"Maaf, tidak menyuruhmu masuk. Aku tinggal di hotel untuk sementara waktu ini," ucap Aisyah setelah turun dari mobil Daniel. "Oh, iya. Aku harap lain waktu kau tidak menolak tawaranku untuk makan malam," ucap Daniel tersenyum ramah.'Tentu saja aku menolak Tuan Tampan, aku sudah menikah. Apa kata suamiku nanti. Bisa-bisa dia akan membunuhku,' batin Aisyah.Aisyah hanya menjawab dengan senyuman. Ia tidak mau memberi harapan pada Daniel Bagaskara. Lagi pula posisinya sebagai seorang istri membuat Aisyah urung untuk menerima tawaran dari pria lain.Di kamar atas, Ariel membuka tirai gorden. Ia melihat percakapan Aisyah dengan Daniel Bagaskara. Amarahnya semakin meletup-letup karena istrinya berbicara dengan rivalnya. Setelah itu ia menutup gordennya lagi. Ia memikirkan cara bagaimana memberikan hukuman pada Aisyah yang telah berani main di belakangnya. Ariel yang di penuhi api cemburu tak tahan ingin melabrak Aisyah.CeklekPintu kamar hotel di buka, pandangan Aisyah mengedar ke seluru
"Kau bisa datang kan hari ini ke rumah sakit?" tanya seseorang di telepon."Tidak, biarkan saja dia mendapatkan ganjarannya," balas Ariel."Kau tidak bisa terus-menerus seperti itu. Bagaimanapun dia adalah papamu, orang yang turut andil kau bisa ada di dunia ini," ucap penelepon."Terserah apa katamu, sudah kubilang orang itu sudah ku anggap mati semenjak menikahi wanita lain. Dia adalah penyebab mama meninggal!" balas Ariel ketus. Ia pun mengakhiri teleponnya. Ada rasa kesal di hatinya. Harusnya ia tidak mengangkat telepon itu. Aisyah tidak sengaja mendengar pembicaraan Ariel. Ia penasaran, siapakah yang menelepon Ariel sebenarnya. Mengapa suaminya itu terlihat sangat kesal."Siapa sih?" celetuk Aisyah tiba-tiba.Ariel kaget, ia pun menoleh ke belakang sembari menggenggam erat ponselnya."Sejak kapan kamu di situ?" Ariel malahan balik bertanya."Sejak tadi, tapi tenang saja aku nggak menguping semuanya kok," sahut Aisyah. Ia takut Ariel akan marah bila privasinya di ketahui orang l
Seorang pria paruh baya terlihat sedang tertidur. Tangannya di infus, dan Aisyah makin tidak mengerti mengapa Daniel membawanya ke rumah sakit untuk menemui seseorang yang sama sekali tidak di kenalnya."Ss ... siapa dia?" ucap Aisyah lirih."Dia adalah Devon Bagaskara, papaku dan Ariel," terang Daniel yang cukup mengejutkan Aisyah.Ariel tidak pernah menceritakan padanya selama ini tentang keluarganya. Dan ... Daniel, bukankah mereka sudah beberapa kali bertemu, mengapa Ariel tidak pernah mengatakan sebelumnya jika keduanya bersaudara.Daniel tahu Aisyah cukup terkejut mendengar pengakuannya. Terlihat jelas di wajah gadis ayu itu."Kami berdua memang saudara, tapi beda ibu. Ariel adalah pemilik sah dari perusahaan yang di miliki papanya. Karena dia anak dari istri pertama papa yang sudah meninggal. Sedangkan aku, aku hanya saudara tirinya yang merupakan pewaris kedua kekayaan keluarga Bagaskara," terang Daniel.Aisyah belum sempat memberikan komentarnya. Lelaki paruh baya yang terbar
Canda Ariel berhenti manakala ada sebuah ketukan pintu dari luar. Mereka berdua saling menatap satu sama lain seolah keduanya memikirkan hal yang sama."Siapa yang mengetuk pintu?" tanya Aisyah."Entahlah, apa kau pesan makanan?" tanya balik Ariel."Enggak, tuh," jawab Aisyah."Kalau begitu kamu sembunyi di kamar mandi sana, takutnya ada yang melihat," balas Ariel. Pernikahan mereka yang sembunyi-sembunyi membuat mereka harus bersikap ekstra hati-hati.Setelah Aisyah masuk ke dalam kamar mandi, Ariel membukakan pintunya. Ia kaget dengan sosok wanita paruh baya yang berdiri di depannya."Untuk apa kau kemari?" tanya Ariel dingin."Boleh aku masuk?" tanya wanita itu."Tidak boleh, cukup katakan saja apa kepentinganmu!" balas Ariel ketus.Wanita paruh baya itu menatap Ariel dengan tatapan memelas. Seakan mengharapakan sesuatu dari Ariel. "Pulanglah," jawab wanita itu."Kemana?" tanya Ariel sinis."Ke rumah," jawab wanita itu dengan bibir gemetar."Rumah? Rumah mana yang kau maksudkan?!"
