Wajah Hani memanas, saat mengingat kembali kejadian di kamar tuan Niko. Seberapa banyak pekerjaan yang dia lakukan, bayangan wajah tuan Niko berada tepat di hadapan wajahnya selalu saja terngiang. Sesibuk apa pun pekerjaannya, pasti wajah tuan Niko akan muncul kembali."Aduh Hani, sadarlah," gumamnya dalam hati sambil mengetuk keningnya.Apa lagi saat tuan Niko bergurau dengannya. Seakan jarak status antara mereka tak jauh sama sekali. Tapi Hani sadar akan posisinya, apa lagi ada batasan yang harus dia buat untuk dirinya sendiri. Jangan sampai dia terlena dan larut dalam sebuah rasa yang tak semestinya. "Tidak Hani kamu tak boleh terjembab jatuh pada kubangan lumpur. Tetaplah menjadi diri sendiri. Suatu saat kamu pasti bisa terbebas dari belenggu permainan jahat Bram." Tak hentinya Hani terus meyakinkan dirinya agar tetap berdiri pada posisinya di dalam rumah ini.Jika nyonya Greta tahu Niko ingin berteman dengannya. Pasti nyonya Greta akan melarangnya. Hani menggeleng pedih, bahkan
Hani masuk ke dapur. Membuka lemari penyimpanan lalu membaca satu per satu kemasan yang ada di sana."Ketemu," gumam Hani tersenyum senang. Dia lalu melakukan apa yang diperintahkan tuan Niko padanya.Sebenarnya Hani juga tak tahu apa alasan Niko untuk melakukan sesuatu itu. Saat Nita lengah, dan menyibukkan diri menumis sayuran di kompor, Hani membubuhkan bubuk dari kemasan yang dia ambil di olahan daging sapi yang dibuat oleh Nita.Hani mengacungkan jempolnya ke arah tuan Niko, tanda dia sudah melaksanakan perintahnya. Niko tersenyum puas, lalu segera berlalu pergi dari sana. Melanjutkan pekerjaannya di lantai atas.Hani menghela nafas panjang, masih ada beban berat di dalam hatinya. Seandainya dia dan Bram sudah resmi bercerai, mungkin tak sesakit ini rasanya. Melihat dan mendengar dengan mata kepala sendiri orang yang pernah singgah di hatinya, dan pernah berkomitmen hidup bersama dengannnya malah bercumbu ria dengan wanita lain. Hati perempuan mana yang tak merasa sakit.Jika da
Mata mbok Rumi melotot meminta penjelasan dari Hani. "Katakan jujur pada mbok, apa yang sudah kamu lakukan?"Hani menajadi gugup, apa yang terjadi pada nyonya Greta jika dipikir-pikir memang adalah ulahnya. "Hani?" Mbok Rumi terus mendesaknya agar mau menjawab pertanyaannya."Ma--afkan sa--ya mbok."Hani tertunduk lesu. Merasa gugup karena perbuatannya sudah ketahuan. Dia takut mbok Rumi orang kepercayaan nyonya Greta di rumah ini akan mengadukannya."Kenapa kamu meminta maaf, apa kamu sudah membuat kesalahan?"Tiba-tiba suara Niko mengagetkan mereka berdua."Tuan Niko, saya.."SsstttttNiko menutup bibir dengan telunjuknya memotong pembicaraan mbok Rumi."Semuanya adalah rencanaku, apa yang dilakukan oleh Hani adalah suruhanku. Aku minta mbok untuk menutup mulut. Jangan sampai kakakku tahu yang sebenarnya.""Baik tuan, saya mengerti."Mbok Rumi mengangguk."Ayo Hani, kita kembali bereskan pekerjaan," ajak mbok Rumi, diikuti oleh Hani.Hani menghela napas lega, melihat punggung Niko
"HANI !"Teriak Niko mengagetkan ibu Siti dan Nita.Karena panas terik membuat Hani tak bisa mendengar suara Niko yang memanggilnya dengan suara yang keras. Niko berjalan melangkah menuju Hani yang masih menggunting rumput."Apa yang kamu lakukan di sini?""Tuan, kenapa anda berada di sini?""Aku sedang bertanya padamu, kenapa malah menjawab dengan pertanyaan?"Hani tertawa kecil, sambil menggaruk kepalanya. Keringatnya bercucuran di keningnya. Membuat Niko merasa kasihan."Ayo ikut aku!""Tapi tuan, pekerjaannku belum selesai.""Ikut aku, atau aku akan membanting semua orang di hadapanmu," ucap Niko tegas.Sedang Hani melirik ke arah teras, membayangkan tubuh kekar Niko membanting ibu Siti dan Nita, Hani merasa ngeri sendiri."Ya sudah, aku ikut," jawab Hani.Niko mengajak Hani masuk ke dalam rumah."Perlakukan pelayan di rumah ini sesuai porsinya masing-masing. Jangan seenaknya memerintah, jika tak pernah mengerluarkan sepeser pun untuk upah mereka," tekan Niko pada ibu Siti dan Nit
