Niko menghentikan laju mobilnya di garasi. Lalu masuk ke dalam rumah. Hari ini pekerjaannya menumpuk, dan dia memilih segera menyelesaikannya di kantor. Tubuhnya terasa lelah, dan berniat segera naik ke lantai atas beristirahat tenang di kamarnya. Saat akan naik tangga, tubuh Hani terbaring menelungkup di atas lantai."Bangun Hani, bangun."Niko membalikkan tubuh Hani, dan betapa terkejutnya dia, pelipis Hani mengeluarkan banyak darah.Tanpa berpikir panjang Niko mengangkat tubuh Hani. Sepertinya Bram dan Greta tak menyadari kejadian ini, masih terlelap dalam dunia mimpi mereka masing-masing. Niko membuka pintu mobil dan membaringkan tubuh Hani di jok belakang. Lalu kembali ke depan dan mengemudikan mobilnya secepat mungkin agar segera tiba di rumah sakit.***Satu jam yang lalu, Hani tak sedikit pun mengeluh dengan semua perintah ibu Siti.Semua yang diperintahakan oleh mereka Hani lakukan dalam diam. Semua itu membuat hati ibu Siti dan Nita tambah dongkol.Apa lagi saat Nita mulai b
Mobil sport milik Niko masuk ke pelataran parkir sebuah Rumah Sakit ternama di kotanya. Beberapa petugas menyambut kedatangan Niko dengan mendorong sebuah brangkar dan membaringkan tubuh Hani. Lalu membawa Hani menuju ruang UGD. Seorang perawat mendekati Niko dan memintanya menyelesaikan administrasi."Tuan , silahkan menyelesaikan admistrasi dahulu. Baru kami bisa menangani pasien.""Tidak bisakah kalian menanganinya dulu. Apa aku kelihatan seperti tak memiliki uang?"Ketus Niko pada perawat di meja resepsionis."Ini sudah prosedur Rumah Sakit tuan," jawab perawat itu hormat."Baiklah, apa saja yang kalian inginkan. Cepat tangani pasiennya."Perawat itu meminta kartu pengenal Niko.Sambil mengambil kartu pengenalnya dan mengisi data, mata Niko terus mengawasi Hani yang sedang terbaring tak sadarkan diri di ranjangnya.Beberapa dokter terlihat berlarian ke arah ranjang Hani. Entah apa yang mereka lakukan, setelah tahu tanda pengenal milik Niko. Membuat semua dokter ahli di Rumah
Niko mengamati dengan seksama, sosok yang berada di dalam lembar foto di tangannya. Memastikannya berulang kali, dan menyangkal jika itu bukan orang yang sangat dikenali olehnya. Berulang kali dia menggelengkan kepalanya. Namun hatinya membenarkan apa yang tak ingin diiyakan oleh pikirannya.Niko mengacak rambutnya frustasi. Sambil meremas lembar foto di tangannya. Merasa dibohongi selama ini. Baik oleh Hani maupun Bram."Tidak akan aku biarkan kau mengacaukan hidup kakakku. Tak semudah itu. Kau harus membayar mahal atas kebohongan mu, bajingan!"Niko mengeratkan rahangnya, emosinya benar-benar harus dilampiaskan saat ini.Setelah membereskan pakaian Hani. Niko kembali mengendarai mobilnya membelah jalanan kota menuju ke Rumah Sakit. Tanpa menunggu waktu yang lama, Niko masuk ke ruangan Hani. Meyerahkan tas berisi pakaiannya."Terima kasih tuan."Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Niko. Seakan Hani sedang berbicara pada patung. Hani memilih tidur di ranjangnya, meski perutnya saat
Hani tak bisa menjawab pertanyaan Niko. Dia menundukkan kepalanya. Antara harus jujur atau tidak sama sekali untuk menceritakannya pada Niko. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk jika dia bicara yang sebenarnya.Kepala Hani terasa berat sekali. Dia memijit pelan pelipisnya. Sedang Niko sudah mulai merasa bosan menunggu jawaban Hani. Dia berharap Hani tak menyembunyikan apa pun padanya."Bagaimana Hani, kenapa kamu diam saja sejak tadi, apa memang benar ada yang kamu sembunyikan dariku?"Tanya Niko yang berusaha menahan emosi di dalam hatinya.Lagi-lag Hani hanya tertunduk.Bisa-bisa stok kesabaran Niko bisa habis kalau Hani terus bersikap seperti ini. Tapi Niko sangat yakin, jika Hani masih membutuhkan waktu untuk menjelaskannya. Maka Niko memilih menunggu jawaban itu keluar dari mulut Hani.Semakin lama, mobil Niko semakin dekat dengan rumah mewah milih nyonya Greta. Hani masih memilih diam. Niko mulai menggerakkan jarinya di kemudi tanda tak sabar dalam hatinya terus bergumam
