Hani masuk ke dapur. Membuka lemari penyimpanan lalu membaca satu per satu kemasan yang ada di sana."Ketemu," gumam Hani tersenyum senang. Dia lalu melakukan apa yang diperintahkan tuan Niko padanya.Sebenarnya Hani juga tak tahu apa alasan Niko untuk melakukan sesuatu itu. Saat Nita lengah, dan menyibukkan diri menumis sayuran di kompor, Hani membubuhkan bubuk dari kemasan yang dia ambil di olahan daging sapi yang dibuat oleh Nita.Hani mengacungkan jempolnya ke arah tuan Niko, tanda dia sudah melaksanakan perintahnya. Niko tersenyum puas, lalu segera berlalu pergi dari sana. Melanjutkan pekerjaannya di lantai atas.Hani menghela nafas panjang, masih ada beban berat di dalam hatinya. Seandainya dia dan Bram sudah resmi bercerai, mungkin tak sesakit ini rasanya. Melihat dan mendengar dengan mata kepala sendiri orang yang pernah singgah di hatinya, dan pernah berkomitmen hidup bersama dengannnya malah bercumbu ria dengan wanita lain. Hati perempuan mana yang tak merasa sakit.Jika da
Mata mbok Rumi melotot meminta penjelasan dari Hani. "Katakan jujur pada mbok, apa yang sudah kamu lakukan?"Hani menajadi gugup, apa yang terjadi pada nyonya Greta jika dipikir-pikir memang adalah ulahnya. "Hani?" Mbok Rumi terus mendesaknya agar mau menjawab pertanyaannya."Ma--afkan sa--ya mbok."Hani tertunduk lesu. Merasa gugup karena perbuatannya sudah ketahuan. Dia takut mbok Rumi orang kepercayaan nyonya Greta di rumah ini akan mengadukannya."Kenapa kamu meminta maaf, apa kamu sudah membuat kesalahan?"Tiba-tiba suara Niko mengagetkan mereka berdua."Tuan Niko, saya.."SsstttttNiko menutup bibir dengan telunjuknya memotong pembicaraan mbok Rumi."Semuanya adalah rencanaku, apa yang dilakukan oleh Hani adalah suruhanku. Aku minta mbok untuk menutup mulut. Jangan sampai kakakku tahu yang sebenarnya.""Baik tuan, saya mengerti."Mbok Rumi mengangguk."Ayo Hani, kita kembali bereskan pekerjaan," ajak mbok Rumi, diikuti oleh Hani.Hani menghela napas lega, melihat punggung Niko
"HANI !"Teriak Niko mengagetkan ibu Siti dan Nita.Karena panas terik membuat Hani tak bisa mendengar suara Niko yang memanggilnya dengan suara yang keras. Niko berjalan melangkah menuju Hani yang masih menggunting rumput."Apa yang kamu lakukan di sini?""Tuan, kenapa anda berada di sini?""Aku sedang bertanya padamu, kenapa malah menjawab dengan pertanyaan?"Hani tertawa kecil, sambil menggaruk kepalanya. Keringatnya bercucuran di keningnya. Membuat Niko merasa kasihan."Ayo ikut aku!""Tapi tuan, pekerjaannku belum selesai.""Ikut aku, atau aku akan membanting semua orang di hadapanmu," ucap Niko tegas.Sedang Hani melirik ke arah teras, membayangkan tubuh kekar Niko membanting ibu Siti dan Nita, Hani merasa ngeri sendiri."Ya sudah, aku ikut," jawab Hani.Niko mengajak Hani masuk ke dalam rumah."Perlakukan pelayan di rumah ini sesuai porsinya masing-masing. Jangan seenaknya memerintah, jika tak pernah mengerluarkan sepeser pun untuk upah mereka," tekan Niko pada ibu Siti dan Nit
Niko menghentikan laju mobilnya di garasi. Lalu masuk ke dalam rumah. Hari ini pekerjaannya menumpuk, dan dia memilih segera menyelesaikannya di kantor. Tubuhnya terasa lelah, dan berniat segera naik ke lantai atas beristirahat tenang di kamarnya. Saat akan naik tangga, tubuh Hani terbaring menelungkup di atas lantai."Bangun Hani, bangun."Niko membalikkan tubuh Hani, dan betapa terkejutnya dia, pelipis Hani mengeluarkan banyak darah.Tanpa berpikir panjang Niko mengangkat tubuh Hani. Sepertinya Bram dan Greta tak menyadari kejadian ini, masih terlelap dalam dunia mimpi mereka masing-masing. Niko membuka pintu mobil dan membaringkan tubuh Hani di jok belakang. Lalu kembali ke depan dan mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar segera tiba di rumah sakit.***Satu jam yang lalu, Hani tak sedikit pun mengeluh dengan semua perintah ibu Siti.Semua yang diperintahakan oleh mereka Hani lakukan dalam diam. Semua itu membuat hati ibu Siti dan Nita tambah dongkol.Apa lagi saat Nita mulai b
