuatnya panik dan bergegas melirik ke arah John agar bisa membantunya. “Oh … oh …” Richard masih terbata-bata karena tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk situasi saat ini. “Ternyata benar kau hilang ingatan. Sungguh menyedihkan.” ucap Hanabi sambil duduk di b
“Nyonya muda …”Saat sedang santai menyantap makan siangnya, satu suapan besar yang segera masuk ke dalam mulutnya tiba-tiba harus terhenti saat melihat John yang tiba-tiba berdiri, merundukkan tubuhnya 45 derajat dengan sopan ke arah pintu masuk.Mulut Richard yang masih menganga di depan sesendok makanan yang ingin ia makan—menoleh ke arah seorang wanita yang muncul di sampingnya.“Ah … tampaknya kau sudah jauh lebih baik. Suamiku …”Seketika sendok makanan yang Richard genggam terjatuh ke atas piring saat mendengar ucapan wanita yang bahkan terlihat sama sekali tidak menunjukan sebuah kasih sayang dalam kalimatnya.Richard terkesiap bingung menatap wanita cantik yang mengaku istrinya. Situasi yang mencengkam ini membuatnya panik dan bergegas melirik ke arah John agar bisa membantunya.“Oh … oh …” Richard masih terbata-bata karena tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk situasi saat ini.“Ternyata benar kau hilang ingatan. Sungguh menyedihkan.” ucap Hanabi sambil duduk di bangku
Semua wajah orang-orang menjadi tegang saat mendengar satu kalimat pertanyaan yang keluar dari mulut seorang Bryant. Seperti sebuah kalimat kutuk yang membuat bulu kudung berdiri tegak akan nada khas dari seorang Bryant yang bisa membuat orang terbungkam. “Wah … kalian ini sungguh sangat keterlaluan. Aku bahkan sampai meneteskan air mata saat aku mendengar kalian sedang merencanakan pengkhianatan untuk menjatuhkanku …” ucap Richard dengan nada yang dingin dan tajam, dirinya seperti kerasukan arwah Bryant hingga tampak seperti manusia berdarah dingin. “Apa menyenangkan? Apa melakukan ini membuat hati kalian lega?” ucap ledek Richard—kemudian tertawa seperti orang gila. Tidak ada satupun orang yang berani menatap mata Richard, jika menatap pemimpi mereka mungkin nyawa mereka sebagai taruhannya.
“Bantu aku untuk duduk …,”“Baik.”John segera membantu Richard untuk duduk bersandar pada tempat tidur yang otomatis menyesuaikan posisi Richard.“Ngomong-ngomong, seperti apa hubunganku dengan Hanabi? Dia bilang kami menikah karena kerja sama bisnis? Apa itu benar? Kami menikah bukan karena saling cinta?” tanya Richard.“Benar, Tuan. Aku memang tidak tahu pasti. Tapi saat itu anda bilang pada saya, jika hanya Hanabi yang boleh menikah dengan anda.”“Eh?”Mendengar jawaban aneh itu membuat Richard mengerutkan keningnya. Jawaban yang tidak masuk akal yang sekali lagi ia dengar.
