Rangkaian selebrasi pernikahan Bayyu telah usai. Seluruh tamu undangan beserta keluarga besar telah meninggalkan venue, termasuk Bayyu dan Airin. Hanya saja, mereka itu tak lantas menuju kediaman, melainkan ke sebuah hotel yang telah dipesan Bayyu dengan tajuk “honeymoon package’.
Setiba di resepsionis dan melakukan check in, mereka diantar ke sebuah kamar yang dinamai Towers Room. Pemandangan kamar ala pengantin baru menyambut kehadiran mereka di kamar seluas 42 m2 tersebut. Sebuket mawar merah dan juga kelopak-kelopaknya yang disusun membentuk simbol hati, perlambang cinta, menyapa di atas tempat tidur. Airin terkesima. Bunga mawar merah adalah kesukaannya. Bayyu tertawa jenaka dalam hati, untung saja ia tidak salah pilih mawar ungu. Bisa celaka urusannya. Ah, tiba-tiba pemandangan seperti itu mengingatkannya akan kejadian di The Garden tempo hari. Bayangan Selena mendadak mengganggu pikirannya. Bayyu buru-buru menepis ingatan yang tak seharusnya muncul
“Ce-rai??” eja Bayyu dengan terbata, mengulangi pernyataan yang baru saja dilontarkan Airin. “Baru beberapa jam yang lalu kita sah menjadi suami istri, Ai. Berikrar di depan penghulu, orang tua, dan juga Tuhan. Kamu jangan main-main dengan kat-“ belum sempat Bayyu melanjutkan ucapannya, Airin sudah menyambarnya bak kilat. “Kamu yang mempermainkan pernikahan kita dari awal, Mas. Bahkan jauh sebelum pernikahan ini ada. Kamu yang memulai, kamu yang jahat di sini, bukan aku!” tegas Airin histeris. Bayyu terdiam, tertunduk. Tergugu. Bersamaan dengan itu, badannya luruh, berlutut di depan Airin, masih dengan kondisi handuk terlilit di badannya. Kedua tangannya berusaha meraih tangan istrinya untuk digenggam, tapi buru-buru ditepis Airin. “Jangan sentuh aku, Mas. Pakailah bajumu. Aku tidak mau melihat bayang-bayang perempuan itu ada di badanmu. Aku masih harus berdamai dengan diri sendiri. Aku belum bisa memaafkanmu untuk kekhilafanmu yang ini. Maaf. Berdiri
“Gas, kamu kelewatan banget, sih. Masak mempermalukan Selena di depan banyak orang gitu. Kasihan, tahu,” protes Shinta pada Glenn Bagas usai menurunkan Selena di rumahnya. Sepanjang perjalanan mereka dari tempat resepsi pernikahan Bayyu dan Airin hingga rumah Selena, ketiganya sibuk dengan kediamannya masing-masing. Meski sesekali Shinta berusaha memecah suasana dan mengajak ngobrol, nyatanya Selena hanya menyahut sekadarnya.“Santai aja. Dia udah siap lahir batin, kok. Buktinya, dia berani datang. Jelas-jelas Airin benci banget sama dia. Dia yang memilih untuk mempermalukan dirinya sendiri.”“Ya, tapi, kan, nggak bisa seenaknya gitu, Gas. Tapi, iya juga, sih. Andai aku jadi Selena, mending aku diem aja di rumah. Eh, tapi ogah juga sih jadi dia. Nggak bakat aku jadi orang ketiga.”“Jelaslah, bakatmu kan jadi korban yang mengenaskan. Ditinggal tanpa kejelasan,” kelakar Glenn Bagas yang langsung mendapat sambutan han
“Shint, ayo, cepetan! Kebiasaan, deh, lel—” seruan Glenn Bagas terhenti tiba-tiba karena ia terperanjat mendapati Shinta yang telah bertengger manis di dalam mobilnya yang memang sedang ia panasi di halaman.“Kali ini siapa yang lelet, hah? Buruan!” ejek Shinta dengan intonasi yang tidak kalah tinggi.“Lah, ganti ngegas,” Glenn terkekeh sembari memasuki mobilnya dan menguasai kemudi. Bersiap melaju menuju kantor. Jarum jam di pergelangan tangannya hendak menunjukkan pukul delapan. Masih ada waktu untuk bersantai di balik kemudi, memutar lagu dari stasiun radio favoritnya sembari memantai berita terhangat pagi itu.Sementara itu, seperti biasa, Shinta lebih memilih asik tenggelam dengan ponselnya, berselancar menjelajah dunia maya. Awalnya ia mengintip Instagram, mengusap-usap hingga postingan terbawah, tidak ada yang menarik baginya. Iapun berpindah ke Facebook, melihat kenangan yang muncul di profilnya—salah satu