"Aku lelah, boleh tidak enggak ikut," kata Aisyah manja. Ia memeluk Ariel dari belakang yang tengah mengancingkan kemejanya."Boleh, sih. Tapi kalau lama aku takut kamu kesepian," kata Ariel."Enggak akan kesepian, karena aku mau tidur seharian," bujuk Aisyah. Ia masih saja mengenakan bathrobe nya. "Kalau ada yang goda aku gimana?" tanya Ariel. Berat rasanya ia meninggalkan Aisyah sendirian. Karena Ariel ingin Aisyah selalu menempel padanya."Kan Mas memang artis, wajar aja kalau banyak yang godain," ucap Aisyah. Sepertinya bujukan Ariel tidaklah mempan. Padahal Ariel ingin agar Aisyah cemburu. "Kalau kamu sikapnya begini aku takut kamu tidak cinta sama aku," balas Ariel. Ia mengecup kening Aisyah. "Ya, sudah. Mas berangkat dulu. Jangan kemana-mana. Hubungi room service kalau kamu ingin makan," pesan Ariel.Aisyah mengangguk pelan, ia lebih memilih bergumul dengan bantal gulingnya. Mungkin jika tidak kelelahan ia akan menjadi ekor bagi Ariel. Mengikuti suaminya kemanapun pergi. Ar
"Kita pulang sekarang!" Ariel menarik tangan Aisyah. Namun tubuh wanita itu tidak bergeming. Ia masih bertahan dengan pendiriannya untuk tetap tinggal. Aisyah merasa kasihan pada papanya Ariel."Aisy, kau tidak menuruti perkataanku?" Ariel menatap marah pada Aisyah."Mas, dia papamu. Dia hanya_.""Hanya apa? Dia yang menyebabkan mamaku meninggal. Dia yang telah merenggut kebahagiaanku dan menghadirkan orang lain yang tidak aku sukai!" sentak Ariel.Aisyah berkaca-kaca mendengar teriakan Ariel. Ia tidak pernah melihat suaminya semarah itu. Ariel keluar dari ruangan tanpa berpamitan pada papanya. Tak ada pilihan lain, Aisyah akhirnya mengejar Ariel. Ia tidak tahu jika masalah akan bertambah runyam seperti ini.Aisyah masih berlari mengejar Ariel hingga berhasil mensejajarkan langkahnya. "Mas, jalannya pelan-pelan dong.""Aku tidak suka kau berbohong padaku, apalagi mencoba mempertemukanku dengan orang itu!" tandas Ariel."Bukan orang itu, Mas. Dia papamu. Papa kandungmu," imbuh Aisyah.
