"Halo, Mbak Jihan, perkenalkan, aku Ralin, kekasih suamimu."Mendadak ruangan yang diperuntukkan bagi talent berdandan itu hening. Tempat yang tadinya ramai oleh canda dan tawa menjadi senyap seketika. Ruangan itu sempurna tanpa suara. Hanya terdengar pendingin ruangan yang berdesing pelan menandakan benda itu bekerja secara maksimal.Hampir secara bersamaan, semua orang yang ada di ruangan itu menoleh pada gadis muda yang berdiri santai di samping meja rias Jihan. Wanita itu tersenyum lebar dan mengulurkan tangan pada Jihan yang masih terpaku menatapnya dengan wajah kebingungan. Ketukan di pintu membuat kesibukan yang sempat terhenti menggeliat kembali. “Jihan, siap-siap yuk. Giliran kamu perform lima menit lagi.”“Oke, Mas Galang.” Jihan mengangkat jempol sambil mengedipkan mata pada crew stasiun televisi swasta itu. “Sudah, Kak?” Jihan menoleh pada Sisi, MUA yang sejak tadi memoles wajahnya dengan riasan dan memastikan pakaian yang dia kenakan menempel dengan sempurna di tubuh lan
“Nanti ya, Kak? Aku persiapan tampil dulu. Sebentar lagi giliranku.” Ralin tersenyum lebar pada beberapa wartawan yang sejak tadi terus mengikutinya kemanapun. Gadis itu berjalan cepat meninggalkan awak media yang terus menanyakan tentang ucapannya pada Jihan tadi.Saat akan naik ke panggung, Ralin melihat Jihan sedang melakukan konferensi pers. Kembalinya Jihan ke dunia modeling yang sepuluh tahun ini ditinggalkannya memang menarik atensi publik cukup tinggi. Di sampingnya, lelaki bertubuh atletis dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter duduk mendampingi sambil sesekali bercanda dengan dua mereka.Ralin menarik napas panjang. Dia urung melanjutkan langkah saat Aditya menoleh. Hatinya bergemuruh ketika tatapan mereka bertemu. Walau jarak mereka cukup jauh, Ralin dapat merasakan sorot mata lelaki itu menatapnya tajam. Sekejap, pria berusia empat puluh satu tahun itu langsung mengalihkan pandangan lagi.Ralin tersenyum tipis. Dia menarik napas panjang untuk mengendalikan getar-ge
“Apa salah satu alasan Jihan kembali ke dunia modeling adalah karena merasa kalah saing dengan Ralin?”“Ralin?” Aditya menautkan alis dan secara refleks mengulangi nama yang disebutkan oleh awak media barusan. Dia menoleh cepat pada Jihan yang juga sedang menatap dirinya dengan sorot mata yang sulit diartikan.“Apa Anda mengenal Ralin?” Sontak para awak media langsung fokus pada Aditya. Lelaki itu menarik napas panjang. Rahangnya terkatup rapat, dia tidak menyangka pertanyaan itu akan muncul malam ini.“Saya merasa inilah saatnya saya kembali ke dunia yang sudah membesarkan nama saya.” Jihan menjawab tenang saat keadaan mulai tidak terkendali. “Kedua anak saya sudah mandiri. Rayna sepuluh tahun dan adiknya, Damar, sebentar lagi genap berusia tujuh tahun.” Jihan tersenyum lebar. Tangannya bergerak menggandeng tangan Aditya.“Saya merindukan masa-masa saat menjadi model. Masa-masa penuh perjuangan dulu sebelum saya dipersunting oleh lelaki tampan di samping saya ini.” Jihan dan Aditya b