Setiap manusia memiliki hati dan setiap hati memiliki cintanya tersendiri. Tuhan Sang Maha Pembolak-balik hati selalu punya cara untuk menghadirkan cinta di hati manusia.***“Kalau kamu merasa tidak nyaman berpartner dengan Glenn, kamu bisa menolaknya,” ucap Bayyu seraya langkahnya menyejajari langkah Selena menyusuri lorong kantor. Pemandangan ketika Glenn Bagas ‘mengungkapkan’ isi hatinya kepada Selena sempat tertangkap lensa mata Bayyu dan itu jelas membuat lelaki itu merasa tidak nyaman. Meski kini ia sudah menikah, nyatanya ia tetap tidak mampu mengusir nama Selena dari lubuk hati dan otaknya. Bukan tidak mampu tepatnya, tapi tidak mau.“Aku tidak sedang dihadapkan pada pilihan. Lagian, bekerja sama dengan Mas Glenn sepertinya tidak terlalu buruk. Dia cakap dalam berkerja, ganteng, dan single, jadi tidak ada alasan untukku menolak bekerja dengan lelaki sekeren dia,” sindir Selena dibarengi dengan langkahnya yang be
Hari ini bertepatan sudah satu bulan pernikahan Bayyu dan Airin. Sebagai istri, Airin merasa sangat bersalah karena masih menahan hak Bayyu atas dirinya, padahal Bayyu telah menunaikan kewajibannya menafkahi dan menyediakan tempat tinggal yang layak untuknya. Jika ia terus bertahan dengan egonya, bukan tidak mungkin Bayyu justru akan mencari pelarian pada perempuan lain atau kembali pada Selena. Ia sadar, ia harus mengesampingkan egonya dan melupakan segenap kecewa dan sakit hatinya atas semua kejadian yang telah berlalu. Bukankah setiap manusia punya porsi khilafnya masing-masing dan berhak atas kesempatan yang lebih baik? Seperti kata ibunya, ia harus memanjangkan sabarnya dan menambah lapang hatinya. Tepat di hari ketiga puluh pasca ia menjadi istri, ia ingin mempersembahkan mahkota berharga yang selama ini ia jaga untuk suaminya. Meskipun sedikit terlambat. Tapi bukankah ia butuh waktu untuk berdamai dengan dirinya sendiri? Ia berencana untuk membuat kejutan keci
Orang yang berperingai buruk (bisa jadi) lahir dari masa lalu yang kurang baik.***Dua puluh tahun silamGadis kecil itu tidak pernah tahu siapa sosok ayahnya yang sebenarnya. Beberapa sosok lelaki yang dipanggilnya papa—seperti kata ibunya menyuruhnya memanggil—adalah sosok yang benar-benar berbeda dengan dirinya. Itu kentara sekali terlihat dari fisiknya yang lebih dominan berkulit putih dengan hidung mancung ala ras campuran yang melekat di dalam dirinya.Selena adalah anak dari hasil pernikahan ‘di bawah tangan’ mamanya dengan seorang WNA asal Australia. Tepat satu bulan kelahiran Selena kecil, papanya ditangkap oleh petugas imigrasikarena terdeteksi melakukan pelanggaran
