Share

Bab 05

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2025-01-14 11:01:41

05

Hendri dan Wirya termangu, sesaat setelah mendengarkan penuturan Yuanna, tentang kejadian di pusat kota sore tadi. Kedua sahabat itu saling melirik, kemudian mereka sama-sama menghela napas berat dan mengembuskannya sekali waktu. 

Hendri berpikir cepat. Dia yakin jika ada yang tidak beres, yang sedang melingkupi Martin. Hendri akhirnya menerangkan maksudnya untuk menyelidiki tempat proyek yang sedang dikerjakan Martin. Namun, dia meminta Wirya dan Yuanna merahasiakannya. 

"Kapan kamu mau ke sana?" tanya Wirya. 

"Pengennya, sih, secepatnya," sahut Hendri. 

"Kekejar nggak waktunya? Kamu, kan, mau ke Sydney." 

Hendri tertegun sesaat. "Aku mau minta gantiin Gunther aja buat kunjungan ke sana." 

"Lalu, yang nemenin kamu, siapa? Z mau ke Filipina bareng Naizar dan Izra." 

"Mau nggak mau, aku maksa Bayu dan Ubaid buat ikut. Karena Gunther gantiin aku. Emyr sama Kenzie juga sibuk keliling Indonesia. Di kantor sisa Gilang, Rini dan Gwen. Enggak mungkin aku ngajak mereka ke proyek itu." 

"Ajak Nirwan." 

"Dia nggak ngawal Bhadra?" 

"Nanti aku minta pengawal cadangan buat dampingin Bhadra. Biar Nirwan bisa ikut kamu." 

"Baeknya Abang W, nih." Hendri merangkul pundak iparnya dari samping kanan. 

"Aku cuma mau ngelindungin kamu. Supaya adikku nggak jadi janda." 

"Patah hati aku. Kirain kamu ngirim Nirwan, karena benar-benar mencintaiku." 

Wirya berdecih. "Jangan drama. Itu bagian Sipitih." 

"Apa kabar Bang Yan, Bang Varo dan yang lainnya?" celetuk Yuanna. 

"Mereka sehat. Sekarang Varo and the gank lagi jumpalitan gantiin tugasku yang harus jadi Ayah siaga," ungkap Wirya. 

"Salut aku sama Abang dan teman-teman PBK. Kompak banget," ungkap Yuanna. 

"Harus begitu, Dek. Supaya PBK tetap jalan, semuanya mesti saling bantu."

Kemunculan Martin dan Dimas menjeda pembicaraan itu. Hendri mengalihkan percakapan mengenai rencana pembentukan grup bisnis baru, yang digagas bos PG dan PC. 

PG adalah singkatan dari perusahaan gabungan yang beranggotakan 50 pebisnis muda Indonesia. Sementara PC adalah perusahaan cabang dari luar PG, ataupun grup bisnis baru bentukan bos PG. 

Wirya, Hendri dan Zein tergabung dalam PC. Sedangkan Martin, Bayu dan Ubaid merupakan anggota PCD, yakni PC Dua. Sebab anggota PC sudah mencapai 100 orang, akhirnya Artio Laksamana Pramudya, komisaris PG, membuat PCD untuk menampung anggota baru, yang belum ikut di PC.

Artio yang akrab dipanggil Tio, adalah putra sulung Sultan Pramudya, salah satu konglomerat Indonesia. Tio dan Alvaro, iparnya, membentuk PB, yaitu perusahaan jasa keamanan khusus sekuriti. Mereka juga membuat PBK yang khusus menangani pengawal, dan Wirya adalah direktur utamanya. 

Tio yang menjadi penggerak rekan-rekannya di PG, mendorong semua anggota untuk membuat perusahaan baru. Baik khusus anggota PG, ataupun gabungan dengan para bos PC. 

Alvaro, Wirya, Hendri dan Zein, telah membentuk beberapa perusahaan baru. Mereka menyerahkan pengelolaan setiap bisnis itu pada kedua puluh pengawal muda lapis tiga dan empat, yang telah dilatih berbisnis oleh para petinggi PBK. 

***

Hari berganti, Minggu malam, Martin berpamitan pada Arsyad dan yang lainnya. Dia hendak kembali ke tempat proyek, dengan diantarkan Aditya yang akan mengecek anggota sekuriti di sana.