“Ya, aku mundur.”Aditya menegakkan badan. Tubuhnya terasa kaku seketika. Dia menatap Jihan tidak percaya. Suara lembut istrinya barusan terasa menghantam dadanya.“Aku menyerah di usia sebelas tahun pernikahan kita.” Jihan menekan dada. Bibirnya tertarik membentuk segaris senyuman tipis. Ucapan suaminya barusan kembali terngiang di telinga. “Saya begini dari dulu. Kamu juga tahu itu. Kalau kamu tidak terima, silahkan mundur!” Ah … ringan benar kalimat itu keluar dari bibir Aditya. Seolah dia tak ada harganya sebagai seorang istri dari dua anaknya.“Apa maksudmu?” Napas Aditya memburu. Lelaki itu menajamkan pandangan melihat Jihan justru tersenyum diantara tangis. Dia tersengal saat Jihan mengangkat kepala. Mereka bertemu pandang. Tatapan itu, mata cemerlang Jihan menampakkan luka yang teramat sangat.Aditya memalingkan wajah. Dia tidak sanggup melihat wajah Jihan yang basah. Selama mereka menikah, baru kali ini dia melihat istrinya itu meneteskan air mata.“Seperti yang Mas ucapkan
“Mau kemana?” Aditya menautkan alis melihat Jihan yang sedang memoles wajah di depan meja rias. Lelaki itu melirik jam mewah di tangannya, hampir tepat jam empat. Setelah proses penandatanganan kontrak kerjasama dengan pelanggan baru selesai, dia memang langsung pulang.“Mas sudah pulang?” Jihan bertanya heran. Wanita itu mengambil tas kerja suaminya dan mencium tangan Aditya.Inilah yang Aditya suka, semarah apapun, Jihan tetap menghormatinya sebagai suami dan melayaninya dengan baik. Bahkan, setelah perdebatan mereka tadi malam yang membuat Jihan berkeras ingin bercerai, wanita itu tetap menjalankan kewajibannya saat Aditya meminta hak. Seminggu mengurus pekerjaan di luar kota membuat keinginan itu begitu kuat.“Tumben.” Jihan tersenyum tipis. Dia kembali melanjutkan merias wajah setelah meletakkan tas kerja Aditya. Mendadak, Jihan tertawa kecil. Dia merasa geli melihat Aditya sudah di rumah sesore ini. Biasanya, lelaki itu selalu pulang di atas jam sembilan malam. Paling cepat jam
Aditya menghembuskan napas kencang. Baru kali ini Jihan sangat keras. Walaupun sikapnya tetap lembut seperti biasa, tapi wanita itu tegas mengatakan keputusan yang akan dia ambil.Mereka diam sepanjang sisa perjalanan. Jihan memilih menyibukkan diri memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Sesekali, wanita itu membenarkan hijab yang dia kenakan. “Kenapa berhijab?” Aditya mendadak teringat pertanyaannya setahun yang lalu. Mereka akan menghadiri acara gathering keluarga bersama karyawan hari itu. Aditya sedikit heran karena Jihan tampil dengan tunik selutut dan hijab kekinian.“Tidak apa-apa. Aku mulai rutin mengikuti kajian, Mas. Tahun depan usiaku menginjak pertengahan kepala tiga, aku ingin mulai memperbaiki diri.”Aditya hanya mengangguk mendengar jawaban istrinya saat itu. Sejujurnya, Jihan terlihat sangat manis dengan hijab bunga-bunga yang dia kenakan. Namun, lidahnya kelu untuk memuji. Bertahun-tahun kata rayuan sudah tak pernah lagi dia ucapkan. Lagipula, tanpa dia katakan
Satu jam lebih dua puluh menit, pemotretan akhirnya selesai. Jihan langsung menuju ruangan untuk beristirahat yang sudah disediakan. Sebagai model senior yang sudah punya nama, dia memang diistimewakan.Ah … tidak mudah untuk sampai di tahap ini. Dulu, masa-masa masih merintis, ruangan tempat dia istirahat itu bisa ditempati sampai belasan model. Mereka berjubel menunggu giliran. Sesak. Lapar. Lelah. Semua rasa berbaur menjadi satu.Makan tisu yang dicelupkan pada air lemon sudah menjadi konsumsi sehari-hari untuk mengganjal perut saat sedang ada event. Semua dilakukan oleh para talent agar tetap langsing dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh penyelenggara acara.Dimarahi, dicaci, semua sudah dia lewati. Jihan kenyang oleh makian saat namanya belum diperhitungkan. Sungguh, gemerlap dunia model yang selalu tampil cantik dan penuh kemewahan tak seindah yang selalu diperlihatkan.“Foto-foto kemesraan Ralin dan Aditya menggemparkan media hari ini. Di salah satu foto dengan latar Mena
