Beranda / Romansa / Kekasih Tuan Muda / Bab 2. Kedua Kali

Share

Bab 2. Kedua Kali

Penulis: reinsabiila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 15:59:12

Bab 2. Kedua Kali

Yuna bangun lebih pagi, kata ibunya dulu, anak perempuan tidak baik bangun kesiangan apalagi ketika matahari sudah menyingsing. Nanti rejekinya dipatok ayam, jodohnya jauh. Oleh karena itu, saat azan subuh berkumandang, Yuna sudah menegakkan tubuh. Dia bergegas ke kamar mandi dan memulai aktivitas paginya.

Menguap, Yuna menempelkan punggung tangan kirinya di depan mulut. Meski sudah mandi kantuknya masih terus merayap. Dia membuka pintu kosnya, keluar kamar mencari sarapan. Mungkin nasi uduk di sekitar kosnya, yang tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam. 

Tidak sampai sepuluh menit, Yuna tiba di depan sebuah rumah sederhana. Dia mengukir senyuman dengan langkah semakin mendekat pada teras rumah itu.

“Selamat pagi, Nek,” sapa Yuna ramah.

Warung nasi uduk langganannya, di samping enak, harganya tidak membuat kantongnya cepat kering.

Sang nenek yang mengenal Yuna, tanpa diminta mulai meracik pesanan. Sebelumnya, nenek menyahut sapaan Yuna disertai senyuman yang menampilkan kulit keriputnya.

Menyodorkan selembar uang lima ribu, dan ucapan terima kasih, Yuna mengambil kantong plastik berisi sarapan paginya dan segera pamit. Ada banyak yang mengantri di belakangnya, membuat dia segan untuk berlama-lama.

Kembali ke kosnya, Yuna berjalan ringan dengan sedikit meregangkan tubuhnya. Pegal-pegal karena tubuhnya yang dipaksa bekerja keras. Ditambah dengan kasur di kamarnya yang semakin tipis dan tidak ada empuk-empuknya sama sekali.

Namun, karena kecerobohannya mungkin, dia menabrak seseorang. Seorang laki-laki dengan pakaian olahraga lengkap.

Yuna mengaduh, bukan karena dia yang kesakitan, lebih karena sarapannya terlempar. Membuat isinya berhamburan di jalan dan tidak lagi layak untuk dimakan.

“Kamu tidak apa?” tanya laki-laki itu, ketika melihat seseorang yang baru ditabraknya masih saja berjongkok di hadapannya.

“Tidak apa-apa.” Yuna memungut kantong nasi uduknya. Bukan untuk dimakan namun akan ia pindahkan ke tempat sampah.

Laki-laki itu mengernyit. “Kamu yakin?”

“Tentu saja—” Mendongak, Yuna termenung menatap laki-laki di hadapannya. Seorang laki-laki yang kemarin ditemuinya di restoran. Yang berhasil membuat degup jantungnya jumpalitan.

Oh, kebetulan apalagi ini?

Tidak ingin berlama-lama, Yuna segera menunduk dan pergi, tanpa kata apa pun. Memang apa yang akan Yuna katakan, mengobrol dan bertukar cerita begitu. Dia masih cukup waras untuk menyadari keadaannya.

Di lain sisi, laki-laki yang baru Yuna tinggalkan tampak ternganga dengan kernyitan di kening. Tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dia diabaikan.

***

Kennan melenguh pelan. Masih memejamkan mata, dirabanya meja kecil di dekatnya. Mencari ponsel yang ia yakini diletakkan di meja itu tadi pagi. Setelah ditemukan, Kennan mengerjap, melirik layar yang menunjukkan pukul 10.15. Dia kemudian menegakkan tubuh. Sedikit lesu, meski ia sudah tertidur cukup lama. Rekor baru baginya, karena selama bertahun-tahun bekerja, baru kali ini dia menjadikan kantornya sebagai tempat yang nyaman untuk tidur.

“Ken, kenapa di kunci?!”

Teriakkan dari luar ruangan, membuat mata Kennan melebar.

“Ken, ngapain sih. Lupa meeting siang ini?” Lagi, teriakkan itu membahana.