Aditya dan rekan-rekannya di PBK, dikerahkan untuk menjadi pengawas sekuriti di seluruh unit kerja di seluruh Indonesia, dan beberapa negara lainnya. 

Hendri memandangi hingga mobil MPV biru itu menghilang dari pandangan. Kemudian dia berbalik untuk membantu istrinya mengangkut barang ke mobil MPV putih milik Wirya. 

Sekian menit berlalu, Hendri melambaikan tangan untuk melepas kepergian Irshava yang hendak pulang ke Jakarta bersama Wirya dan Delany. 

Dimas yang mengemudikan mobil itu, menekan klakson sebagai tanda berpamitan. Kemudian dia memacu kendaraan keluar pekarangan. 

"Akang, isukan berangkat jam sabaraha?" tanya Zainab, sesaat setelah mereka kembali ke ruang tamu. 

"Siang, Bu. Habis zuhur," jawab Hendri sembari duduk di sofa panjang berdampingan dengan adiknya. 

"Jeung saha?" 

"Ubaid, Bayu dan Nirwan." 

"Lama teu di ditu?" 

"Lihat sikon aja. Aku pengen nuntasin penyelidikan di tempat proyek." 

"Jangan lama-lama misah sama istri. Apalagi kalian sedang program kehamilan." 

"Ya." 

Sementara itu, Aditya berulang kali mengamati cermin kecil di bagian atas. Bulu kuduknya sudah meremang sejak mobil keluar dari gerbang perumahan, di mana rumah Arsyad berada. 

Aditya telah dibekali banyak doa dan beberapa botol air yang telah dibacakan doa oleh Arsyad. Namun, tetap saja pengawal lapis tiga itu khawatir jika ada penumpang tidak terlihat di kursi belakang. 

"Dit, ngerasa nggak? Kayaknya kita lagi diperhatikan," tukas Martin. 

"Kirain aku, doang, yang ngerasa gitu," balas Aditya. 

"Aku mau ngomong, tapi nanti kamu takut." 

Aditya menggeleng. "Aku sudah biasa ngerasa kayak gini. Terutama sejak ikutan olah napas."

"Apa kamu bisa melihat makhluk astral?" 

"Enggak. Di tim lapis tiga, cuma Jauhari yang punya insting tajam tentang makhluk halus. Tapi dia juga cuma bisa ngelihat sekilas. Nggak bisa kayak Kang Hendri." 

Martin mengangguk paham. "Bang W kayaknya makin mumpuni." 

"Hu um. Dia sama Bang Zulfi memang lagi belajar olah napas level selanjutnya ke Kang Hendri. Bang Varo juga, tapi dia nggak bisa konsisten. Cuma sekali-sekali ikut latihan." 

"Di Jakarta, latihannya di mana?" 

"Lantai tiga mess dua. Yang sebelah kiri rumah Bang W." 

"Oh, yang punyanya Cici Lien?" 

"Ya." 

"Aku baru tahu kalau di sana ada tiga lantai." 

"Yang paling atas itu tadinya gudang dan tempat cuci jemur. Setelah gudang dipindahkan ke mess bodyguard lady, yang itu dilowongkan Bang W khusus buat tempat latihan." 

"Berapa banyak mess PBK?" 

"Yang di sekitar rumah Bang W, ada 4. Samping kiri, belakang, lalu rumah Bro Panglima dan Mahapatih. Mess satu, di rumah Bang Varo."

"Ada tempat lain lagi?" 

"Ya. Ada di komplek sebelah kanan. 7 rumah punya Bang W, Bang Zulfi, Bang Yoga, Bang Andri, Mas Haryono, Bang Varo dan Bang Yanuar, dibuat jadi 14 rumah tipe 21. Itu khusus buat pengawal muda yang sudah menikah, tapi belum punya rumah." 

"Mess lain, rumahku, rumah Yusuf, Dimas dan Syuja. Masing-masing diisi 8 orang pengawal muda angkatan yang baru-baru. Masih di kompleks yang sama dengan rumah Power Rangers tadi, hanya beda blok," lanjut Aditya. 

"Untuk mess bodyguard lady dua, tiga dan empat, ngisi rumah Sanjaya, Fawwaz dan Ibrahim. Letaknya di seberang rumahku," ungkap Aditya. "Sekarang lagi diklat pengawal baru. Angkatan ini nanti ditempatkan di rumah lama punya Hisyam. Ada di blok paling ujung kompleksnya Bang W," pungkasnya.