Niko menghentikan laju mobilnya di garasi. Lalu masuk ke dalam rumah. Hari ini pekerjaannya menumpuk, dan dia memilih segera menyelesaikannya di kantor. Tubuhnya terasa lelah, dan berniat segera naik ke lantai atas beristirahat tenang di kamarnya. Saat akan naik tangga, tubuh Hani terbaring menelungkup di atas lantai."Bangun Hani, bangun."Niko membalikkan tubuh Hani, dan betapa terkejutnya dia, pelipis Hani mengeluarkan banyak darah.Tanpa berpikir panjang Niko mengangkat tubuh Hani. Sepertinya Bram dan Greta tak menyadari kejadian ini, masih terlelap dalam dunia mimpi mereka masing-masing. Niko membuka pintu mobil dan membaringkan tubuh Hani di jok belakang. Lalu kembali ke depan dan mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar segera tiba di rumah sakit.***Satu jam yang lalu, Hani tak sedikit pun mengeluh dengan semua perintah ibu Siti.Semua yang diperintahakan oleh mereka Hani lakukan dalam diam. Semua itu membuat hati ibu Siti dan Nita tambah dongkol.Apa lagi saat Nita mulai b
Mobil sport milik Niko masuk ke pelataran parkir sebuah Rumah Sakit ternama di kotanya. Beberapa petugas menyambut kedatangan Niko dengan mendorong sebuah brangkar dan membaringkan tubuh Hani. Lalu membawa Hani menuju ruang UGD. Seorang perawat mendekati Niko dan memintanya menyelesaikan administrasi."Tuan , silahkan menyelesaikan admistrasi dahulu. Baru kami bisa menangani pasien.""Tidak bisakah kalian menanganinya dulu. Apa aku kelihatan seperti tak memiliki uang?"Ketus Niko pada perawat di meja resepsionis."Ini sudah prosedur Rumah Sakit tuan," jawab perawat itu hormat."Baiklah, apa saja yang kalian inginkan. Cepat tangani pasiennya."Perawat itu meminta kartu pengenal Niko.Sambil mengambil kartu pengenalnya dan mengisi data, mata Niko terus mengawasi Hani yang sedang terbaring tak sadarkan diri di ranjangnya.Beberapa dokter terlihat berlarian ke arah ranjang Hani. Entah apa yang mereka lakukan, setelah tahu tanda pengenal milik Niko. Membuat semua dokter ahli di Rumah
Niko mengamati dengan seksama, sosok yang berada di dalam lembar foto di tangannya. Memastikannya berulang kali, dan menyangkal jika itu bukan orang yang sangat dikenali olehnya. Berulang kali dia menggelengkan kepalanya. Namun hatinya membenarkan apa yang tak ingin diiyakan oleh pikirannya.Niko mengacak rambutnya frustasi. Sambil meremas lembar foto di tangannya. Merasa dibohongi selama ini. Baik oleh Hani maupun Bram."Tidak akan aku biarkan kau mengacaukan hidup kakakku. Tak semudah itu. Kau harus membayar mahal atas kebohongan mu, bajingan!"Niko mengeratkan rahangnya, emosinya benar-benar harus dilampiaskan saat ini.Setelah membereskan pakaian Hani. Niko kembali mengendarai mobilnya membelah jalanan kota menuju ke Rumah Sakit. Tanpa menunggu waktu yang lama, Niko masuk ke ruangan Hani. Meyerahkan tas berisi pakaiannya."Terima kasih tuan."Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Niko. Seakan Hani sedang berbicara pada patung. Hani memilih tidur di ranjangnya, meski perutnya saat