Selena tak dapat menolak tawaran Bayyu untuk mengantarnya pulang. Sudah sepuluh menit ia tak dapat juga taksi online. Beberapa kali juga pesanannya dibatalkan. Kode alam mengisyaratkan akan segera turun hujan. Ia ingin cepat pulang. Lembur akhir bulan telah menyita seluruh energinya. Ia ingin cepat-cepat bertemu kasur.Tanpa pikir panjang, ia iyakan tawaran Bayyu. Terlihat gurat kelegaan di wajah lelaki itu. Lima menit pertama Selena berada di samping kemudi Bayyu, hening. Kedua insan yang pernah bertaut hati itu sama-sama menekuni sunyi di dalam batin masing-masing. Bingung ingin memulai percakapan apa."Ehm, udah makan?" Akhirnya sejurus basa-basi meluncur dari kerongkongan Bayyu. Memecah canggung di antara keduanya. Selena mengangguk. Mengisyaratkan sudah. Tak lupa ia mengurai senyum tipisnya. Bayyu ber-oh di mulutnya."Aku belum," ucap Bayyu pada dirinya sendiri. Tentu saja Selena masih cukup peka menerjemahkan kode yang dimaksudkan Bayyu tersebu
"Aku masih sangat mencintaimu. Maukah kau menjadi kekasihku lagi?""Ee.. ya, aku mau. Tapi, bagaimana dengan istrimu?""Biarlah itu menjadi urusanku. Tidak terlalu penting untuk dipikirkan.""Mas Bayyuuu! Bisa-bisanya kau bilang seperti itu!"Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Bayyu. Tapi, justru Airinlah yang mengaduh kesakitan."Aw," pekik lirih Airin menahan bobot tangan yang mendarat di wajahnya.Ia singkirkan telapak tangan suaminya perlahan-lahan. Rupanya itulah biang kerok yang telah membangunkan ia dari mimpi buruknya. Ya, masa lalu Bayyu dan Selena masih menghantuinya. Bahkan, tidak pernah bisa ia lupakan sama sekali. Sampai-sampai kerap terbawa mimpi. Seperti pagi ini.Rupanya gegera mimpi itu, ia jadi bangun kesiangan. Tapi, untungnya hari Minggu. Ia tidak perlu bergegas menyiapkan sarapan. Masih bisa bersantai sejenak.Ia tengok sosok di sampingnya. Lelaki yang masih tergole
Beberapa bulan berlaluIntensitas Glenn Bagas bertemu Airin sedikit berkurang. Bukan karena rasa kecewanya. Itu bukan kali pertama ia mendapatkan penolakan Airin. Sudah biasa. Tapi, ia memang sedang disibukkan menyiapkan keberangkatannya ke Negeri Kincir Angin.Sementara itu, Airin sudah memulai aktivitas barunya menjadi dosen Sastra Inggris. Di tengah kesibukannya itu, batinnya masih terus berkonflik. Ada rasa yang hilang di hatinya. Juga rasa bersalah. Airin dilema sendiri menafsiran perasaannya. Beberapa waktu ketika ia benar-benar sendiri, barulah ia merasakan betapa kehadiran Glenn begitu berarti. Tapi, ia juga belum bisa untuk memulai hubungan yang baru. Masih dihantui rasa takut dengan kegagalannya yang dulu.Maka, demi memperoleh kemantapan hatinya untuk melangkah ke depan, ia melakukan salat istikharah. Meminta petunjuk kepada Allah untuk memilih jalan hidupnya.Ia tak ingin salah langkah lagi. Maka, kali ini, ia tak hanya melibatkan Allah, tapi memang sepenuhnya menyerahkan
Selena diam-diam menyelinap ke kamar mandi membawa sepucuk surat titipan dari Bayyu. Shinta yang telah membawakan untukknya. Tak sabar membaca isi tulisan tangan mantan kekasih yang masih disimpannya rapat dalam hati itu.Tentang Tamu Spesial'Surat ini aku tulis tepat sehari sebelum pernikahanmu. Hai, apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja dan semestinya memang baik-baik saja. 🙂Oh, ya, selamat atas pernikahamu. Maaf, aku tidak bisa datang. Padahal, dulu, saat aku menikah, kamu berjiwa besar untuk memenuhi undanganku. Tapi, aku sebaliknya.Jujur, aku belum sanggup. Maaf, ya. Semoga melalui surat ini sudah terwakilkan kehadiranku. Semoga kamu tak kecewa.Aku mau jujur dan berterima kasih karena kamu dulu mau datang ke pernikahanku. Aku yakin itu bukan hal yang mudah untukmu. Tapi, terima kasih dan minta maaf, jika ada hal yang kurang berkenan.
