"Selamat datang nyonya."Para pelayan mengangguk hormat pada nyonya Greta yang turun dari mobilnya memasuki rumah.Mata sayu nyonya Greta menandakan bahwa dia masih belum benar-benar pulih dari rasa sakitnya. Dia membalas sapaan para pelayan dengan seulas senyum dari bibirnya yang pucat.Bram memapah tubuh istrinya menuju ke lantai atas."Mbok Rumi ini menu yang disarankan oleh dokter di rumah sakit untuk kak Greta."Niko menyodorkan sebuah notes kecil untuk mbok Rumi.Catatan khusus dari ahli gizi, untuk nyonya Greta agar lebih cepat pemulihannya.Mbok Rumi menerimanya.Berbagai menu sehat yang harus dikonsumsi oleh nyonya Greta. Sambil membacanya mbok Rumi mengangguk-angguk tanda mengerti. "Hani, ayok bantuin mbok Rumi buatkan bubur sayuran untuk nyonya Greta," ajak Mbok Rumi pada Hani yang masih sibuk merapikan isi kulkas."Iya mbok, sebentar lagi."Hani menyelesaikan tugasnya lalu bergegas membantu mbok Rumi. Memotong beberapa potongan sayur ke dalam panci bubur buatan mbok Rumi.
Yang tak kalah terkejut adalah Hani. Baru saja menikmati hidup menjadi asisten rumah tangga yang terbebas dari mulut jahat ibu Siti dan Nita. Baru saja merasa lega, akan kepergian mereka. Sayang semua itu tak berlangsung lama. Cuma dua hari, kini mereka kembali lagi, membuat kepala Hani pusing memikirkannya.Bagaimana caranya agar kedua wanita ini segera pergi dari rumah milik majikannya. Biar bagaimana pun, mana mungkin mereka harus tinggal bersama di rumah ini. Hani saja merasa tak suka. Apa kabar dengan perasaan nyonya Greta barusan.Hani menghela napas panjang. Ingin kembali menuju ke dapur."Eh, babu. Buatkan kami minuman yang seger yah. Gerah dan haus rasanya," ucap ibu Siti pada Hani sambil mengipas wajahnya dengan tangan."Iya nyonya," jawab Hani menunduk patuh.Tapi di dalam hatinya terasa nyeri yang teramat hebat.Sambil menuju ke dapur dengan wajah di tekuk. Antara malas dan marah Hani membuat minuman yang diminta ibu mertua majikannya."Yang sabar Hani. Tak usah diperdulik
"Bagaimana pun rencana kamu yang terbaik nak," puji ibu Siti untuk putrinya."Iya dong bu, kalau soal hal-hal kecil begini serahkan saja pada Nita."Keduanya tersenyum puas di dalam kamarnya. Bram masuk ke dalam kamar tamu kedua wanita itu langsung menoleh ke arah pintu, dan menghembuskan nafas lega."Akting ibu bagus sekali, sampai-sampai istriku cepat merasa luluh," ucap Bram."Dan kini berkat adik kamu, ibu bisa merasakan bagaimana menjadi orang kaya nak.""Bram minta kedepannya ini jangan dulu berulah. Agar istri Bram semakin percaya jika ibu dan Nita bisa tinggal di rumah ini selama mungkin. Bila perlu selamanya deh."Ibu Siti dan Nita mengangguk setuju.Tapi sayang, mereka tak tahu apa yang mereka perbincangkan di dengar oleh Niko melalui alat penyadapnya."Teruslah menyusun rencana, suatu saat pasti aku sendiri akan memergoki kalian," guman Niko dalam hatinya.Menunggu waktu yang tepat, untuk membenarkan kebenaran pada kakak satu-satunya yang dia miliki."Ini kopinya tuan," uc
Apa yang diharapkan Hani dengan sebuah jawaban dari Niko. Kemunculan Nita secara tiba-tiba membuat Niko mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaannya.Tangan Nita bergelayut manja di lengan Niko. Tanpa rasa risih sedikit pun, membuat Niko menghempaskan kasar tangan Nita."Mas Niko," suara manja Nita dibuat selemah mungkin.Niko enggan menjawab. Dalam hatinya ingin sekali rasanya dia memuntahkan seluruh isi perutnya. Jika saja dia tak tahu, mereka sedang merencanakan sesuatu di dalam rumah ini. Mungkin hati Niko masih bisa berbesar hati untuk sekedar mengobrol bersama wanita itu."Hani, masuklah ke rumah utama. Buatkan saya secangkir kopi panas," pinta Niko sambil berbalik lalu pergi meninggalkan kedua wanita itu."Biar aku saja ya mas, teh buatanku jauh lebih enak dibandingkan kopi buatan Hani," teriak Nita pada Niko yang sudah memasuki rumah utama.Nita lalu memandang ke arah Hani sambil memiringkan bibirnya."Aku semakin yakin, jika kamu sudah memelet mas Niko deh."Hani mengge
