Mata Bram membulat, terkejut dengan kedatangan Niko secara tiba-tiba.Dengan wajah merah padam Niko mendekati Bram, lalu tanpa ampun memukul wajah dan tubuh Bram bertubi-tubi. Niko terus memukul Bram, tanpa ada perlawanan darinya."Cukup Niko, aku bilang cukup," ucap Bram memohon, agar Niko menghentikan aksinya.Bram juga harus berpikir dua kali, jika dia ingin membalas memukul, adik kandung istrinya ini.Sedang Hani berlari dan duduk di pojok kamarnya, ketakutan.Setelah puas memukul Bram, Niko menendangnya keluar dari kamar Hani.Lalu pandangannya segera mengarah pada Hani yang ketakutan setengah mati.Bram berlalu pergi dari kamar Hani. Hening malam semakin dingin. Tapi tidak dengan Niko. Hatinya rasanya terbakar api amarah yang menggebu. Bagaimana kalau tadi dia tak keluar memutuskan untuk mencari udara segar. Walau Niko tahu Hani masih berstatus istri dari Bram. Tapi Hani tak menginginkan keberadaan Bram di sana. Biar bagaimana pun, penting untuk memperhatikan kenyamanan seseor
Pagi-pagi sekali nyonya Greta berusaha untuk bangun dan segera membersihkan diri. Sepertinya dia tak ingin penyakit yang sekarang menggerogoti tubuhnya, membuat dia terpaku di tempat tidur. Setidaknya pagi ini dia bangun dan turun ke lantai bawah, menikmati sarapan di meja makan."Selamat pagi kak," sapa Niko yang juga baru saja turun dari lantai atas.Melihat kini kakaknya sudah bisa bangun dan duduk di meja makan membuat hati Niko sedikit lega."Selamat pagi juga," balas nyonya Greta.Ibu Siti dan Nita yang sudah sejak tadi duduk di meja makan di abaikan oleh Niko. Dia malas melihat anggota keluarga yang pada saat ini sudalh mulai berani memanfaatkan kekayaan kakaknya."Lho ibu, mas Bram kemana? Sejak kemarin dia tak nampak. Apa dia tak pulang dari kemarin ya?""I--tu nak Greta, Bram masih tidur di kamar ibu," jawab ibu Siti terbata.Takut jika dia salah berbicara, dan nyonya Greta akan marah pada mereka."Kok, mas Bram tidur di kamar ibu?" Tanya nyonya Greta tak suka.Seharusnaya,
"Di mana Hani?"Tanya nyonya Greta tak sabar.Niko mengernyitkan dahi, heran atas sikap kakaknya seperti itu.Tidak biasanya nyonya Greta mengeluarkan amarah tanpa alasan. Niko melihat ke arah Bram, dan curiga sesuatu telah terjadi."Kenapa kakak mencari Hani?""Kamu adikku Niko, jangan pernah sekali pun tergoda dengan wanita tak tahu diri itu. Hanya gara-gara Hani, kamu memukul mas Bram hingga wajahnya penuh lebam begitu," ujar nyonya Greta penuh emosi.Tak suka jika seseorang menyakiti suaminya, apa lagi adik kandungnya sendiri."Aku memukulnya karena memiliki alasannya kak.""Iya kakak tahu, apa alasan kamu masuk ke kamar pelayan, Niko. Kakak tak mengerti jalan pikiran kamu. Kalau mas Bram tak mengambil foto kalian semalam, kakak tak akan mempercayai perkataannya.""Apa yang kakak katakan, Bram mengambil foto kami berdua?"Nyonya Greta mengangguk."Di mana Bram sekarang?" Geram Niko tak suka jika Bram kini sedang mengadu domba dirinya."Ada di kamar ibu mertua.""Dasar pria licik,
Nyonya Greta menghela napas panjang. Tak menyangka jika sikap Niko mulai kurang ajar apa lagi pada suaminya. Harusnya Niko bisa menghargai mas Bram. Nyonya Greta sangat heran tak biasanya seperti ini.Hani yang sejak tadi mendengar semua pertengkaran mereka memilih menghindar. Takut jika dia akan memicu pertengkaan yang lainnya."Sudah Hani, tenangkah. Mbok Rumi tahu kamu tak bersalah."Hani membalikkan badannya lalu dengan cepat mengusap pipinya. Mbok Rumi tersenyum, lalu mengelus lembut punggung Hani."Semalam mbok mendengar keributan di kamar kamu. Tapi mbok sangat takut, apa lagi ada tuan Bram dan tuan Niko yang ribut. Maafkan mbok yang tak bisa membantu kamu.""Makasih mbok, sudah percaya sama Hani."Mbok Rumi memeluk Hani dengan erat."Ya sudah, ayo kita kembali bekerja. Nyonya Greta mungkin sudah kembali ke kamarnya."Hani mengangguk menyetujui.Dia lalu bergegeas melakukan rutinitasnya, mencuci pakaian.Tapi Hani sadari, tiba-tiba Bram sudah ada di belakangnya."Hani," panggil