Airin menghujani wajah tampan putranya dengan ciuman dan pelukan untuk pertama dan terakhir kalinya. Wajah putihnya tampak seperti bayi yang tengah tertidur pulas. Damai sekali. Sayang sekali, Airin belum sempat melihat putranya membuka mata atau mendengar tangisnya sekalipun.Bayi itu hanya mampu bertahan empat jam saja sejak ia dilahirkan. Memang masih memasuki 8 bulan, belum waktunya lahir. Terlebih, kondisi jantungnya melemah. Sempat masuk ruang NICU, tapi, nyatanya nyawanya tak bisa bertahan lebih lama. Airin saja belum sempat melihat wajahnya apalagi memeluk atau menyusuinya. Ia sudah harus kehilangan bahkan sebelum ia memiliki sepenuhnya. Itu yang sangat-sangat disesalkannya sebagai ibu.Air matanya sudah mulai surut, tapi kesedihan di wajahnya masih menggenang. Berulang kali ia berusaha menyadari kenyataan bahwa kehilangan di hadapannya adalah nyata, berulang kali pula ia harus membuka hatinya lapang-lapang. Ikhlas itu memang berat
"Pergilah. Sekeras apapun usahamu meminta maaf, itu akan sia-sia. Rasa sakitku belum kering. Mustahil aku bisa memaafkanmu sekarang. Pergilah dari hadapanku segera."Airin menolak permintaan maaf Selena. Bukan karena tak punya hati, sebab memang sudah tak ada lagi ruang di hatinya untuk memberi maaf. Baik untuk Selena ataupun Uttara Bayyu. Rasa sakit hati dan kecewanya benar-benar telah menutup pintu maafnya rapat-rapat.Tapi, bukan Selena jika mudah menyerah begitu saja. Terlebih, ketika ia menyadari kehadiran seseorang di balik pintu depan. Sedang mengamati percakapannya dan Airin. Selena buru-buru mengatur strategi untuk mencari muka. Berupaya memperbaiki nama baiknya.Selena segera bangkit dan mendekat ke arah Airin duduk. Menekuk kakinya di depan Airin. Berlutut meminta maaf. Airin terkejut melihat pemandangan tak biasa di depannya. Buru-buru ia berdiri dan menjauh dari Selena. Tapi, tangan Selena menahan Airin. Memaksanya berhenti sejenak."Ak
Pak Bram menugasi Bayyu untuk menggantikan dirinyameetingdengan perusahaan mitra. Ia juga memandatkan Selena mendampingi, sebab Tita yang seharusnya menjalankan itu sedang cuti.Tentu Bayyu tak bisa menolak. Semenjak mendapatkan teguran Pak Bram tempo hari, ia berusaha keras untuk memperbaiki kinerja dan citra dirinya. Khususnya di mata Pak Bram."Siapkan semua berkas untukmeetinghari ini, ya. 10 menit lagi kita berangkat. Aku tunggu di mobil," perintah Bayyu pada Selena melalui telepon. Ia sendiri sudah selesai menyiapkan bahan presentasinya nanti. Bergegaslah mengambil mobil.Sesaat setelah Bayyu berada di balik kemudi, Selena menyusul. Membuka pintu belakang dan duduk di belakang Bayyu. Bayyu melirik daricenter mirror."Aku bukan sopir yang mau mengantar majikan atau penumpangnya, lho, ya," sindir Bayyu."Oh, maaf." Selena langsung paham maksud Bayyu dan ber