Kennan mendengkus, dia tidak lupa. Hanya malas untuk menghadiri meeting itu. Dia terkenal profesional dalam bekerja, tapi kali ini, dia ingin menghilangkan image itu. Biarlah, sekali-kali menjadi pembangkang.

“Ngapain ke sini?” tanya Kennan datar, ketika dia membuka pintu ruangannya dan menampilkan Jefry di balik pintunya.

“Halah, pura-pura enggak dengar lagi,” cibir Jefry. Tanpa izin, dia nyelonong masuk ke ruangan Kennan, kemudian menghempaskan tubuh di sofa tempat Kennan tertidur tadi.

Tidak membalas cibiran Jefry, Kennan berjalan ke arah meja kerjanya. Duduk di kursi kebesarannya untuk mengecek pekerjaannya yang semakin menumpuk.

“Wilona tunangan nanti malam, kamu datang enggak?”

Kennan menghentikan gerakan tangannya mengambil bolpoin, sesaat dia biarkan tangannya menggantung begitu saja di udara. Sebelum kemudian mengepalkannya dan meletakkan di meja. Sejujurnya, dia enggan membahas hal yang Jefry tanyakan.

“Ken?”

“Enggak, banyak kerjaan.” Kennan menunduk. Mulai menyibukkan diri dengan memeriksa dokumen-dokumen di atas meja.

Jefry menaikkan sebelah alisnya. “Kukira kamu tidak akan absen untuk sahabatmu itu.” 

Tanpa mengalihkan fokusnya, Kennan menyahut singkat. “Bukan sahabat.”

Kali ini Jefry terkekeh. “Oh benar, dia bukan sahabatmu tapi saudari jauhmu. Yang kebetulan kamu kasihi sepenuh hatimu.”

Menggenggam bolpoinnya kuat-kuat, Kennan memejamkan mata. Tidak mengelak, karena yang Jefry katakan benar adanya.

“Kapan kamu akan memberiku cucu, Ken?”

Kennan dan Jefry serempak menoleh ke arah pintu dengan tatapan terkejut. Di sana berdiri laki-laki setengah baya dengan tubuh tinggi tegap. Berkacak pinggang dengan seringai geli. Kennan mendesah pelan melihat ayahnya yang bicara tanpa basa-basi. Apalagi membawa topik yang menjadi beban berat di bahunya. Pekerjaannya saja sudah lebih dari cukup membuatnya pusing, sekarang ditambah tekanan ayahnya.

“Oh ada Jef, bagaimana kabarmu, Nak?” Doni Sabdayagra memasuki ruangan, berjalan ke arah Jefry yang menahan tawa sedari tadi.

“Baik Om. Sangat baik,” sahut Jefry ceria.

Doni mengangguk, “Kamu sudah menikah?” tanyanya.

Jefry tersenyum samar. “Belum dong, Om. Masih ingin memacari banyak gadis,” sahutnya menepuk dada.

Kennan yang mendengar ucapan Jefry serta merta melemparkan bolpoin di tangannya, tepat mengenai pelipis sahabatnya.

Jefry mengaduh, lumayan sakit karena bolpoin berlapis perak yang Kennan lemparkan. Andai tidak ada Doni, Jefry akan mengumpat dan membalas Kennan.

“Pantas kalian tidak laku-laku. Umur boleh dewasa, tingkah mirip bocah,” decak Doni. Dia bangun dari duduknya, mengitari meja kerja Kennan dan berdiri di samping putranya. Siap memberi wejangan panjang lebar akan niatnya yang tidak pernah surut.

“Kenapa Ayah tidak istirahat saja di rumah?”

“Mana mungkin Ayah hanya diam di rumah, sedangkan putraku sampai tidak tidur karena pekerjaan.”

Kennan menahan senyum. Dia lembur semalaman, hanya agar bisa mengalihkan pikiran dan perasaannya. “Ayah sudah semakin menua, biar aku yang mengurus perusahaan ini.”

Doni terkekeh. “Nah itu kamu sadar. Ayah sudah semakin menua. Jadi kapan kamu memberi Ayah cucu, hm?”

