Hani tak bisa menjawab. Apa yang berada di dalam foto itu sudah menjelaskan semuanya. Air matanya mengalir begitu saja. Apa lagi Niko membentaknya denagn nada keras, membuat hati kecil Hani semakin terluka."Apa ini artinya pertemanan di antara kita? Kamu membohongiku selama ini. Dengan sikap diammu, aku mengira kamu adalah teman yang baik, dengan sikap polosmu, dan tak mudah mempermainkan situasi. Aku sangat mempercayai kamu selama ini. Berteman denganmu karena ketulusan. Menganggap kamu benar-benar teman yang bisa diajak bicara dan bertukar pikiran. Tapi apa, kamu bukan saja sudah membohongiku, tapi kamu adalah duri di dalam hidup rumah tangga kakak ku Hani!"Niko memarahi Hani dengan meluapkan semua emosi yang sudah ditahannya sejak kemarin malam."Bagaimana aku bisa dengan mudahnya kamu bodohi. Selama ini aku sangat mempercayai kamu. Membiarkan kamu menjadi temanku. Aku tak menyangka saja, ternyata kamu memiliki niat busuk di sini. Katakan padaku, apa rencanamu Hani. Bagaimana kamu
Niko masuk ke dalam rumah utama, naik ke lantai atas dengan gontai. Ada rasa sesal di dada. Dia langsung memutuskan memarahi Hani. Tak bertanya terlebih dahulu secara baik-baik. Sikapnya terlalu berlebihan, tapi Niko mengakui jika dia sangat merasa kecewa dengan apa yang sudah disembunyikan oleh Hani selama ini."Niko, dari mana saja kamu? Kakak mencari kamu dari tadi. Bisakah kamu ke kamar kakak. Ada yang ingin kakak tanyakan pada kamu. Ini penting sekali," ucap nyonya Greta."Besok saja kak. Niko lelah sekali..," jawab Niko pelan tak bersemangat. Membuat nyonya Greta menggelengkan kepalanya. Dan bertanya-tanya ada apa yang terjadi pada adiknya ini.Akhirnya nyonya Greta memutuskan untuk mengurungkan niatnya berbicara pada adiknya itu."Kenapa sayang?" Tanya Bram yang melihat wajah istrinya cemberut."Tak ada apa-apa mas.""Kemari sayang, jangan lupa meminun obatmu, agar kamu lekas sembuh."Bram mengambil obat milik istrinya lalu memberikan untuk diminum oleh nyonya Greta."Terima kas
Sarapan pagi sudah siap. Hani baru masuk ke dapur. Wajah Hani yang pucat membuat mbok Rumi merasa Hani belum benar-benar pulih."Kalau masih sakit jangan dulu memaksakan diri untuk bekerja Hani," ucap mbok Rumi.Ucapan mbok Rumi terdengar hingga ke ruang makan. Niko langsung berdiri menuju ke dapur. Matanya langsung melihat ke arah Hani. Wajahnya pucat, matanya bengkak. Mungkin dia menangis semalaman."Setelah urusan sarapan selesai bersiaplah Hani, kita ke rumah sakit membuka perban lukamu."Pinta Niko dengan suara pelan, tak terkesan sedang marah pada Hani.Perintah Niko membuat Hani memandang ragu adik majikannya. Seperti tak percaya. Baru semalam dia memarahi Hani dengan kata-kata kasar. Kenapa pagi ini dia berubah secepat itu. Hani menggeleng tak percaya, apa Niko hanya berpura-pura saja. Hani tak mengerti, dia memilih membantu mbok Rumi menyelesaikan tumpukkan perabotan kotor di westafel.Mbok Rumi menggeleng melihat Hani yang masih ingin bekerja walaupun sakit. Hani tetap beker
Setelah beberapa saat Hani tersadar, dia sudah melebihi batas."Maafkan saya tuan, saya terlalu bahagia," ucap Hani sambil mengurai pelukkannya.Niko terdiam tak bisa menjawab, dia tak bisa membohongi dirinya sendiri. Kalau dia juga menikmati pelukkan Hani."Sudah ayo kita menghabiskan camilan ini baru kita pulang," ucap Niko.Hani menurut dan mulai meminum minunan segar yang sudah dipesan oleh Niko. Terasa sangat meyegarkan sekali di tenggorokkannya yang kering.Setelah selesai Niko mengajak Hani untuk pulang ke rumah. Sudah tak lagi ada kemarahan yang ditunjukkan oleh Niko. Membuat Hani merasa lega. Ada penyesalan dalam diri Hani, jika saja dia jujur dari awal mungkin Niko tak akan semarah ini padanya. Tapi sudahlah, semua masalahnya saat ini sudah selesai.Baginya asal Niko sudah percaya padanya, suatu saat jika terjadi sesuatu Hani bisa mempertanggung jawabkan perbuatamnya, tanpa merasa takut lagi. Senyum mengembang di bibirnya. Membuat Niko yang tanpa sengaja menatap wajah Hani