"Hisyam kapan pulang dari London?" tanya Martin. 

"Mau lebaran nanti dia pulang. Libur 3 minggu, lalu balik lagi ke sana," jelas Aditya. 

"Enggak netap di Jakarta?" 

"Akhir tahun ini kontraknya selesai. Baru dia pindah ke sini." 

Aditya tiba-tiba terdiam saat merasakan hawa dingin di belakang. Aditya melirik Martin yang juga tengah memandanginya sembari mengerutkan dahi. 

Aditya mendengkus kuat. Dia meraba saku celana hitamnya, lalu merogoh saku untuk mengambil bungkusan plastik. 

Aditya membuka ikatan plastik dan mengeluarkan isinya ke telapak tangan kanan. Aditya melafazkan doa yang diajarkan Hendri, kemudian dia melemparkan bubuk bidara ke belakang kursi. 

Related chapters

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 06

    06Pagi itu, Martin dan Aditya telah berada di TKP. Mereka memerhatikan para pekerja yang sedang berjibaku untuk memadatkan tanah lapisan terbawah. Martin berbincang dengan Muchlis dan Ridho, di saung tempat pekerja beristirahat. Aditya memutari lokasi sembari memotret beberapa hal yang menurutnya penting. Aditya berhenti beraktivitas ketika melihat beberapa orang yang sedang mengarit di seberang. Asisten Yoga tersebut penasaran dan segera mendatangi keempat orang bertopi caping. Sebab bukan orang Sunda, Aditya akhirnya menyapa mereka dengan bahasa Indonesia. Dia meringis ketika pria paruh baya di hadapannya menyahut dengan bahasa Sunda yang cepat. "Mohon maaf, Pak. Bahasa Sunda saya terbatas. Jadi kita ngobrolnya pakai bahasa Indonesia saja," pinta Aditya yang dibalas anggukan pria berkaus hitam di depannya. "Ya, Kang. Mangga," tukas lelaki tua sambil membetulkan letak capingnya. "Bapak warga asli sini?" "Muhun." "Rumahnya, jauh?" "Enteu. Sakitar sakilo. Kanan tea." Pria itu

    Last Updated : 2025-01-31
  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 07

    07Malam telah larut ketika Aditya kembali ke rumah kontrakan Martin. Seno yang membukakan pintu, terkejut saat Aditya menunjukkan Al Quran berukuran sedang di tangan kanannya. Seno membiarkan Aditya memasuki ruang tamu. Kemudian dia menutup dan mengunci pintu. Seno duduk di kursi terdekat, sembari memandangi Aditya yang sedang menghafal ayat suci. "Bang, sudah ketemu sama Pak Hendri?" tanya Seno dengan suara pelan. "Ya," jawab Aditya. "Apa katanya?" "Nanti kuceritain. Mau ngafalin ini dulu." Seno terdiam, lalu dia menyandar ke tumpukan bantal sofa. Pria berkaus hitam meraih ponselnya dari meja, kemudian dia berkelana di dunia maya. Sekian menit berlalu, Aditya telah selesai menghafalkan ayat yang ditunjukkan Hendri. Pria berambut lebat memijat belakang lehernya. Lalu Aditya mengambil botol minuman dari samping ranselnya. "Bang, gimana?" desak Seno. "Kata Kang Hendri, besok dia mau ngecek ke sungai. Mungkin ada aliran khusus yang nembus ke tempat proyek," terang Aditya seusai

    Last Updated : 2025-01-31
  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 01 - Koko Chen, kemarilah!

    01"Mas, bos kita ngobrol sama siapa, ya?" tanya Ridho, supervisor proyek pembangunan pusat bisnis, di pinggir Kota Bandung.Seno Argianto menyipitkan mata untuk menajamkan penglihatan. "Kayaknya perempuan, tapi, mukanya nggak jelas. Ketutupan rambut," jawabnya. "Perempuan?" desak Ridho. "Hu um." "Tapi ... di sini nggak ada pekerja perempuan." Seno terdiam sesaat, lalu dia memandangi pria berkemeja cokelat di sebelah kiri. "Apa itu anak pemilik katering?" tanyanya. "Bu Lilis nggak punya anak perempuan." "Mungkin karyawannya." "Hmm, ya, bisa jadi." Keduanya meneruskan perbincangan sambil berpindah ke kantor pengelola. Sementara Martin Ragnala masih bercakap-cakap dengan perempuan berbaju Cheongsam merah. Martin terkejut, karena baru kali itu menemukan orang yang bisa berbahasa Tiociu, bahasa leluhurnya yang berasal dari Cina daratan. Pengusaha muda peranakan Tionghos itu begitu senang bisa kembali menggunakan bahasa turunan dari pihak ibunya, yang merupakan warga negara Malay