“Kamu serius mau mengajukan gugatan?”Jihan yang sedang merapikan kotak bekal menatap Aditya yang berdiri di pintu dapur. Lelaki itu menarik napas panjang dan menarik kursi. Dia duduk diam memperhatikan tangan istrinya yang cekatan menyiapkan perbekalan.“Buahnya mau langsung di iris semua, Bu?” Rumi, wanita setengah baya yang sudah bekerja di rumah mereka sejak Damar lahir mendekat sambil membawa buah-buahan yang sudah dicuci.“Melon dan pepaya dipotong kotak kecil-kecil, Bi, biar gampang nanti dimakan pakai garpu. Mangga sama apel bawa masing-masing tiga saja. Langsung taruh di rantang saja, nanti biar saya kupas sendiri. Terima kasih ya, Bi.” Jihan memberikan arahan sambil tangannya sibuk memasukkan ayam masak rica-rica, sambal, rebusan labu siam, buncis dan bayam.“Tolong ambil kerupuk udang itu, Mas.” Jihan menunjuk toples besar di samping Aditya. “Terima kasih.” Jihan tersenyum tipis. Wanita yang memiliki alis tebal itu langsung sibuk menata perbekalan dalam satu keranjang.“Kam
Aditya menoleh pada Jihan saat mendengar berita dari radio. Seperti biasa, Pardi akan menyalakan radio di mobil untuk mendengarkan kabar-kabar sepanjang perjalanan menuju kantor Aditya.“Apa ini salah satu strategi yang sengaja disusun?” Ralin langsung bertanya sebelum Aditya membuka percakapan. “Tepat tiga hari sebelum produk diluncurkan, berita tentang perselingkuhan yang Mas dan wanita itu lakukan bertahun lalu kembali diungkit. Inikah yang Pak Afrizal katakan tentang strategi branding produk tidak dimulai dari nol?”Aditya menahan napas saat Jihan memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Dia yang masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya sedang dibicarakan hanya bisa terdiam dan terus mendengarkan.“Bukankah Mas sudah berjanji perbuatan hina itu tidak akan diungkit lagi? Mas berjanji tidak akan menggadaikan kebahagiaan anak-anak?” Jihan tersengal melihat Aditya yang membisu. “JAWAB, ADITYA! APA KAU SENGAJA MENGELUPASKAN KEMBALI LUKA DIHATIKU YANG BAHKAN BELUM KERING BENAR? KAU
Jihan menarik napas panjang. Wanita itu menggeleng pada Sumi hingga ART itu urung mematikan televisi. Jihan paham sekali, jejak digital tidak akan pernah bisa dihilangkan walau sampai kapanpun. Dia dan Aditya sudah menuliskan catatan kelam yang akan dituntut penjelasan oleh kedua anaknya kelak. Tidak sekarang, maka nanti pasti waktunya akan tiba.Namun, Jihan tidak menyangka akan secepat ini. Saat dia masih berusaha menata hati dan Aditya berjuang untuk meningkatkan perusahaan lagi, waktu itu datang. Rayna meminta penjelasan. Saat usianya sedang dalam masa emosi yang labil, pertanyaan yang dilemparkan oleh Rayna terdengar sangat menakutkan bagi Jihan.Salah bicara, bisa-bisa mempengaruhi pandangan anaknya tentang kehidupan di masa depan. Trauma, rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang terdekat, menyalahkan keadaan dan masih banyak lagi dampak buruk yang dikhawatirkan Jihan akan mempengaruhi pertumbuhan anaknya."Dalam dunia entertainment, ada yang disebut dengan gimmick." Jihan