Mengaduh dalam hati, Kennan mengutuk kebodohannya dalam bicara. Kenapa sampai bisa keceplosan. Dia membuka sendiri lahan permintaan untuk ayahnya. “Lupakan tentang itu Ayah, aku masih senang bekerja,” seloroh Kennan. Dia melempar tatapan tajam pada Jefry yang terus saja terkikik mendengar pembicaraannya dengan Doni.

Seperti kebiasaan. Jefry selalu puas untuk mengejek Kennan.

“Anak durhaka, kamu tidak ingin menikah!” hardik Doni, salah paham akan ucapan asal Kennan. “Kamu bekerja keras untuk siapa? Jika bukan untuk keluargamu.”

Kennan menghela napas panjang dan perlahan. Dia bukan tidak ingin menikah, dia ingin. Hanya saja dengan satu perempuan itu. Tapi, malam ini segalanya berakhir. Angannya sudah terhempas ke udara, tak lagi bersisa.

“Aku ingin menggendong cucu, Nak,” pelas Doni, wajahnya dia buat sememelas mungkin. Hanya satu cara itu yang ia bisa. Kennan itu keras kepala, jika dibalas dengan keras kepala juga, akan sama saja.

Ya Tuhan, Kennan melirih di dalam hati. Lebih dari apa pun, jauh di dalam hatinya dia pun ingin memiliki anak. Usianya sudah semakin tua, tapi ….

“Wilona saja akan menikah, kamu kapan?”

Kennan menyerah. Dia bangkit berdiri, menatap sang ayah yang terduduk di tepi mejanya, dengan sorot teduh. “Ayah pasti lelah, kemarin baru tiba langsung ke kantor. Sekarang pun juga.”

Doni berdecak, “Kalau bukan ibumu yang merengek untuk membujukmu menikah, mana mau aku melembut pada anak keras kepala sepertimu.”

Setelah mengatakan itu, Doni beranjak pergi, tanpa menoleh atau mengatakan hal lainnya. Misinya satu, membujuk Kennan. Tapi sama seperti dirinya saat muda, Kennan luar biasa keras kepala. Tidak bisa dikendalikan.

“Sepertinya kamu butuh perempuan secepatnya.” Jefry membuka pembicaraan.

Kennan melirik malas. “Untuk apa?”

“Menjadi ibu pengganti untuk anakmu.”

“Gila! Aku tidak sebodoh itu,” umpat Kennan dengan suara keras. “Mana mungkin aku mempercayakan calon anakku pada seorang perempuan malam.”

Jefry menggelengkan kepala. “Tidak. Bukan pada perempuan seperti itu, tapi perempuan baik-baik yang mau bekerja sama.”

Kennan menaikkan sebelah alisnya. Termenung memikirkan usulan Jefry. Bisakah? Tapi, perempuan mana yang mau dia manfaatkan. Hanya untuk mengandung anaknya tanpa ada komitmen untuk membangun rumah tangga.

Bab terkait

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 3. Mengambil Langkah

    Bab 3. Mengambil LangkahKennan mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin, menelisik wajah-wajah perempuan cantik di kantornya. Semua terlihat ramah dan sopan dalam balutan pakaian kerja. Sedikit banyak, dia terpengaruh akan ucapan Jefry. Mencari perempuan yang bisa bekerja sama.Tapi siapa? Lagi, pertanyaan itu menghampiri benaknya. Jika Kennan sembarang memilih perempuan, nanti keturunannya yang dipertaruhkan. Jika dia memilih perempuan di kantornya, dia akan merusak image-nya yang sempurna. Nanti, dia di cap lelaki hidung belang.Kennan berdecak. Buntu. Usulan Jefry yang ngawur kenapa dianggap serius?Melangkahkan kakinya menjauh dari area kantin. Kennan memilih kembali ke ruang kerjanya. Lebih baik dia menyelesaikan pekerjaannya daripada mencari hal yang masih belum masuk di nalarnya.“Sial.” umpat Kennan dalam hati.Jefry berhasil membodohinya dengan banyak bualan. Harusnya ucapan Jefry, Kennan anggap angin lalu. Tapi, kenapa justru semakin melekat diingatannya. Dia tergiur bua