    Last Updated : 2025-01-14
  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 02

    02"Dho, di sini, ada tukang urut, nggak?" tanya Martin. "Kurang tahu." Risho mengamati bosnya, lalu dia bertanya, "Kenapa, Mas?" "Badanku pegal-pegal. Terutama punggung. Kayak habis manggul karung." Ridho menyunggingkan senyuman. "Memangnya Mas pernah manggul karung?" "Pernah. Aku dilatih Papa dengan keras. Katanya, nggak peduli aku anaknya, tetap harus bantu angkut barang di grosiran." Ridho mengangguk paham. "Pak Razman beda dengan pengusaha lainnya yang aku kenal. Beliau sangat tegas dan nggak pilih kasih.""Papa lahir di keluarga sederhana. Beliau dan adik-adiknya bekerja keras, hingga bisa berhasil seperti sekarang." Martin memandangi sekeliling. "Papa yang memintaku berbisnis di sini. Supaya keturunannya tetap ada di tanah kelahirannya," lanjutnya. Kedatangan beberapa orang menjadikan percakapan itu terjeda. Martin mengangkat alis kala menyaksikan wajah kepala sekuriti yang terlihat tegang. "Ada apa, Dang?" tanya Martin. "Lapor, Pak. Ada alat berat yang terguling," jela

    Last Updated : 2025-01-14
  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 03

    03Sepanjang perjalanan menuju Kota Bandung, Martin terlelap. Dia benar-benar kelelahan, padahal selama berada di tempat proyek, Martin lebih sering berada di kantor dibandingkan luar ruangan. Hendri yang duduk bersama Martin dan Wirya di kursi belakang mobil Jeep, berulang kali mengamati lelaki yang usianya 6 tahun lebih muda darinya. Terbayang kembali sepasang mata di ujung kanan kantor. Hendri benar-benar penasaran dan sangat ingin mengecek lokasi itu sekali lagi. Namun, Hendri merahasiakan hal itu dari Martin, agar pria bermata sipit tersebut tidak cemas. "Koko Chyou ngajak ketemuan," ujar Wirya yang sedang berbalas pesan dengan Kakak sepupu istrinya, Delany. "Kapan?" tanya Hendri. "Senin minggu depan. Dia baru nyampe dari Bali itu, hari Sabtu. Minggunya istirahat. Senin baru masuk kantor GWG." "Kayaknya aku nggak bisa. Kamu aja, W." Hendri dan teman-temannya semasa kuliah terbiasa dipanggil dengan huruf depan nama masing-masing. "Aku juga mau ke Kanada bareng Yoga." Wirya

    Last Updated : 2025-01-14
  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 04

    04"Ko, dipanggil Bapak," tukas Dimas, seusai memasuki kamar tamu yang ditempatinya bersama Martin. "Bentar lagi aku keluar. Mau ke toilet dulu," balas Martin sembari bangkit dan jalan ke toilet di sudut kiri ruangan luas bernuansa abu-abu muda. Kala Martin melewatinya, Dimas tertegun. Asisten kedua Wirya itu mengendus-ngendus, karena aroma harum yang lembut menguar dari tubuh Martin. Sangat berbeda dengan wangi parfum yang biasa dipakai calon suami Yuanna tersebut. Dimas berpikir sesaat, kemudian dia mengangkat bahu. Lelaki berkaus putih tersebut berpindah ke depan cermin. Dimas menyisiri rambutnya sembari bersiul. Sekian menit terlewati, Dimas dan Martin telah berada di ruang makan. Mereka bersantap sembari mendengarkan percakapan Arsyad, Hendri dan Wirya. Tidak berselang lama, Fenita datang bersama suami dan Kellan, anaknya. Lelaki kecil berbaju merah langsung bergabung dengan Bayazid, anak Wirya dan Delany, yang kemudian mengajak Kellan bermain di teras. "Ada temannya, Kella