Niko merasa jengkel dengan keinginan tak masuk akal ibu Siti. Dia memilih keluar dari rumah, dan menunggu Hani di depan. Saat Hani mendekatinya, dan membawa alat penyadap yang dimaksud olehnya."Terima kasih Hani."Niko lalu pamit bekerja. Menyalakan mesin mobilnya lalu pergi meninggalkan Hani di pelataran parkir."Apa yang sedang kamu rencanakan bersama nak Niko?"Ibu Siti menarik lengan Hani dengan kasar masuk ke dalam rumah. Dia sempat melihat Hani dan Niko mengobrol di dekat mobil tadi.Hani enggan menjawab pertanyaan ibu Siti. Baginya sudah tak penting apa yang mereka perbuat padanya lagi. Dan Hani masih menaruh curiga pada ibu Siti dan Nita atas kecelakaan yang dia alami beberapa malam yang lalu."Sudah berani kamu yah, kamu sudah sombong mentang-mentang nak Niko sering berbicara ada kamu.""Asal kamu tahu yah, kamu itu harus sadar diri. Kamu itu siapa nak Niko itu siapa. Kamu hanyalah wanita dari kampung, kotor dan dekil. Tak pantas sedikit pun walau berdiri bersama nak Niko" Be
Niko masuk ke kamar perawatan kakaknya. Melihat kakaknya duduk bersandar terpaku tak bergerak. Niko menghampiri nyonya Greta.Dia meletakkan buah-buahan dan beberapa makanan ringan di atas meja."Bagaimana keadaanmu kak?"Nyonya Greta menggeleng, dia masih lemah. Dan belum bisa menjawab pertanyaan adiknya. "Aku bawakan makanan, kakak makan dulu."Niko mengambil tempat makan yang dibawanya dari rumah. Tadi dia sempat meminta mbok Rumi menyiapkan makanan sehat untuk kakaknya. Lalu dengan penuh perhatian, Niko menyuapkannya perlahan pada kakaknya. "Makanannya dihabiskan ya kak. Setelah itu kakak minum obat agar bisa cepat sembuh."Nyonya Greta mengangguk sambil terus berusaha mengunyah makanannya perlahan hingga habis.Dengan telaten Niko mengurus kakaknya, setelah nyonya Greta meminum obat yang diberikan oleh dokter, akhirnya dia tertidur. Hingga malam tiba pun Bram tak menampakan batang hidungnya lagi di rumah sakit. Niko mengambil ponselnya lalu mengirim pesan pada Hani. Dia in
Niko mengemudikan mobilnya kembali ke rumah sakit. Banyak pertanyaan yang masuk ke dalam pikirannya. Jadi ini dia alasan mereka masuk ke dalam rumah kakaknya. Tentang penyakit kakaknya, Niko yakin ada sesuatu yang terjadi atas ulah mereka. Tidak mungkin kakaknya yang sehat bisa terganggu seluruh sarafnya.Tidak, dalam pikiran Niko di tak akan membiarkan orang ain untuk menjatuhkan keluarganya. Bagaimana pun Niko harus melakukan sesuatu dengan cepat. Agar kakaknya bisa kembali pada posisinya semula. Tak mudah untuk mendapatkan pencapaian yang ada di dalam genggaman kakaknya. Tapi pria yang bernama Bram itu dengan mudahnya masuk dan menyingkirkan kakaknya. Tidak kau salah Bram.Wajah pucat nyonya Greta masih terlihat. Walau pun dia tersenyum ke arah adiknya yang masuk di dalam ruangan itu. Tapi sedetik kemudian, senyum itu berubah menjadi sejuta tanda tanya. Nyonya Greta sangat tahu sifat adiknya, pasti sudah terjadi sesuatu hingga wajah adiknya tegang seperti itu."Ada apa Niko. K
Dina menelpon Niko mengadukan sikap Bram pada dirinya.Sambil menangis dia menceritakan semuanya pada Niko. Pembicaraannya sengaja Niko buat speakernya terdengar oleh nyonya Greta."Sayang, apa kabar?"Bram masuk ke kamar perawatan milik istrinya.Nyonya Greta memilih diam, dan menutup matanya. Dia tak memiliki tenaga lebih untuk melampiaskan kemarahannya. Dia tak menyangka suaminya sudah mulai mempermainkannya, kartu kredit yang sudah dia ambil, suaminya tanpa ijin menggunakannya. Membuat tagihan kartu kredit semakin bertumpuk. Tunggu sampai keadaanya pulih baru nyonya Greta memberi tindakan.Walau pun nyonya Greta kaya raya, selama hidupnya dia tak pernah menggunakan kartu kredit untuk berfoya-foya seperti itu. Niko memilih meninggalkan mereka berdua di sana.Membuka pintu mobil dan melanjutkan kembali keinginannya pulang ke rumah. Hani membuka pintu rumah mewah majikannya. Wajah Niko kelihatan kusut dan terlihat lelah. Sengaja dia pulang, agar membiarkan Bram yang akan menjaga kak