Mendengar suara Hanabi membuat Richard spoton langsung melepaskan pelukannya. Wajah Sarah yang masih tampak sangat terkejut, langsung menundukkan kepalanya—melanhkah jauh karena takut pada Hanabi yang merupakan istri dari majikannya.Hanabi masih terdiam menatap sinis setelah apa yang ia lihat dengan kedua matanya. Tidak ada kata yang bisa diucapkan lagi melihat kelakukan suami yang tidak pernah berubah walau kehilangan ingatan.“Kau sungguh hebat ya, baru saja keluar dari rumah sakit, berani-beraninya kau berpelukan dengan pelayan di depan mataku? KAU SUDAH GILA YA!”Sarah membentak—melupakan seluruh emosinya, dirinya merasa tidak dihargai sebagai seorang istri. Sarah melangkah dengan cepat ke arah Sarah, tanpa memberikan peringatan apapun, ia langsung memberikan sebuah tamparan yang sangat keras hingga Sarah tersungkur di lantai.“APA YANG KAU LAKUKAN?!”Richard terkejut melihat Sarah yang di tampar oleh wanita gila yang datang dengan penuh emosi. Tanpa sadar, Richard langsung meng
Tatapan Claire terdiam beberapa detik saat ia baru teringat akan suatu hal di kepalanya. Tangan dengan spontan langsung menepuk keningnya sendiri dan berkata, “Ah! Aku lupa. Sarah … wanita itu, wanita yang sedang dicari … aku baru ingat, dia sudah bekerja menjadi pelayan di rumah tuan Bryant ‘kan? Kenapa aku bisa melupakan itu?” John hanya menatap heran dengan kepanikan yang sedang Claire hadapi. Dirinya yang hanya bertugas sebagai pengawal jadi ia tidak begitu mengetahui semua yang terjadi. “Aku harus segera memberitahukan tuan Bryant.” Claire bergegas untuk kembali masuk kedalam ruangan namun John langsung mencegahnya. “Jangan!” “Kenapa?” “Kau tidak ingat. Tuan Bryant butuh waktu sendiri. Biarkan diri sendiri, besok aku akan memberitahukannya. Kau sibukan bukan, sudah sana cepat pergi.” ucap John. Claire merasa perkataan John memang benar. SItuasi saat ini yang terasa gaduh membuatnya sedikit kerepotan hingga ia menjadi sulit untuk berkonsentrasi. perfeksionis adalah sebuah k
Kedua bola mata John berputar saat dirinya di tatap begitu dekat oleh sosok Bryant yang tidak pernah melakukan hal itu. Bryant yang ia kenal sebelum terjadinya kecelakan, dia sosok yang sangat menjaga jarak. Mungkin karena otaknya terbentuk hingga hilang ingatan membuat sikap Bryant sedikit berubah. Richard langsung menjauhkan dirinya saat menyadari John yang merasa tidak nyaman dengan sikapnya. Dirinya lagi-lagi kehilangan akal untuk tidak bersikap ceroboh yang memicu kecurigaan. John adalah orang terdekat Bryant, dia pasti sangat memahami sifat dan kebiasaan Bryant. “Iya … Anda kehilangan koin itu,” jawab John. “APA?!” Secara tidak sadar Bryant berteriak karena terkejut akan nyatakan jika alasan Bryant hampir membunuhnya karena dia telah kehilangan koin yang begitu berharga. Sudah dipastikan jika Bryant memiliki alasan kuat mengapa dia begitu menginginkan koin dewa itu di saat hidupnya begitu sempurna. “Tapi … apa kau tahu tentang koin itu? Kau pernah melihat bentuknya seperti a
Hanabi baru saja bangun, ia terus memegangi kepalanya yang terasa sakit karena efek terlalu banyak minum wine. Terkadang ia selalu menekankan pada dirinya sendiri untuk segera berhenti minum namun saat dirinya berada di dalam tekanan, tanpa sadar bawa nafsu membawanya untuk kembali minum-minum walau pada akhirnya ia kembali menyesali perbuatannya sendiri.Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Pelayan Katy masuk bersama dengan seorang dokter membuat Hanabi bingung.“Pagi. Nyona Hanabi. Anda sudah bangun,”“Pagi. Ada apa?” tanya Hanabi masih belum menyadari lukanya.“Tuan Bryant memanggil Dokter Smith untuk mengobati kaki anda yang terluka.”“Kaki?”
Setelah menyelesaikan susunan acara pernikahan, Hanabi sampai di depan kediaman rumah Bryant. Rumah mewah bergaya neoklasik yang begitu megah berukuran sekitar 25.000 kaki persegi. Hamparan taman hijau hingga ada kolam renang sepanjang 75 kaki. Semuanya berlatar belakang pemandangan panorama pusat kota Los Angeles dan Samudra Pasifik. Rumah yang luasnya 2 kali lipat dari rumah milik ayahnya. Saat melihatnya membuat Hanabi mulai memahami mengapa sikap Bryant begitu angkuh dan banyak sekali dari kelompok-kelompok mafia banyak yang segan dengan kelompok Laputa. “Pelayan …!” Satu panggilan yang bisa membuat beberapa pelayan rumah langsung bergegas menghampiri Bryant.