Hani tak bisa menjawab pertanyaan Niko. Dia menundukkan kepalanya. Antara harus jujur atau tidak sama sekali untuk menceritakannya pada Niko. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk jika dia bicara yang sebenarnya.Kepala Hani terasa berat sekali. Dia memijit pelan pelipisnya. Sedang Niko sudah mulai merasa bosan menunggu jawaban Hani. Dia berharap Hani tak menyembunyikan apa pun padanya."Bagaimana Hani, kenapa kamu diam saja sejak tadi, apa memang benar ada yang kamu sembunyikan dariku?"Tanya Niko yang berusaha menahan emosi di dalam hatinya.Lagi-lag Hani hanya tertunduk.Bisa-bisa stok kesabaran Niko bisa habis kalau Hani terus bersikap seperti ini. Tapi Niko sangat yakin, jika Hani masih membutuhkan waktu untuk menjelaskannya. Maka Niko memilih menunggu jawaban itu keluar dari mulut Hani.Semakin lama, mobil Niko semakin dekat dengan rumah mewah milih nyonya Greta. Hani masih memilih diam. Niko mulai menggerakkan jarinya di kemudi tanda tak sabar dalam hatinya terus bergumam
Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar
Hani mengajak Niko naik ke panggung. Niko sangat tak menginginkan situasi seperti ini. Sementara Ayunda tersenyum penuh kemenangan. Karena bujukkannya pada Hani berhasil.Hani berniat mendekati Ayunda, agar tak ada jarak di antara mereka. Tiba-tiba Hans mengikuti langkah Niko. Lalu berbisik pada Niko, membuat Niko bernapas lega. Hans pun menganggukkan kepala ke arah Hani."Terima kasih Hani, kamu sudah mewujudkan keinginanku malam ini," ucap Ayunda tersenyum."Siapa bilang aku mengijinkan kamu untuk bertunangan dengan Niko?"Pertanyaan Hani sontak membuat Ayunda terperangah kaget.Seorang pria berbadan kurus dan tinggi berpakaian jas berwarna hitam masuk ke dalam ruangan. Hani tersenyum ke arah pria itu."Harusnya aku yang akan memberikan kejutan untuk kamu Ayunda."Ucap Hani tenang, melihat wajah Ayunda memerah menahan amarah saat pria itu sudah berdiri di sampingnya."Ayunda, aku bawakan kejutan untuk kamu."Pria berjas hitam itu menyerahkan sebuah amplop pada Ayunda.Segera Ayund
"Hentikan!"Niko berteriak emosi.Melihat Ayunda begitu lihai membujuk Hani agar mau mengikuti keinginannya.Niko mendekati mereka, lalu memegang pergelangan tangan Hani. Kemudian mengajak Hani pergi dari sana."Niko!"Teriak Ayunda. Niko enggan untuk sekedar berbalik untuk melihatnya. Langkahnya semakin panjang, mengajak Hani pergi dari sana lalu masuk ke dalam mobil.Lalu memerintahkan Hans untuk melajukan mobilnya. Niko meminta Hans untuk membawa mereka kembali ke hotel.***"Hani, kamu kemana saja, sejak semalam kamu pergi dan tak memberi kabar. Apa kamu tahu aku sangat mencemaskan kamu?"Tanya Niko, yang sudah duduk berdampingan dengan Hani di sofa ruangan tengah.Hani menatap manik mata elang Niko dalam.Niko mengambil tangan Hani dan menggenggamnya. Sungguh dia sangat khawatir, karena Niko sangat tahu sifat Ayunda yang sangat ekstrim. Dia bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginanya. Bahkan kalau bisa dia mengingankan mencelakakan seseorang pasti akan dia lakukan.Hani
Ayunda wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model yang cukup terkenal. Pertemuannya dengan Niko saat acara peresmian perusahaan baru ayahnya yang bekerja sama dengan perusahaan Niko. Keduanya lalu bertukar nomor. Dan Niko berpikir itu hanya sebatas urusan bisnis saja.Saat Ayunda menghubungi Niko, dan memintanya bertemu Niko, pikir Ayunda sudah menjadi bagian dari perusahaan ayahnya. Yang mau belajar tentang bisnis dan berbagi ilmu, itu saja.Semakin hari kedekatan Ayunda dengannya semakin membuat risih. Niko yang saat itu pikirannya sedang terbagi, antara pekerjaan dan mencari keberadaan Hani. Sikap cuek dan dingin dari Niko malah membuat Ayunda tertantang.Setiap hari Ayunda selalu memiliki alasan agar bisa bertemu Niko. Meminta Niko melakukan ini dan itu untuknya. Niko tak ingin kehidupannya terganggu oleh Ayunda berulang kali menolak Ayunda. Penolakan Niko membuat Ayunda tak pernah patah semangat."Semua pria bertekuk lutut, untuk bisa tiba di atas ranjang bersamaku. Kini