"Ikuti aku!" Perintah Bram menggengam pergelangan tangan Hani.Langkah Bram yang tergesa-gesa menarik dirinya denggan sangat kasar."Lepaskan mas, sakit," teriak Hani kesakitan.Tapi sayang Bram tak mengindahkan rasa sakit Hani.Dia terus menyeret Hani dengan langkah panjangnya menuju ke kamar Hani melewati taman belakang. Agar tak dicurigai para pelayan yang sedang berada di dapur."Sakit mas, lepaskan aku bilang, " ujar Hani. Dia sudah tak tahan lagi, pergelangan tangannya kini memerah akibat cengkraman tangan Bram yang sangat kuat."Buka pintunya!" Perintah Bram dengan kasar lagi. Saat mereka tiba di depan pintu kamar Hani.Hani tak berdaya, tangannya merogoh isi saku celemeknya, dan mengeluarkan kunci kamar. Sekali putaran kunci, pintu kamar Hani pun terbuka lebar-lebar."Masuk!"Bram mendorong tubuh Hani masuk, dan membuat Hani terjungkal jatuh ke lantai.Dengan kasarnya, Bram mulai membuka dan membongkar lemari Hani. Satu per satu pakaian Hani di keluarkan dari lemari. Setiap
"Kerja bagus, adikku," ucap Bram puas dengan hasil kerja adiknya.Nita tersenyum saat Bram turut masuk ke kamar Niko. Tanpa permisi Bram mengacak semua isi kamar Niko. Mencari seluruh benda yang akan mengancam hidup mereka dalam rumah mewah milik istrinya ini. Harus didapatkan secepatnya."Bagaimana kak, sudah dapat?" Tanya Nita pelan.Takut suaranya didengar oleh Niko.Bram tak menjawab, dia subuk mencari di sela-sela baju Niko dalam lemari.Nita jiga sesekali membantu kakaknya."Ketemu kak," teriak Nita.Bram menoleh ke arah adiknya.Ternyata ponsel Niko berada di bawah laci meja kerjanya.Bram mendekati adiknya. Sedang Nita memperhatikan ponsel Niko dengan seksama. Ponselnya menggunakan layar kunci. Membuat Bram sedikit kecewa. Tak tahu bagaimana cara membukanya. Namun Nita tak kehilangan akal. Dia lalu mengambil jari Niko dengan perlahan, dan menempelkan ke latar ponsel milik Niko. Terbuka seperti harapannya "Berhasil kak," teriak Nita kegirangan."Kerja bagus adikku, kamu mema
Semalam Hani sudah memastikan jika tuan Niko tertidur. Jadi dia memilih untuk kembali ke kamarnya. Malam berganti pagi, saat penghuni rumah akan sarapan. Mbok Rumi tergopoh berlari kecil dari kamar nyonya Greta, mencari tuan Bram yang sepertinya sejak pagi sudah turun ke kamar ibunya."Tuan, nyonya Greta kesakitan di kamarnya, sepertinya dia pingsan," ujar mbok Rumi merasa panik, pada Bram.Ketiganya berada di kamar ibu Siti, yang kebetulan pintunya terbuka lebar. Sehingga memudahkan mbok Rumi untuk memanggil suami dari majikannya itu."Kenapa dengan istriku mbok?"Tanya Bram tak kalah panik."Tuan, tolong segera bawa nyonya ke rumah sakit," pinta mbok Rumi khawatir.Tanpa berbicara lagi Bram berlari menuju ke kamar istrinya."Kamu kenapa sayang?"Bram mendekati nyonya Greta dan memegang tangannya. Tubuh istrinya kaku, dan tak bisa menjawab pertanyaan suaminya.Tanpa banyak bicara Bram dengan lincah mengangkat tubuh istrinya lalu menggendongnya. Keluar dari kamar, dan turun menuju
"Ayo sayang kita ke kamar, kamu jangan marah-marah dahulu, biarkan Niko membenciku sayang. Aku bisa menerima perkataan kasarnya. Yang penting sekarang kamu sehat dulu yah," ajak Bram menaiki anak tangga. Berpura-pura ikhlas menerima perkaataa Niko.Keduanya lalu masuk ke kamar, tak lupa Bram lalu mengunci pintu. Niko memandang penuh kemarahan pada Bram dengan tatapan kebencian. "Maafkan perkataan adikku ya mas," ungkap nyonya Greta saat dia sudah berbaring di atas ranjang."Tentu sayang sudah aku maafkan," jawab Bram datar.Niko mengeratkan rahangnya, harusnya kakaknya Greta lebih mempercayainya, dan mendengarkan penjelasannya. Akhirnya Niko memilih kembali ke kamarnya. Sejak tadi ponselnya berada dia atas meja kerjanya. Niko lalu mengambilnya kemudian menghubungi asisten pribadinya. Menanyakan keadaan perusahaan tanpa kehadirannya hari ini di perusahaan.["Aman bos, jangan khawatir. Aku sudah menghandlle semuanya. Jadi bos tenang aja, beristirahat di rumah. Itu karena bos telalu kel