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 07

    07Malam telah larut ketika Aditya kembali ke rumah kontrakan Martin. Seno yang membukakan pintu, terkejut saat Aditya menunjukkan Al Quran berukuran sedang di tangan kanannya. Seno membiarkan Aditya memasuki ruang tamu. Kemudian dia menutup dan mengunci pintu. Seno duduk di kursi terdekat, sembari memandangi Aditya yang sedang menghafal ayat suci. "Bang, sudah ketemu sama Pak Hendri?" tanya Seno dengan suara pelan. "Ya," jawab Aditya. "Apa katanya?" "Nanti kuceritain. Mau ngafalin ini dulu." Seno terdiam, lalu dia menyandar ke tumpukan bantal sofa. Pria berkaus hitam meraih ponselnya dari meja, kemudian dia berkelana di dunia maya. Sekian menit berlalu, Aditya telah selesai menghafalkan ayat yang ditunjukkan Hendri. Pria berambut lebat memijat belakang lehernya. Lalu Aditya mengambil botol minuman dari samping ranselnya. "Bang, gimana?" desak Seno. "Kata Kang Hendri, besok dia mau ngecek ke sungai. Mungkin ada aliran khusus yang nembus ke tempat proyek," terang Aditya seusai

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 06

    06Pagi itu, Martin dan Aditya telah berada di TKP. Mereka memerhatikan para pekerja yang sedang berjibaku untuk memadatkan tanah lapisan terbawah. Martin berbincang dengan Muchlis dan Ridho, di saung tempat pekerja beristirahat. Aditya memutari lokasi sembari memotret beberapa hal yang menurutnya penting. Aditya berhenti beraktivitas ketika melihat beberapa orang yang sedang mengarit di seberang. Asisten Yoga tersebut penasaran dan segera mendatangi keempat orang bertopi caping. Sebab bukan orang Sunda, Aditya akhirnya menyapa mereka dengan bahasa Indonesia. Dia meringis ketika pria paruh baya di hadapannya menyahut dengan bahasa Sunda yang cepat. "Mohon maaf, Pak. Bahasa Sunda saya terbatas. Jadi kita ngobrolnya pakai bahasa Indonesia saja," pinta Aditya yang dibalas anggukan pria berkaus hitam di depannya. "Ya, Kang. Mangga," tukas lelaki tua sambil membetulkan letak capingnya. "Bapak warga asli sini?" "Muhun." "Rumahnya, jauh?" "Enteu. Sakitar sakilo. Kanan tea." Pria itu

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 05

    05Hendri dan Wirya termangu, sesaat setelah mendengarkan penuturan Yuanna, tentang kejadian di pusat kota sore tadi. Kedua sahabat itu saling melirik, kemudian mereka sama-sama menghela napas berat dan mengembuskannya sekali waktu. Hendri berpikir cepat. Dia yakin jika ada yang tidak beres, yang sedang melingkupi Martin. Hendri akhirnya menerangkan maksudnya untuk menyelidiki tempat proyek yang sedang dikerjakan Martin. Namun, dia meminta Wirya dan Yuanna merahasiakannya. "Kapan kamu mau ke sana?" tanya Wirya. "Pengennya, sih, secepatnya," sahut Hendri. "Kekejar nggak waktunya? Kamu, kan, mau ke Sydney." Hendri tertegun sesaat. "Aku mau minta gantiin Gunther aja buat kunjungan ke sana." "Lalu, yang nemenin kamu, siapa? Z mau ke Filipina bareng Naizar dan Izra." "Mau nggak mau, aku maksa Bayu dan Ubaid buat ikut. Karena Gunther gantiin aku. Emyr sama Kenzie juga sibuk keliling Indonesia. Di kantor sisa Gilang, Rini dan Gwen. Enggak mungkin aku ngajak mereka ke proyek itu." "Aj

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 04

    04"Ko, dipanggil Bapak," tukas Dimas, seusai memasuki kamar tamu yang ditempatinya bersama Martin. "Bentar lagi aku keluar. Mau ke toilet dulu," balas Martin sembari bangkit dan jalan ke toilet di sudut kiri ruangan luas bernuansa abu-abu muda. Kala Martin melewatinya, Dimas tertegun. Asisten kedua Wirya itu mengendus-ngendus, karena aroma harum yang lembut menguar dari tubuh Martin. Sangat berbeda dengan wangi parfum yang biasa dipakai calon suami Yuanna tersebut. Dimas berpikir sesaat, kemudian dia mengangkat bahu. Lelaki berkaus putih tersebut berpindah ke depan cermin. Dimas menyisiri rambutnya sembari bersiul. Sekian menit terlewati, Dimas dan Martin telah berada di ruang makan. Mereka bersantap sembari mendengarkan percakapan Arsyad, Hendri dan Wirya. Tidak berselang lama, Fenita datang bersama suami dan Kellan, anaknya. Lelaki kecil berbaju merah langsung bergabung dengan Bayazid, anak Wirya dan Delany, yang kemudian mengajak Kellan bermain di teras. "Ada temannya, Kella