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 4. Melihat Sisi Lain

    Bab 4. Melihat Sisi LainKennan meringis mengingat perkataannya beberapa hari lalu. Dia sendiri tidak yakin ucapan itu keluar dari bibirnya. Tapi, sudah telanjur basah, jadi menurut Kennan sekalian saja dibasahi sampai kuyup.Dia sedang duduk di ruang santai rumahnya, sendirian. Ayahnya sudah kembali ke Jepang menemani ibunya yang memang lebih suka tinggal di tanah lahirnya. Jefry sendiri mendapat tugas kerja ke kantor cabang di Singapura. Dan berakhir lah dia tanpa kawan seorang pun.Memangnya siapa lagi yang Kennan harapkan. Wilona sudah resmi bertunangan, jadi mana mungkin perempuan itu mau berlama-lama menghabiskan waktu dengannya seperti dulu.Tempo hari, dia datang tepat beberapa menit sebelum acara pertunangan Wilona selesai. Sengaja. Karena sebelumnya, Kennan justru tidak ingin menginjakkan kaki di acara itu. Terlalu menyakitkan melihat perempuan yang dicintai, bahagia bersama laki-laki lain.Beranjak dari duduknya, Kennan memutuskan untuk mencari angin di luar. Hari sudah sor

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 5. Menerima Apa adanya

    Bab 5. Menerima Apa AdanyaKennan melirik jam yang melingkar apik di pergelangan tangan kirinya. Mendesah berat ketika jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Dia lupa makan siang, terlalu sibuk dengan berbagai pekerjaan yang lambat laun semakin menguras waktunya.Dan perlahan, dia pun merindukan perhatian. Seharian ini tidak ada yang mengingatkannya untuk makan, apalagi mengajaknya makan bersama. Membuat dia bertambah malas untuk menyentuh makanan.Melepas jas kantornya, Kennan menanggalkannya di atas kursi. Mejanya sudah rapi, dengan tumpukan berkas yang selesai dia periksa.Kennan baru akan keluar ruangan, ketika sebuah ketukan di pintu mengurungkannya. Terlihat Rita dengan senyum ramahnya menyembul di balik pintu.“Ada apa?” tanya Kennan, dia duduk di pinggiran meja dengan sebelah tangan tersimpan rapi di saku celana depan.“Ada tamu yang ingin menemui Anda, Pak,” kata Rita, sembari membuka daun pintu lebih lebar.Kennan yang tadinya mengernyit, seketika menyeringai tipis melihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 6. Jadi Menikah

    Bab 6. Jadi MenikahSendiri di pelataran, Yuna berdiri canggung di depan sebuah bangunan megah. Meski begitu, tatapannya tetap terkagum akan desain rumah klasik khas mediteranian itu. Tampak tenang dan nyaman untuk disinggahi. Halamannya luas dan asri. Ada banyak bunga-bunga yang mekar, beraneka ragam dengan warna-warna cantik, juga air mancur yang membuat suara gemerisik menenangkan.Yuna memejamkan mata, awal baru dari kehidupannya sudah dimulai sejak dia pertama kali menginjakkan kakinya di rumah itu.“Nona.”Yuna mengerjap, tersenyum samar pada seorang perempuan yang memperkenalkan diri padanya bernama Mini. Juga, satu-satunya perempuan yang menyambut kedatangannya dan setia berdiri satu langkah di belakangnya.“Silakan masuk,” ucap Mini, tangan kanannya terangkat mempersilakan.Yuna mengangguk. Hendak menggeret koper berukuran sedangnya namun urung karena ada tangan yang menahannya.“Saya saja yang membawanya, Nona,” ucap Mini dengan senyuman di wajah yang tak kunjung luntur.“Ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 7. Malu-malu Mau