Mobil sport milik Niko masuk ke pelataran parkir sebuah Rumah Sakit ternama di kotanya. Beberapa petugas menyambut kedatangan Niko dengan mendorong sebuah brangkar dan membaringkan tubuh Hani. Lalu membawa Hani menuju ruang UGD. Seorang perawat mendekati Niko dan memintanya menyelesaikan administrasi."Tuan , silahkan menyelesaikan admistrasi dahulu. Baru kami bisa menangani pasien.""Tidak bisakah kalian menanganinya dulu. Apa aku kelihatan seperti tak memiliki uang?"Ketus Niko pada perawat di meja resepsionis."Ini sudah prosedur Rumah Sakit tuan," jawab perawat itu hormat."Baiklah, apa saja yang kalian inginkan. Cepat tangani pasiennya."Perawat itu meminta kartu pengenal Niko.Sambil mengambil kartu pengenalnya dan mengisi data, mata Niko terus mengawasi Hani yang sedang terbaring tak sadarkan diri di ranjangnya.Beberapa dokter terlihat berlarian ke arah ranjang Hani. Entah apa yang mereka lakukan, setelah tahu tanda pengenal milik Niko. Membuat semua dokter ahli di Rumah
Niko mengamati dengan seksama, sosok yang berada di dalam lembar foto di tangannya. Memastikannya berulang kali, dan menyangkal jika itu bukan orang yang sangat dikenali olehnya. Berulang kali dia menggelengkan kepalanya. Namun hatinya membenarkan apa yang tak ingin diiyakan oleh pikirannya.Niko mengacak rambutnya frustasi. Sambil meremas lembar foto di tangannya. Merasa dibohongi selama ini. Baik oleh Hani maupun Bram."Tidak akan aku biarkan kau mengacaukan hidup kakakku. Tak semudah itu. Kau harus membayar mahal atas kebohongan mu, bajingan!"Niko mengeratkan rahangnya, emosinya benar-benar harus dilampiaskan saat ini.Setelah membereskan pakaian Hani. Niko kembali mengendarai mobilnya membelah jalanan kota menuju ke Rumah Sakit. Tanpa menunggu waktu yang lama, Niko masuk ke ruangan Hani. Meyerahkan tas berisi pakaiannya."Terima kasih tuan."Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Niko. Seakan Hani sedang berbicara pada patung. Hani memilih tidur di ranjangnya, meski perutnya saat
Hani tak bisa menjawab pertanyaan Niko. Dia menundukkan kepalanya. Antara harus jujur atau tidak sama sekali untuk menceritakannya pada Niko. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk jika dia bicara yang sebenarnya.Kepala Hani terasa berat sekali. Dia memijit pelan pelipisnya. Sedang Niko sudah mulai merasa bosan menunggu jawaban Hani. Dia berharap Hani tak menyembunyikan apa pun padanya."Bagaimana Hani, kenapa kamu diam saja sejak tadi, apa memang benar ada yang kamu sembunyikan dariku?"Tanya Niko yang berusaha menahan emosi di dalam hatinya.Lagi-lag Hani hanya tertunduk.Bisa-bisa stok kesabaran Niko bisa habis kalau Hani terus bersikap seperti ini. Tapi Niko sangat yakin, jika Hani masih membutuhkan waktu untuk menjelaskannya. Maka Niko memilih menunggu jawaban itu keluar dari mulut Hani.Semakin lama, mobil Niko semakin dekat dengan rumah mewah milih nyonya Greta. Hani masih memilih diam. Niko mulai menggerakkan jarinya di kemudi tanda tak sabar dalam hatinya terus bergumam
Hani tak bisa menjawab. Apa yang berada di dalam foto itu sudah menjelaskan semuanya. Air matanya mengalir begitu saja. Apa lagi Niko membentaknya denagn nada keras, membuat hati kecil Hani semakin terluka."Apa ini artinya pertemanan di antara kita? Kamu membohongiku selama ini. Dengan sikap diammu, aku mengira kamu adalah teman yang baik, dengan sikap polosmu, dan tak mudah mempermainkan situasi. Aku sangat mempercayai kamu selama ini. Berteman denganmu karena ketulusan. Menganggap kamu benar-benar teman yang bisa diajak bicara dan bertukar pikiran. Tapi apa, kamu bukan saja sudah membohongiku, tapi kamu adalah duri di dalam hidup rumah tangga kakak ku Hani!"Niko memarahi Hani dengan meluapkan semua emosi yang sudah ditahannya sejak kemarin malam."Bagaimana aku bisa dengan mudahnya kamu bodohi. Selama ini aku sangat mempercayai kamu. Membiarkan kamu menjadi temanku. Aku tak menyangka saja, ternyata kamu memiliki niat busuk di sini. Katakan padaku, apa rencanamu Hani. Bagaimana kamu