"Terima kasih pak"Pria itu mengangguk dan berlalu pergi.Tanpa menunggu lama nyonya Greta memeriksa pekerjaan itu dan menandatangani berkas penting itu."Aduh, bagimana ini?" Nyonya Greta terlihat khawatir."Berkas-berkas ibu akan di serahkan pada Dina untuk pelaksanaan kerja sama. Tapi Dina malah berhalangan datang kemari, karena harus bertemu klien penting di kantor. Padahal berkas ini sangat dibutuhkan," keluh nyonya Greta."Sini sayang, biar aku yang antarkan berkas ini ke perusahaan kamu.""Benar tak apa-apa mas?" Tanya nyonya Greta memastikan."Iya sayang, jangan khawatir. Aku bisa kok membantu kamu melakukan apa saja," jawab Bram dengan mantap, kemudian mengambil berkas itu dan berlalu keluar dari ruangan istrinya. Hanya membutuhkan tiga puluh menit perjalanan, Bram tiba di perusahaan milik istrinya. Dia sudah beberapa kali di ajak nyonya Greta ke perusahaannya. Tentunya hanya untuk melihat-lihat keadaan perusahaan istrinya itu. Perusahaan besar yang di geluti oleh istriny
"Ada apa ribut-ribut di sini?"Suara bariton Niko mengagetkan mereka yang berada di ruang makan.Para pelayan yang tadi mengintip kini berhamburan lari kembali menuju ke dapur. "Kami sedang mengalami masalah keluarga," jawab Bram.Niko berlalu dan tak ingin menanggapi perkataan Bram.Jika Niko sudah naik ke lantai atas, Hani wajib membawa secangkir kopi panas ke lantai atas di kamar milik Niko."Ini kopinya tuan," ucap Hani sambil meletakkan kopi di atas meja kerjanya.Niko meminta Hani duduk di kursi di depan meja kerjanya."Apa ada yang mencurigakan?""Sepertinya musibah sedang melanda keluarga tuan Bram. Rumah mereka di kampung kebakaran.""Baguslah kalau begitu.""Kok bagus tuan, orang mendapat musibah tuan malah tenang saja dengan mengucapkan kata bagus," protes Hani."Kamu mau aku mengasihani mereka?" Tanya Niko."Bukan begitu maksudku.""Aku mencurigai mereka Hani, pasti kesehatan kakakku yang bermasalah ada kaitannya dengan mereka.""Kenapa tuan berpikiran seperti itu?""Soaln
Rasa aman melakukan pekerjaan, saat ibu Siti dan Nita kembali ke kampung.Para pelayan melakukan pekerjaan seperti biasanya untuk melayani majikan mereka. Pagi-pagi secangkir kopi panas untuk tuan Niko, disiapkan oleh Hani. "Mbok Rumi, tolong katakan pada para pelayan yang lain, siapkan segala sesuatunya untuk kakakku. Siang nanti dia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit.""Baik tuan, silahkan menikmati sarapannya," ucap mbok Rumi sopan.Sedang Hani melakukan tugasnya seperti biasa. Tak akan ada lagi beban yang memberatkan dirinya. Dengan kepergian ibu Siti dan Nita membuat dia sedikit merasa lega. Kesombongan ibu Siti dan Nita di rumah ini membuat dirinya merasa khawatir.Jika saja ibu Siti dan Nita terus berada di rumah ini, suatu saat rahasianya pasti terbongkar sebelum waktunya. Bukannya Hani tak menginginkan nyonya Greta mengetahui rahasia besar suaminya.Dia hanya merasa ketakutan jika semuanya terbongkar, dia belum bisa membayar ganti rugi kontrak kerjanya jika terpaks
"Selamat datang nyonya."Para pelayan mengangguk hormat pada nyonya Greta yang turun dari mobilnya memasuki rumah.Mata sayu nyonya Greta menandakan bahwa dia masih belum benar-benar pulih dari rasa sakitnya. Dia membalas sapaan para pelayan dengan seulas senyum dari bibirnya yang pucat.Bram memapah tubuh istrinya menuju ke lantai atas."Mbok Rumi ini menu yang disarankan oleh dokter di rumah sakit untuk kak Greta."Niko menyodorkan sebuah notes kecil untuk mbok Rumi.Catatan khusus dari ahli gizi, untuk nyonya Greta agar lebih cepat pemulihannya.Mbok Rumi menerimanya.Berbagai menu sehat yang harus dikonsumsi oleh nyonya Greta. Sambil membacanya mbok Rumi mengangguk-angguk tanda mengerti. "Hani, ayok bantuin mbok Rumi buatkan bubur sayuran untuk nyonya Greta," ajak Mbok Rumi pada Hani yang masih sibuk merapikan isi kulkas."Iya mbok, sebentar lagi."Hani menyelesaikan tugasnya lalu bergegas membantu mbok Rumi. Memotong beberapa potongan sayur ke dalam panci bubur buatan mbok Rumi.