“Jihan Qirani, Aditya Buana dan Ralin Kamala, masih jelas dalam ingatan kita semua, dua tahunan yang lalu tiga nama besar itu terlibat kasus cinta segitiga yang sampai saat ini kebenarannya masih menjadi tanda tanya.Satu pengusaha besar dan dua model dengan prestasi yang tidak main-main. Dikabarkan terlibat kisah cinta terlarang. Ralin yang saat itu masih berusia dua puluh lima tahun dengan kesadaran dan kemauan sendiri mengaku telah menjadi simpanan Aditya.Sampai detik ini, tidak ada klarifikasi apapun dari Aditya maupun Jihan. Pasangan suami istri itu sepakat bungkam dari media. Mereka hanya menampilkan keharmonisan hingga akhirnya berita menggemparkan itu hilang begitu saja ….”Kotak bekal di tangan Jihan terlepas. Bunyi berkelontangan memenuhi ruangan hingga membuat Sumi yang tengah menggoreng telur mata sapi di dapur berlarian ke ruang makan. Potongan sushi, buah melon dan pir berjatuhan memenuhi lantai. Beberapa bahkan mengenai kaki Jihan. Nasi dan potongan ayam krispi memenuh
Nia menatap datar pada Armila yang menghampirinya. Wanita itu mengedarkan pandangan, tempat makan itu tidak terlalu ramai. Ada banyak meja kosong yang tersedia. Kenapa pula wanita itu harus duduk satu meja dengannya?“Ada yang ingin kubicarakan. Sejak kejadian setahun yang lalu, kita tidak pernah lagi saling sapa. Kau selalu menghindariku, padahal ada banyak yang ingin kubicarakan denganmu.”Nia menarik napas panjang. Dia mempersilakan Armila duduk dengan menunjuk kursi menggunakan dagunya. Dia sedikit penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan oleh mantan selingkuhan suaminya itu. Terakhir, mereka bertemu saat acara makan siang. Itupun hanya basa basi ringan sebagai bentuk formalitas saja.“Miso ramen, minumnya ocha dingin. Terima kasih.” Armila menyerahkan kembali buku menu pada pramusaji. Sebenarnya, dia berencana mengajak makan malam Dirga di sini. Namun, lelaki itu menolak dan memilih pulang. Andai Dirga mau, dia bisa membuat hubungan suami istri itu semakin renggang. “Tadi Dirg
Ralin tersenyum lebar sambil membalas tatapan Jihan. Ucapan Jihan terdengar tenang, tapi meluluh lantakkan harga diri Ralin. Seperti biasa, Jihan memang selalu tampil tenang dan bisa mengendalikan diri. Suatu sikap yang sangat dibenci oleh Ralin. Dalam pandangannya, Ibu beranak dua itu selalu ingin terlihat tampil sempurna. Munafik. “Mbak nyindir aku?” Ralin membasahi bibir dengan lidah. Dia belajar banyak dari sikap Jihan. Cara wanita itu mengendalikan diri dan keadaan kadang justru memberikan intimidasi yang lebih kuat daripada kalimat-kalimat tajam.“Menurutmu?” “Kalau suami orangnya seperti Mas Aditya, ya wajar saja kalau takut kehilangan, Mbak. Mas Aditya itu lelaki langka. Tampilan fisiknya bagus, rekeningnya OK, staminanya saat di ranjang pun bisa membuat menggelepar. Mas Aditya main nggak cukup sekali ‘kan?” Ralin mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah. Seolah sedang kepanasan karena membayangkan kegagahan Aditya.“Iya, kami biasanya main sampai pagi. Service yang suami
“Mari, Pak Afrizal, Pak Aditya.” Ralin mengangguk sopan dan mengikuti manajernya untuk mulai melakukan pemotretan.Afrizal mengangguk-angguk. Lelaki itu tersenyum lebar melihat ketegangan antara Ralin, Jihan dan Aditya. Apapun yang terjadi, dia akan mendapat keuntungan dari kerjasama ini. Apalagi kalau sampai ada singgungan lagi antara mereka. Produk yang dia keluarkan akan semakin booming. Zaman ini, apapun yang viral akan cepat mendapat perhatian.“Cakra Buana.” Afrizal mendesiskan nama orangtua Aditya. “Tidak kusangka, bisnis kita akan bersinggungan kembali. Puluhan tahun lalu kita gagal saat bekerjasama. Kini, semoga kerjasama ini akan berhasil dan membawa keuntungan besar.” Afrizal memandang nama perusahaan Mata Air Buana yang megah. Simbol kejayaan perusahaan itu di masanya.“Sehat, Pak Afrizal?” Pertanyaan Jihan membuat Afrizal mengalihkan perhatian dari hamparan air yang menjadi latar nama perusahaan Buana. Dia sedikit keheranan kenapa pengusaha itu sampai meluangkan waktu han