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 03

    03Sepanjang perjalanan menuju Kota Bandung, Martin terlelap. Dia benar-benar kelelahan, padahal selama berada di tempat proyek, Martin lebih sering berada di kantor dibandingkan luar ruangan. Hendri yang duduk bersama Martin dan Wirya di kursi belakang mobil Jeep, berulang kali mengamati lelaki yang usianya 6 tahun lebih muda darinya. Terbayang kembali sepasang mata di ujung kanan kantor. Hendri benar-benar penasaran dan sangat ingin mengecek lokasi itu sekali lagi. Namun, Hendri merahasiakan hal itu dari Martin, agar pria bermata sipit tersebut tidak cemas. "Koko Chyou ngajak ketemuan," ujar Wirya yang sedang berbalas pesan dengan Kakak sepupu istrinya, Delany. "Kapan?" tanya Hendri. "Senin minggu depan. Dia baru nyampe dari Bali itu, hari Sabtu. Minggunya istirahat. Senin baru masuk kantor GWG." "Kayaknya aku nggak bisa. Kamu aja, W." Hendri dan teman-temannya semasa kuliah terbiasa dipanggil dengan huruf depan nama masing-masing. "Aku juga mau ke Kanada bareng Yoga." Wirya

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 02

    02"Dho, di sini, ada tukang urut, nggak?" tanya Martin. "Kurang tahu." Risho mengamati bosnya, lalu dia bertanya, "Kenapa, Mas?" "Badanku pegal-pegal. Terutama punggung. Kayak habis manggul karung." Ridho menyunggingkan senyuman. "Memangnya Mas pernah manggul karung?" "Pernah. Aku dilatih Papa dengan keras. Katanya, nggak peduli aku anaknya, tetap harus bantu angkut barang di grosiran." Ridho mengangguk paham. "Pak Razman beda dengan pengusaha lainnya yang aku kenal. Beliau sangat tegas dan nggak pilih kasih.""Papa lahir di keluarga sederhana. Beliau dan adik-adiknya bekerja keras, hingga bisa berhasil seperti sekarang." Martin memandangi sekeliling. "Papa yang memintaku berbisnis di sini. Supaya keturunannya tetap ada di tanah kelahirannya," lanjutnya. Kedatangan beberapa orang menjadikan percakapan itu terjeda. Martin mengangkat alis kala menyaksikan wajah kepala sekuriti yang terlihat tegang. "Ada apa, Dang?" tanya Martin. "Lapor, Pak. Ada alat berat yang terguling," jela

  • Kekasih Di Balik Kabut   Bab 01 - Koko Chen, kemarilah!

    01"Mas, bos kita ngobrol sama siapa, ya?" tanya Ridho, supervisor proyek pembangunan pusat bisnis, di pinggir Kota Bandung.Seno Argianto menyipitkan mata untuk menajamkan penglihatan. "Kayaknya perempuan, tapi, mukanya nggak jelas. Ketutupan rambut," jawabnya. "Perempuan?" desak Ridho. "Hu um." "Tapi ... di sini nggak ada pekerja perempuan." Seno terdiam sesaat, lalu dia memandangi pria berkemeja cokelat di sebelah kiri. "Apa itu anak pemilik katering?" tanyanya. "Bu Lilis nggak punya anak perempuan." "Mungkin karyawannya." "Hmm, ya, bisa jadi." Keduanya meneruskan perbincangan sambil berpindah ke kantor pengelola. Sementara Martin Ragnala masih bercakap-cakap dengan perempuan berbaju Cheongsam merah. Martin terkejut, karena baru kali itu menemukan orang yang bisa berbahasa Tiociu, bahasa leluhurnya yang berasal dari Cina daratan. Pengusaha muda peranakan Tionghos itu begitu senang bisa kembali menggunakan bahasa turunan dari pihak ibunya, yang merupakan warga negara Malay

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status