Wajah Hani memanas, saat mengingat kembali kejadian di kamar tuan Niko. Seberapa banyak pekerjaan yang dia lakukan, bayangan wajah tuan Niko berada tepat di hadapan wajahnya selalu saja terngiang. Sesibuk apa pun pekerjaannya, pasti wajah tuan Niko akan muncul kembali."Aduh Hani, sadarlah," gumamnya dalam hati sambil mengetuk keningnya.Apa lagi saat tuan Niko bergurau dengannya. Seakan jarak status antara mereka tak jauh sama sekali. Tapi Hani sadar akan posisinya, apa lagi ada batasan yang harus dia buat untuk dirinya sendiri. Jangan sampai dia terlena dan larut dalam sebuah rasa yang tak semestinya. "Tidak Hani kamu tak boleh terjembab jatuh pada kubangan lumpur. Tetaplah menjadi diri sendiri. Suatu saat kamu pasti bisa terbebas dari belenggu permainan jahat Bram." Tak hentinya Hani terus meyakinkan dirinya agar tetap berdiri pada posisinya di dalam rumah ini.Jika nyonya Greta tahu Niko ingin berteman dengannya. Pasti nyonya Greta akan melarangnya. Hani menggeleng pedih, bahkan
Hani masuk ke dapur. Membuka lemari penyimpanan lalu membaca satu per satu kemasan yang ada di sana."Ketemu," gumam Hani tersenyum senang. Dia lalu melakukan apa yang diperintahkan tuan Niko padanya.Sebenarnya Hani juga tak tahu apa alasan Niko untuk melakukan sesuatu itu. Saat Nita lengah, dan menyibukkan diri menumis sayuran di kompor, Hani membubuhkan bubuk dari kemasan yang dia ambil di olahan daging sapi yang dibuat oleh Nita.Hani mengacungkan jempolnya ke arah tuan Niko, tanda dia sudah melaksanakan perintahnya. Niko tersenyum puas, lalu segera berlalu pergi dari sana. Melanjutkan pekerjaannya di lantai atas.Hani menghela nafas panjang, masih ada beban berat di dalam hatinya. Seandainya dia dan Bram sudah resmi bercerai, mungkin tak sesakit ini rasanya. Melihat dan mendengar dengan mata kepala sendiri orang yang pernah singgah di hatinya, dan pernah berkomitmen hidup bersama dengannnya malah bercumbu ria dengan wanita lain. Hati perempuan mana yang tak merasa sakit.Jika da
Mata mbok Rumi melotot meminta penjelasan dari Hani. "Katakan jujur pada mbok, apa yang sudah kamu lakukan?"Hani menajadi gugup, apa yang terjadi pada nyonya Greta jika dipikir-pikir memang adalah ulahnya. "Hani?" Mbok Rumi terus mendesaknya agar mau menjawab pertanyaannya."Ma--afkan sa--ya mbok."Hani tertunduk lesu. Merasa gugup karena perbuatannya sudah ketahuan. Dia takut mbok Rumi orang kepercayaan nyonya Greta di rumah ini akan mengadukannya."Kenapa kamu meminta maaf, apa kamu sudah membuat kesalahan?"Tiba-tiba suara Niko mengagetkan mereka berdua."Tuan Niko, saya.."SsstttttNiko menutup bibir dengan telunjuknya memotong pembicaraan mbok Rumi."Semuanya adalah rencanaku, apa yang dilakukan oleh Hani adalah suruhanku. Aku minta mbok untuk menutup mulut. Jangan sampai kakakku tahu yang sebenarnya.""Baik tuan, saya mengerti."Mbok Rumi mengangguk."Ayo Hani, kita kembali bereskan pekerjaan," ajak mbok Rumi, diikuti oleh Hani.Hani menghela napas lega, melihat punggung Niko
"HANI !"Teriak Niko mengagetkan ibu Siti dan Nita.Karena panas terik membuat Hani tak bisa mendengar suara Niko yang memanggilnya dengan suara yang keras. Niko berjalan melangkah menuju Hani yang masih menggunting rumput."Apa yang kamu lakukan di sini?""Tuan, kenapa anda berada di sini?""Aku sedang bertanya padamu, kenapa malah menjawab dengan pertanyaan?"Hani tertawa kecil, sambil menggaruk kepalanya. Keringatnya bercucuran di keningnya. Membuat Niko merasa kasihan."Ayo ikut aku!""Tapi tuan, pekerjaannku belum selesai.""Ikut aku, atau aku akan membanting semua orang di hadapanmu," ucap Niko tegas.Sedang Hani melirik ke arah teras, membayangkan tubuh kekar Niko membanting ibu Siti dan Nita, Hani merasa ngeri sendiri."Ya sudah, aku ikut," jawab Hani.Niko mengajak Hani masuk ke dalam rumah."Perlakukan pelayan di rumah ini sesuai porsinya masing-masing. Jangan seenaknya memerintah, jika tak pernah mengerluarkan sepeser pun untuk upah mereka," tekan Niko pada ibu Siti dan Nit