    Bab 7. Malu-malu MauHidup bak putri raja, mungkin itu sebutan yang pantas disematkan pada seorang Ayuna Malika. Gadis bau kencur yang resmi menyandang status sebagai istri seorang Kennan Sabdayagra.Meski pura-pura. Meski berbatas waktu.Kali ini, Yuna sedang duduk di tepi ranjang dengan sebuah novel terbuka dipangkuan. Membaca novel romantis kesukaannya, yang entah tahu dari mana, Kennan menyiapkan puluhan buku itu di kamarnya. Mungkin dimaksudkan untuk mengusir bosan. Entahlah, Yuna tidak pernah menanyakan perihal itu.“Tuan,” panggil Yuna melirih, digigitnya bibir bawah, harap-harap cemas menanti respon dari Kennan. Pasalnya, laki-laki itu sedang sibuk dengan laptop menyala, sejak satu jam yang lalu.Cukup lama hingga akhirnya Kennan menoleh menatap Yuna. “Ada apa?” tanya Kennan, dahinya mengernyit samar.Yuna meletakkan novelnya ke atas nakas, menyibak selimut yang sedari tadi membungkus kakinya. Siang hari memang, tapi Kennan tidak membiarkan jendela kamar terbuka, lebih memilih

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 8. Kennan Sabdayagra

    Bab 8. Kennan SabdayagraYuna mengetuk pintu ruang kerja Kennan, menunggu sebentar sebelum sebuah seruan dari dalam terdengar.Membuka pintu, Yuna berjalan ke arah Kennan yang fokus pada pekerjaannya. Dia membawa nampan berisi secangkir kopi hitam pekat tanpa gula. Pesanan laki-laki itu. Tadi Yuna merebutnya dari seorang pelayan yang hendak mengantarkan.Yuna meletakkan cangkir ke atas meja. Cukup jauh dari tebaran dokumen yang memenuhi meja kerja Kennan. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Kennan masih enggan untuk beranjak dari pekerjaannya.“Apa Tuan tidak lapar?” tanya Yuna, mendekap nampan kosong di dadanya.Sesaat Kennan mengernyit, namun sedetik berikutnya dia menyeringai. Dia menatap Yuna dengan kerlingan menggoda. “Aku lapar, tapi malam ini lelah sekali. Jadi ingin tidur saja.”Yuna tersedak. Mengerti maksud ucapan Kennan. Tidak jauh-jauh dari program anak. Menggelengkan kepala, Yuna menyangkal cepat. “Maksud saya, lapar makan nasi. Bukankah Anda belum makan malam?”Ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 9. Cinta Belasan Tahun

    Bab 9. Cinta Belasan TahunYuna sedang menanam bunga ketika sebuah mobil memasuki pelataran rumah. Dia tidak mendongak sedikit pun untuk sekadar menilik siapa yang datang. Masih sibuk menanam bibit bunga matahari yang baru dibelinya. Bukan dia yang beli sih, dia meminta Mini untuk mencari bibit bunga di penjual tanaman. Tadinya ingin menanam pohon mangga dan durian, tapi urung karena takut Kennan tidak akan suka.Dan ketika berpikir lagi, sekalipun dia menanam pohonnya, keberadaan dirinya di rumah itu tidak sampai hingga pohonnya berbuah.Menepuk-nepuk tangannya yang kotor karena tanah, Yuna menegakkan tubuh dan sedikit meregangkannya. Dia tersenyum melihat deretan bibit bunga yang baru ditanamnya.“Nona, Tuan Kennan sudah pulang.” Mini berseru tidak jauh dari Yuna.“Sudah pulang?” Yuna mengernyit, dia menengadah menatap langit biru di atas sana. Tumben sekali, biasanya Kennan pulang ketika malam menjelang tapi ini matahari saja masih bersinar terik.Terburu-buru, Yuna berjalan ke ara

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Kekasih Tuan Muda   Bab 10. Candaan Pagi