Hani tak bisa menjawab. Apa yang berada di dalam foto itu sudah menjelaskan semuanya. Air matanya mengalir begitu saja. Apa lagi Niko membentaknya denagn nada keras, membuat hati kecil Hani semakin terluka."Apa ini artinya pertemanan di antara kita? Kamu membohongiku selama ini. Dengan sikap diammu, aku mengira kamu adalah teman yang baik, dengan sikap polosmu, dan tak mudah mempermainkan situasi. Aku sangat mempercayai kamu selama ini. Berteman denganmu karena ketulusan. Menganggap kamu benar-benar teman yang bisa diajak bicara dan bertukar pikiran. Tapi apa, kamu bukan saja sudah membohongiku, tapi kamu adalah duri di dalam hidup rumah tangga kakak ku Hani!"Niko memarahi Hani dengan meluapkan semua emosi yang sudah ditahannya sejak kemarin malam."Bagaimana aku bisa dengan mudahnya kamu bodohi. Selama ini aku sangat mempercayai kamu. Membiarkan kamu menjadi temanku. Aku tak menyangka saja, ternyata kamu memiliki niat busuk di sini. Katakan padaku, apa rencanamu Hani. Bagaimana kamu
Niko masuk ke dalam rumah utama, naik ke lantai atas dengan gontai. Ada rasa sesal di dada. Dia langsung memutuskan memarahi Hani. Tak bertanya terlebih dahulu secara baik-baik. Sikapnya terlalu berlebihan, tapi Niko mengakui jika dia sangat merasa kecewa dengan apa yang sudah disembunyikan oleh Hani selama ini."Niko, dari mana saja kamu? Kakak mencari kamu dari tadi. Bisakah kamu ke kamar kakak. Ada yang ingin kakak tanyakan pada kamu. Ini penting sekali," ucap nyonya Greta."Besok saja kak. Niko lelah sekali..," jawab Niko pelan tak bersemangat. Membuat nyonya Greta menggelengkan kepalanya. Dan bertanya-tanya ada apa yang terjadi pada adiknya ini.Akhirnya nyonya Greta memutuskan untuk mengurungkan niatnya berbicara pada adiknya itu."Kenapa sayang?" Tanya Bram yang melihat wajah istrinya cemberut."Tak ada apa-apa mas.""Kemari sayang, jangan lupa meminun obatmu, agar kamu lekas sembuh."Bram mengambil obat milik istrinya lalu memberikan untuk diminum oleh nyonya Greta."Terima kas
Sarapan pagi sudah siap. Hani baru masuk ke dapur. Wajah Hani yang pucat membuat mbok Rumi merasa Hani belum benar-benar pulih."Kalau masih sakit jangan dulu memaksakan diri untuk bekerja Hani," ucap mbok Rumi.Ucapan mbok Rumi terdengar hingga ke ruang makan. Niko langsung berdiri menuju ke dapur. Matanya langsung melihat ke arah Hani. Wajahnya pucat, matanya bengkak. Mungkin dia menangis semalaman."Setelah urusan sarapan selesai bersiaplah Hani, kita ke rumah sakit membuka perban lukamu."Pinta Niko dengan suara pelan, tak terkesan sedang marah pada Hani.Perintah Niko membuat Hani memandang ragu adik majikannya. Seperti tak percaya. Baru semalam dia memarahi Hani dengan kata-kata kasar. Kenapa pagi ini dia berubah secepat itu. Hani menggeleng tak percaya, apa Niko hanya berpura-pura saja. Hani tak mengerti, dia memilih membantu mbok Rumi menyelesaikan tumpukkan perabotan kotor di westafel.Mbok Rumi menggeleng melihat Hani yang masih ingin bekerja walaupun sakit. Hani tetap beker
Setelah beberapa saat Hani tersadar, dia sudah melebihi batas."Maafkan saya tuan, saya terlalu bahagia," ucap Hani sambil mengurai pelukkannya.Niko terdiam tak bisa menjawab, dia tak bisa membohongi dirinya sendiri. Kalau dia juga menikmati pelukkan Hani."Sudah ayo kita menghabiskan camilan ini baru kita pulang," ucap Niko.Hani menurut dan mulai meminum minunan segar yang sudah dipesan oleh Niko. Terasa sangat meyegarkan sekali di tenggorokkannya yang kering.Setelah selesai Niko mengajak Hani untuk pulang ke rumah. Sudah tak lagi ada kemarahan yang ditunjukkan oleh Niko. Membuat Hani merasa lega. Ada penyesalan dalam diri Hani, jika saja dia jujur dari awal mungkin Niko tak akan semarah ini padanya. Tapi sudahlah, semua masalahnya saat ini sudah selesai.Baginya asal Niko sudah percaya padanya, suatu saat jika terjadi sesuatu Hani bisa mempertanggung jawabkan perbuatamnya, tanpa merasa takut lagi. Senyum mengembang di bibirnya. Membuat Niko yang tanpa sengaja menatap wajah Hani