“Terima kasih.” Dirga menerima sebotol air mineral yang diberikan Armila. Mereka baru saja memberikan pengarahan pada anggota tim terkait pekerjaan yang akan dimulai pekan depan. “Kalau proyek kali ini sukses juga, mungkin kita akan menjadi perwakilan kerjasama dari perusahaan masing-masing selamanya, Bee.” Armila tersenyum lebar sambil mengangguk. Wanita itu meletakkan helm proyek yang dipakainya. Dia duduk di samping Dirga yang sedang menyelonjorkan kaki.Dirga hanya menanggapi ucapan Armila dengan anggukan kecil. Matanya menatap sekitar. Rencana pembangunan jalan karena akses daerah terputus akibat longsor beberapa bulan lalu mulai mereka tangani.Entah bagaimana caranya para petinggi perusahaan bekerja hingga akhirnya proyek ini bisa dimenangkan oleh mereka. Cuaca yang cukup panas membuat Dirga langsung menenggak habis sebotol air yang diberikan Armila.“Bee?” Armila terus memandangi wajah Dirga yang tidak sekalipun menatapnya. Bee, panggilan sayang darinya untuk Dirga semasa ber
“Begini, sebenarnya, dalam sebuah organisasi, kehadiran itu sangat penting.” Aditya tersenyum saat menatap mata Jihan. “Dengan hadirnya kita, akan terjalin kedekatan emosional. Hal itu akan menyebabkan kita menjadi satu frekuensi. Dari sana, visi dan misi yang sudah disusun bisa dicapai. Tentu saja, keberhasilan usaha akan mengikuti kalau pengelolanya sudah sejalan.”Jihan diam mendengarkan penjelasan Aditya. Dia mulai memikirkan cara agar tidak terlalu sering absen dari RPH. Karirnya di dunia modeling tidak akan lama lagi. Model-model muda sudah mulai berdatangan. Proses regenerasi alami yang pasti terjadi.“Bagaimana hasil pertemuan tadi, Mas?” Jihan bertanya setelah diam beberapa saat. Dia dapat merasakan bahu suaminya sedikit menegang hingga membuat Jihan sedikit menautkan alis. Ada apa?“Perjanjian kerjasama sudah ditandatangani.” Aditya menarik napas panjang. Sebenarnya, sejak tadi dia berpikir keras bagaimana cara menyampaikan tentang Ralin yang terlibat di dalamnya. Dua tahun
“Rencananya nanti pas kelas tiga, Ma. Karena ‘kan minimal usia lima belas tahun. Jadi, belum bisa sekarang-sekarang ini.” Rayna mengambil paha ayam masak lada hitam. Dia hanya memutar bola mata saat Damar mendelik. Ini potongan ayam ketiga yang dia ambil.“Kak Rayna memang tidak takut gendut? Nanti kayak gajah!” Damar terkekeh.“Dih? Kok body shaming? Nggak boleh begitu, Damar!” Rayna mendelik. “Jangan-jangan di sekolah kamu sering membully temanmu yang gendut ya?” Rayna mengacungkan garpu di tangannya ke arah Damar.Jihan menggeleng melihat kelakuan dua anaknya. Bahkan saat di meja makan pun ada saja yang bisa membuat kakak beradik itu beradu argumen. Wanita itu memegang tangan Rayna. Dengan kode mata, dia meminta Rayna menurunkan tangannya yang teracung.Damar tersenyum lebar melihat wajah tertekuk kakaknya saat dipelototi oleh Mama mereka. “Maksud Damar kan baik, Kak, biar Kak Rayna bisa jaga badan."Rayna menatap adiknya gemas. Bisa-bisanya anak kelas tiga SD itu berbicara tentang