    Bab 10. Candaan PagiBerjalan-jalan di pelataran rumah, Yuna menikmati udara pagi dan semerbak bunga yang menguar, memenuhi indera penciumnya. Langit cerah dengan cahaya mentari yang hangat menyapa. Dia menyungging senyum. Menengadah menatap birunya langit, awan putih bersih berarak menghias.Biasanya, dulu sepagi ini, Yuna sudah disibukkan dengan aktivitas restoran yang mulai bersiap buka. Dia karyawan teladan yang memiliki banyak pekerjaan, mulai dari menyapu sampai mengelap kaca-kaca restoran.Dan semua itu menghilang sejak dia melakukan kontrak dengan Kennan. Yuna keluar dari dua pekerjaannya secara baik-baik, meski mendadak sekali. Membuat banyak temannya di restoran maupun di kedai mengernyit curiga padanya.Sudahlah. Yuna tidak ingin mengungkit awal mula dia terikat dengan Kennan. Sangat menyakitkan. Di mana dia merendahkan harga dirinya demi segenggam kehidupan layak yang dijanjikan.Yuna mengusap wajah, meregangkan tubuh agar sedikit lebih segar dan menghilangkan kekalutan ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28

Bab terbaru

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 10. Candaan Pagi

    Bab 10. Candaan PagiBerjalan-jalan di pelataran rumah, Yuna menikmati udara pagi dan semerbak bunga yang menguar, memenuhi indera penciumnya. Langit cerah dengan cahaya mentari yang hangat menyapa. Dia menyungging senyum. Menengadah menatap birunya langit, awan putih bersih berarak menghias.Biasanya, dulu sepagi ini, Yuna sudah disibukkan dengan aktivitas restoran yang mulai bersiap buka. Dia karyawan teladan yang memiliki banyak pekerjaan, mulai dari menyapu sampai mengelap kaca-kaca restoran.Dan semua itu menghilang sejak dia melakukan kontrak dengan Kennan. Yuna keluar dari dua pekerjaannya secara baik-baik, meski mendadak sekali. Membuat banyak temannya di restoran maupun di kedai mengernyit curiga padanya.Sudahlah. Yuna tidak ingin mengungkit awal mula dia terikat dengan Kennan. Sangat menyakitkan. Di mana dia merendahkan harga dirinya demi segenggam kehidupan layak yang dijanjikan.Yuna mengusap wajah, meregangkan tubuh agar sedikit lebih segar dan menghilangkan kekalutan ha

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 9. Cinta Belasan Tahun

    Bab 9. Cinta Belasan TahunYuna sedang menanam bunga ketika sebuah mobil memasuki pelataran rumah. Dia tidak mendongak sedikit pun untuk sekadar menilik siapa yang datang. Masih sibuk menanam bibit bunga matahari yang baru dibelinya. Bukan dia yang beli sih, dia meminta Mini untuk mencari bibit bunga di penjual tanaman. Tadinya ingin menanam pohon mangga dan durian, tapi urung karena takut Kennan tidak akan suka.Dan ketika berpikir lagi, sekalipun dia menanam pohonnya, keberadaan dirinya di rumah itu tidak sampai hingga pohonnya berbuah.Menepuk-nepuk tangannya yang kotor karena tanah, Yuna menegakkan tubuh dan sedikit meregangkannya. Dia tersenyum melihat deretan bibit bunga yang baru ditanamnya.“Nona, Tuan Kennan sudah pulang.” Mini berseru tidak jauh dari Yuna.“Sudah pulang?” Yuna mengernyit, dia menengadah menatap langit biru di atas sana. Tumben sekali, biasanya Kennan pulang ketika malam menjelang tapi ini matahari saja masih bersinar terik.Terburu-buru, Yuna berjalan ke ara

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 8. Kennan Sabdayagra

    Bab 8. Kennan SabdayagraYuna mengetuk pintu ruang kerja Kennan, menunggu sebentar sebelum sebuah seruan dari dalam terdengar.Membuka pintu, Yuna berjalan ke arah Kennan yang fokus pada pekerjaannya. Dia membawa nampan berisi secangkir kopi hitam pekat tanpa gula. Pesanan laki-laki itu. Tadi Yuna merebutnya dari seorang pelayan yang hendak mengantarkan.Yuna meletakkan cangkir ke atas meja. Cukup jauh dari tebaran dokumen yang memenuhi meja kerja Kennan. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi Kennan masih enggan untuk beranjak dari pekerjaannya.“Apa Tuan tidak lapar?” tanya Yuna, mendekap nampan kosong di dadanya.Sesaat Kennan mengernyit, namun sedetik berikutnya dia menyeringai. Dia menatap Yuna dengan kerlingan menggoda. “Aku lapar, tapi malam ini lelah sekali. Jadi ingin tidur saja.”Yuna tersedak. Mengerti maksud ucapan Kennan. Tidak jauh-jauh dari program anak. Menggelengkan kepala, Yuna menyangkal cepat. “Maksud saya, lapar makan nasi. Bukankah Anda belum makan malam?”Ke