Bayyu keluar dari ruangan Pak Bram dengan muka lesu. Ternyata, kejadian tempo hari ia mabuk dan menceracau di bar itu sampai ke telinga Pak Bram. Entah ulah siapa. Yang jelas, berkat kejadian itu, ia mendapatkan teguran keras."Saya dengar tidak hanya sekali ini Pak Bayyu seperti itu. Saya tahu itu sudah di luar jam kantor, tapi apa yang Anda lakukan itu sangat tidak terpuji. Bisa mencederai nama baik tempat Anda bekerja juga nantinya. Apalagi jika itu mempengaruhi kinerja Anda. Maka masa depan Anda di sini juga dipertaruhkan. Anda paham itu, bukan?""Iya, Pak. Saya mohon maaf.""Bukan hanya itu saja, Pak Bayyu. Kinerja Anda akhir-akhir ini juga tampak menurun. Tidak seperti biasanya. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi pada kehidupan pribadi Anda, tapi, saya harap, itu tidak menjadi alasan penurunan kinerja Anda. Begitu, ya, Pak Bayyu. Semoga bisa dimengerti."Kata-kata Pak Bram masih jelas terngiang-ngiang di kepalanya. Baru sekali ini ia mendapat t
"Menikah? Kamu serius? Apa tidak terlalu cepat?""Sangat serius malah. Bagiku, keseriusan harus disegerakan.""Tapi, Mas..."Selena kehilangan kata-katanya. Perasaannya campur aduk. Bingung, terkejut, sekaligus senang.Ia merasa belum terlalu lama mengenal Adnandito, tapi lelaki itu dengan gagahnya menyodorkan sekotak cincin untuk melamarnya. Selena tak kuasa menolak.Ia biarkan Adnandito memasangkan cincin ke jari manis di tangan kirinya. Lelaki itu meraih punggung tangan kekasihnya. Mendekatkan ke hadapannya. Mengecupnya penuh mesra."Makasih, ya, sudah menerima pinanganku. Untuk resminya di depan orang tuamu, nanti segera kuagendakan."'Dengarkanlah, wanita pujaankuMalam ini akan kusampaikanHasrat suci kepadamu, dewikuDengarkanlah kesungguhan iniAku ingin mempersuntingmu
[Semoga masih ada kesempatan untukku memperbaiki keadaan.I'm terribly sorry,Ai.]Glenn Bagas menyeringai melihat kartu ucapan yang diselipkan di antara 99 tulip yang kini ada di tangannya. Untung saja ia segera mengamankan buket itu sebelum Airin menyadari keberadaannya.Tak ingin membuat hati Airin kembali goyah, Glenn segera memungutnya dari lantai teras. Mengamankan di tempat seharusnya ia berada, bahkan pengirimnya. Tong sampah."Tidak ada kesempatan kesekian untuk seorang b*jing*n macam kau.Sorry to say,tapi kesempatanmu sudah lewat.Bye!"Gleen melemparkan 99 tulip yang terangkai begitu cantik ke dalam tong sampah di pinggir jalan. Sungguh sangat disayangkan.Lemparannya dari balik kaca mobil tepat mengenai sasaran. Puas sekali ia. Tak akan ia biarkan Bayyu kembali mengemis kesempatan dan menggoyahkan hati Airin untuk berpisah darinya. Tidak lagi.
"Aku sudah mempersiapkan pengacara terbaik untuk membantu melancarkan gugatan perceraianmu nanti."Suatu sore Glenn menyempatkan melihat keadaan Airin. Mereka berbincang di ruang tamu. Ia juga telah membelikan Airin kursi roda untuk memudahkan mobilitasnya.Mau tidak mau, Airin menerimanya. Tentu dalam hati ia tetap merasa tidak enak dan tak pantas menerima semua kebaikan Bagas. Airin berjanji akan membalas kebaikan anak Bu Hera yang sudah begitu baik padanya. Meski ia tak tahu harus membalasnya dengan apa.Mengenai rencana gugatan cerai yang akhirnya akan ia layangkan juga, itu sudah ia pikirkan masak-masak. Untuk apa lagi ia mempertahankan pernikahannya yang sudah tidak layak diperjuangkan?Selama ini, ia hanya berjuang sendiri. Sedangkan, sebuah pernikahan itu dijalani berdua. Harus dua orang yang sama-sama saling berjuang. Bukan ia seorang."Tapi, gimana nasib anakku nanti, ya, Mas. Kasihan dia. Sudah harus merasakan pincang