Yang tak kalah terkejut adalah Hani. Baru saja menikmati hidup menjadi asisten rumah tangga yang terbebas dari mulut jahat ibu Siti dan Nita. Baru saja merasa lega, akan kepergian mereka. Sayang semua itu tak berlangsung lama. Cuma dua hari, kini mereka kembali lagi, membuat kepala Hani pusing memikirkannya.Bagaimana caranya agar kedua wanita ini segera pergi dari rumah milik majikannya. Biar bagaimana pun, mana mungkin mereka harus tinggal bersama di rumah ini. Hani saja merasa tak suka. Apa kabar dengan perasaan nyonya Greta barusan.Hani menghela napas panjang. Ingin kembali menuju ke dapur."Eh, babu. Buatkan kami minuman yang seger yah. Gerah dan haus rasanya," ucap ibu Siti pada Hani sambil mengipas wajahnya dengan tangan."Iya nyonya," jawab Hani menunduk patuh.Tapi di dalam hatinya terasa nyeri yang teramat hebat.Sambil menuju ke dapur dengan wajah di tekuk. Antara malas dan marah Hani membuat minuman yang diminta ibu mertua majikannya."Yang sabar Hani. Tak usah diperdulik
"Bagaimana pun rencana kamu yang terbaik nak," puji ibu Siti untuk putrinya."Iya dong bu, kalau soal hal-hal kecil begini serahkan saja pada Nita."Keduanya tersenyum puas di dalam kamarnya. Bram masuk ke dalam kamar tamu kedua wanita itu langsung menoleh ke arah pintu, dan menghembuskan nafas lega."Akting ibu bagus sekali, sampai-sampai istriku cepat merasa luluh," ucap Bram."Dan kini berkat adik kamu, ibu bisa merasakan bagaimana menjadi orang kaya nak.""Bram minta kedepannya ini jangan dulu berulah. Agar istri Bram semakin percaya jika ibu dan Nita bisa tinggal di rumah ini selama mungkin. Bila perlu selamanya deh."Ibu Siti dan Nita mengangguk setuju.Tapi sayang, mereka tak tahu apa yang mereka perbincangkan di dengar oleh Niko melalui alat penyadapnya."Teruslah menyusun rencana, suatu saat pasti aku sendiri akan memergoki kalian," guman Niko dalam hatinya.Menunggu waktu yang tepat, untuk membenarkan kebenaran pada kakak satu-satunya yang dia miliki."Ini kopinya tuan," uc
Apa yang diharapkan Hani dengan sebuah jawaban dari Niko. Kemunculan Nita secara tiba-tiba membuat Niko mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaannya.Tangan Nita bergelayut manja di lengan Niko. Tanpa rasa risih sedikit pun, membuat Niko menghempaskan kasar tangan Nita."Mas Niko," suara manja Nita dibuat selemah mungkin.Niko enggan menjawab. Dalam hatinya ingin sekali rasanya dia memuntahkan seluruh isi perutnya. Jika saja dia tak tahu, mereka sedang merencanakan sesuatu di dalam rumah ini. Mungkin hati Niko masih bisa berbesar hati untuk sekedar mengobrol bersama wanita itu."Hani, masuklah ke rumah utama. Buatkan saya secangkir kopi panas," pinta Niko sambil berbalik lalu pergi meninggalkan kedua wanita itu."Biar aku saja ya mas, teh buatanku jauh lebih enak dibandingkan kopi buatan Hani," teriak Nita pada Niko yang sudah memasuki rumah utama.Nita lalu memandang ke arah Hani sambil memiringkan bibirnya."Aku semakin yakin, jika kamu sudah memelet mas Niko deh."Hani mengge
Wajah Hani memanas, saat mengingat kembali kejadian di kamar tuan Niko. Seberapa banyak pekerjaan yang dia lakukan, bayangan wajah tuan Niko berada tepat di hadapan wajahnya selalu saja terngiang. Sesibuk apa pun pekerjaannya, pasti wajah tuan Niko akan muncul kembali."Aduh Hani, sadarlah," gumamnya dalam hati sambil mengetuk keningnya.Apa lagi saat tuan Niko bergurau dengannya. Seakan jarak status antara mereka tak jauh sama sekali. Tapi Hani sadar akan posisinya, apa lagi ada batasan yang harus dia buat untuk dirinya sendiri. Jangan sampai dia terlena dan larut dalam sebuah rasa yang tak semestinya. "Tidak Hani kamu tak boleh terjembab jatuh pada kubangan lumpur. Tetaplah menjadi diri sendiri. Suatu saat kamu pasti bisa terbebas dari belenggu permainan jahat Bram." Tak hentinya Hani terus meyakinkan dirinya agar tetap berdiri pada posisinya di dalam rumah ini.Jika nyonya Greta tahu Niko ingin berteman dengannya. Pasti nyonya Greta akan melarangnya. Hani menggeleng pedih, bahkan