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 7. Malu-malu Mau

    Bab 7. Malu-malu MauHidup bak putri raja, mungkin itu sebutan yang pantas disematkan pada seorang Ayuna Malika. Gadis bau kencur yang resmi menyandang status sebagai istri seorang Kennan Sabdayagra.Meski pura-pura. Meski berbatas waktu.Kali ini, Yuna sedang duduk di tepi ranjang dengan sebuah novel terbuka dipangkuan. Membaca novel romantis kesukaannya, yang entah tahu dari mana, Kennan menyiapkan puluhan buku itu di kamarnya. Mungkin dimaksudkan untuk mengusir bosan. Entahlah, Yuna tidak pernah menanyakan perihal itu.“Tuan,” panggil Yuna melirih, digigitnya bibir bawah, harap-harap cemas menanti respon dari Kennan. Pasalnya, laki-laki itu sedang sibuk dengan laptop menyala, sejak satu jam yang lalu.Cukup lama hingga akhirnya Kennan menoleh menatap Yuna. “Ada apa?” tanya Kennan, dahinya mengernyit samar.Yuna meletakkan novelnya ke atas nakas, menyibak selimut yang sedari tadi membungkus kakinya. Siang hari memang, tapi Kennan tidak membiarkan jendela kamar terbuka, lebih memilih

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 6. Jadi Menikah

    Bab 6. Jadi MenikahSendiri di pelataran, Yuna berdiri canggung di depan sebuah bangunan megah. Meski begitu, tatapannya tetap terkagum akan desain rumah klasik khas mediteranian itu. Tampak tenang dan nyaman untuk disinggahi. Halamannya luas dan asri. Ada banyak bunga-bunga yang mekar, beraneka ragam dengan warna-warna cantik, juga air mancur yang membuat suara gemerisik menenangkan.Yuna memejamkan mata, awal baru dari kehidupannya sudah dimulai sejak dia pertama kali menginjakkan kakinya di rumah itu.“Nona.”Yuna mengerjap, tersenyum samar pada seorang perempuan yang memperkenalkan diri padanya bernama Mini. Juga, satu-satunya perempuan yang menyambut kedatangannya dan setia berdiri satu langkah di belakangnya.“Silakan masuk,” ucap Mini, tangan kanannya terangkat mempersilakan.Yuna mengangguk. Hendak menggeret koper berukuran sedangnya namun urung karena ada tangan yang menahannya.“Saya saja yang membawanya, Nona,” ucap Mini dengan senyuman di wajah yang tak kunjung luntur.“Ti

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 5. Menerima Apa adanya

    Bab 5. Menerima Apa AdanyaKennan melirik jam yang melingkar apik di pergelangan tangan kirinya. Mendesah berat ketika jarum jam menunjukkan pukul empat sore. Dia lupa makan siang, terlalu sibuk dengan berbagai pekerjaan yang lambat laun semakin menguras waktunya.Dan perlahan, dia pun merindukan perhatian. Seharian ini tidak ada yang mengingatkannya untuk makan, apalagi mengajaknya makan bersama. Membuat dia bertambah malas untuk menyentuh makanan.Melepas jas kantornya, Kennan menanggalkannya di atas kursi. Mejanya sudah rapi, dengan tumpukan berkas yang selesai dia periksa.Kennan baru akan keluar ruangan, ketika sebuah ketukan di pintu mengurungkannya. Terlihat Rita dengan senyum ramahnya menyembul di balik pintu.“Ada apa?” tanya Kennan, dia duduk di pinggiran meja dengan sebelah tangan tersimpan rapi di saku celana depan.“Ada tamu yang ingin menemui Anda, Pak,” kata Rita, sembari membuka daun pintu lebih lebar.Kennan yang tadinya mengernyit, seketika menyeringai tipis melihat