“Bantu aku untuk duduk …,”“Baik.”John segera membantu Richard untuk duduk bersandar pada tempat tidur yang otomatis menyesuaikan posisi Richard.“Ngomong-ngomong, seperti apa hubunganku dengan Hanabi? Dia bilang kami menikah karena kerja sama bisnis? Apa itu benar? Kami menikah bukan karena saling cinta?” tanya Richard.“Benar, Tuan. Aku memang tidak tahu pasti. Tapi saat itu anda bilang pada saya, jika hanya Hanabi yang boleh menikah dengan anda.”“Eh?”Mendengar jawaban aneh itu membuat Richard mengerutkan keningnya. Jawaban yang tidak masuk akal yang sekali lagi ia dengar.
Semua wajah orang-orang menjadi tegang saat mendengar satu kalimat pertanyaan yang keluar dari mulut seorang Bryant. Seperti sebuah kalimat kutuk yang membuat bulu kudung berdiri tegak akan nada khas dari seorang Bryant yang bisa membuat orang terbungkam. “Wah … kalian ini sungguh sangat keterlaluan. Aku bahkan sampai meneteskan air mata saat aku mendengar kalian sedang merencanakan pengkhianatan untuk menjatuhkanku …” ucap Richard dengan nada yang dingin dan tajam, dirinya seperti kerasukan arwah Bryant hingga tampak seperti manusia berdarah dingin. “Apa menyenangkan? Apa melakukan ini membuat hati kalian lega?” ucap ledek Richard—kemudian tertawa seperti orang gila. Tidak ada satupun orang yang berani menatap mata Richard, jika menatap pemimpi mereka mungkin nyawa mereka sebagai taruhannya.
“Nyonya muda …”Saat sedang santai menyantap makan siangnya, satu suapan besar yang segera masuk ke dalam mulutnya tiba-tiba harus terhenti saat melihat John yang tiba-tiba berdiri, merundukkan tubuhnya 45 derajat dengan sopan ke arah pintu masuk.Mulut Richard yang masih menganga di depan sesendok makanan yang ingin ia makan—menoleh ke arah seorang wanita yang muncul di sampingnya.“Ah … tampaknya kau sudah jauh lebih baik. Suamiku …”Seketika sendok makanan yang Richard genggam terjatuh ke atas piring saat mendengar ucapan wanita yang bahkan terlihat sama sekali tidak menunjukan sebuah kasih sayang dalam kalimatnya.Richard terkesiap bingung menatap wanita cantik yang mengaku istrinya. Situasi yang mencengkam ini membuatnya panik dan bergegas melirik ke arah John agar bisa membantunya.“Oh … oh …” Richard masih terbata-bata karena tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk situasi saat ini.“Ternyata benar kau hilang ingatan. Sungguh menyedihkan.” ucap Hanabi sambil duduk di bangku
“Nyonya muda …” Saat sedang santai menyantap makan siangnya, satu suapan besar yang segera masuk ke dalam mulutnya tiba-tiba harus terhenti saat melihat John yang tiba-tiba berdiri, merundukkan tubuhnya 45 derajat dengan sopan ke arah pintu masuk. Mulut Richard yang masih menganga di depan sesendok makanan yang ingin ia makan—menoleh ke arah seorang wanita yang muncul di sampingnya. “Ah … tampaknya kau sudah jauh lebih baik. Suamiku …” Seketika sendok makanan yang Richard genggam terjatuh ke atas piring saat mendengar ucapan wanita yang bahkan terlihat sama sekali tidak menunjukan sebuah kasih sayang dalam kalimatnya. Richard terkesiap bingung menatap wanita cantik yang mengaku istrinya. Situasi yang mencengkam ini membuatnya panik dan bergegas melirik ke arah John agar bisa membantunya. “Oh … oh …” Richard masih terbata-bata karena tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk situasi saat ini. “Ternyata benar kau hilang ingatan. Sungguh menyedihkan.” ucap Hanabi sambil duduk di b