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 4. Melihat Sisi Lain

    Bab 4. Melihat Sisi LainKennan meringis mengingat perkataannya beberapa hari lalu. Dia sendiri tidak yakin ucapan itu keluar dari bibirnya. Tapi, sudah telanjur basah, jadi menurut Kennan sekalian saja dibasahi sampai kuyup.Dia sedang duduk di ruang santai rumahnya, sendirian. Ayahnya sudah kembali ke Jepang menemani ibunya yang memang lebih suka tinggal di tanah lahirnya. Jefry sendiri mendapat tugas kerja ke kantor cabang di Singapura. Dan berakhir lah dia tanpa kawan seorang pun.Memangnya siapa lagi yang Kennan harapkan. Wilona sudah resmi bertunangan, jadi mana mungkin perempuan itu mau berlama-lama menghabiskan waktu dengannya seperti dulu.Tempo hari, dia datang tepat beberapa menit sebelum acara pertunangan Wilona selesai. Sengaja. Karena sebelumnya, Kennan justru tidak ingin menginjakkan kaki di acara itu. Terlalu menyakitkan melihat perempuan yang dicintai, bahagia bersama laki-laki lain.Beranjak dari duduknya, Kennan memutuskan untuk mencari angin di luar. Hari sudah sor

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 3. Mengambil Langkah

    Bab 3. Mengambil LangkahKennan mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin, menelisik wajah-wajah perempuan cantik di kantornya. Semua terlihat ramah dan sopan dalam balutan pakaian kerja. Sedikit banyak, dia terpengaruh akan ucapan Jefry. Mencari perempuan yang bisa bekerja sama.Tapi siapa? Lagi, pertanyaan itu menghampiri benaknya. Jika Kennan sembarang memilih perempuan, nanti keturunannya yang dipertaruhkan. Jika dia memilih perempuan di kantornya, dia akan merusak image-nya yang sempurna. Nanti, dia di cap lelaki hidung belang.Kennan berdecak. Buntu. Usulan Jefry yang ngawur kenapa dianggap serius?Melangkahkan kakinya menjauh dari area kantin. Kennan memilih kembali ke ruang kerjanya. Lebih baik dia menyelesaikan pekerjaannya daripada mencari hal yang masih belum masuk di nalarnya.“Sial.” umpat Kennan dalam hati.Jefry berhasil membodohinya dengan banyak bualan. Harusnya ucapan Jefry, Kennan anggap angin lalu. Tapi, kenapa justru semakin melekat diingatannya. Dia tergiur bua

  • Kekasih Tuan Muda   Bab 2. Kedua Kali

    Bab 2. Kedua KaliYuna bangun lebih pagi, kata ibunya dulu, anak perempuan tidak baik bangun kesiangan apalagi ketika matahari sudah menyingsing. Nanti rejekinya dipatok ayam, jodohnya jauh. Oleh karena itu, saat azan subuh berkumandang, Yuna sudah menegakkan tubuh. Dia bergegas ke kamar mandi dan memulai aktivitas paginya.Menguap, Yuna menempelkan punggung tangan kirinya di depan mulut. Meski sudah mandi kantuknya masih terus merayap. Dia membuka pintu kosnya, keluar kamar mencari sarapan. Mungkin nasi uduk di sekitar kosnya, yang tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Tidak sampai sepuluh menit, Yuna tiba di depan sebuah rumah sederhana. Dia mengukir senyuman dengan langkah semakin mendekat pada teras rumah itu.“Selamat pagi, Nek,” sapa Yuna ramah.Warung nasi uduk langganannya, di samping enak, harganya tidak membuat kantongnya cepat kering.Sang nenek yang mengenal Yuna, tanpa diminta mulai meracik pesanan. Sebelumnya, nenek menyahut sapaan Yuna disertai senyuman yang menampi

DMCA.com Protection Status