"Aisyh," bisik Ariel yang kemudian menggigit lembut daun telinga Aisyah penuh gairah. Sontak Aisyah mendongak dan mendesah pelan manakala Ariel mengendus leher Aisyah mesra."Mas, boleh aku tanya tidak?" "Boleh," jawab Ariel pelan."Sekarang jam berapa, Mas?" tanya Aisyah yang masih memeluk tubuh Ariel dari belakang. Ariel meraba-raba ponselnya di atas nakas. Matanya yang masih terpejam terpaksa terbuka untuk melihat jam berapa sekarang. "Jam sembilan!" Ariel terhenyak kaget. Ia langsung bangkit dan mengambil handuk untuk mandi. Aisyah cekikikan, karena ia tahu suaminya hari ini telat berangkat syuting.Ia juga ikut menyiapkan peralatan make upnya. Setelah Ariel keluar dari kamar mandi bergantian dengan Aisyah. Mereka sedang di kejar waktu."Ayo cepat, kita pasti sudah di tunggu mereka," kata Ariel.Usai mandi Aisyah merias wajahnya tipis-tipis lalu memoles bibirnya hanya dengan lipgloss. Memakai baju casual dan sepatu sneakers, buru-buru keluar mengikuti langkah Ariel. Sesampainy
Di kamar hotel Aisyah mengemasi kopernya. Ia sudah bersiap untuk pindah ke kamar lainnya. Seperti anjuran Pak John bahwa mereka perlu menjaga jarak sebelum media mencium pernikahannya."Aku antar ke kamarmu," tawar Ariel."Tidak usah.""Ingat kata Pak John, untuk sementara ini kau harus menjauhiku," peringat Aisyah. Lelaki itu hanya bisa mengantar istrinya sampai depan pintu. Entah sampai kapan ia akan berjauhan dengan Aisyah."Lalu, kalau aku pengen ketemunya bagaimana? Ngumpet gitu?" tanya Ariel."Mas yang di pikirin kok itu saja. Aku ini takut, kalau ketahuan Mas nanti rugi besar," ucap Aisyah kesal."Hehehe, habis aku tidak bisa tidur kalau kamu tidak di sampingku," tutur Ariel. "Ya, udah. Tiap malem, Mas boleh datang diem-diem ke kamarku, tapi jangan sampe ketahuan orang," balas Aisyah.Merasa sedikit ada angin segar Ariel pun tersenyum mengiyakan. Aisyah juga tahu kewajibannya seorang istri adalah melayani suaminya. "Tiba-tiba aku kok lagi pingin," kata Ariel."Ah, Mas ini ada
Marni mengajak Aisyah masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak menyangka setelah sekian lama, Aisyah akhirnya pulang ke kampung menjenguknya. "Kebetulan, ibu masak tadi. Syukurlah kamu pulang, Nak. Ibu kangen padamu," tutur Marni. Aisyah masuk ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian dia keluar sudah dalam keadaan segar. Aisyah duduk di kursi menunggui ibunya yang tengah sibuk membuatkan minuman hangat untuknya. "Minumlah dulu, karena bisa menghilangkan rasa letihmu." Marni menyodorkan secangkir teh hangat. "Hemm, teh buatan ibu selalu yang terbaik," puji Aisyah. Mereka berdua lalu makan bersama, hanya lauk sederhana tapi bagi Aisyah sudah membuatnya merasa nyaman. Karena baginya, masakan ibunya mengandung cinta dan kasih sayang. "Bu, ikan asin sama sambalnya enak," kata Aisyah. "Tadi, ibu hanya buat ini. Lah, makan sendirian terkadang tidak semangat Nduk," tutur Marni. Mendengar pernyataan ibunya Aisyah menjadi kasihan. Selama ini ibunya tinggal sendirian da
"Bukan tempat tongkrongan, tapi tempat makan," balas Aisyah sembari tersenyum. "Nanti gak laku dong jualanku, kalau buat nongkrong saja," imbuh Aisyah. "Duh Aisyah, tenang saja nanti teman-teman kantorku aku ajak makan di sini. Biar makin terkenal restoranmu," kata Daniel. "Makasih, ya. Aku seneng deh punya kakak seperti kamu," kata Aisyah. "Hemm, kakak ya." Daniel garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ternyata Aisyah hanya menganggapnya seperti kakaknya. Padahal ia sudah berharap lebih dari Aisyah. Setelah cerai dari Ariel, Daniel berharap menjadi pengganti suaminya. Daniel sudah merasa cocok dengan karakter Aisyah. Baginya Aisyah adalah wanita pujaan nya. ** Keluarga Devon tengah berkumpul dan bercerita, termasuk Mariska di sana. Setelah adanya Aisyah di rumah mereka, Mariska lebih semangat. Ia merasa punya anak perempuan. Aisyah yang ramah dan suka tersenyum membuat Mariska menyayanginya. Ia berharap Aisyah menikah dengan Daniel, putra kandungnya Mariska. Aisyah datang dar
"Belikan aku baju baru, semua bajuku sudah tidak muat kupakai," keluh Marini.Ariel hanya meletakkan kartu atmnya di meja. Ia malas banyak bicara melayani permintaan Marini yang ini itu. Ia merasa Marini memang sengaja menjadikan kehamilannya sebagai alat untuk meminta banyak hal padanya."Kok hanya kartu, aku kan juga ingin di temenin beli bajunya. Biar kamu bisa milihin yang sesuai seleramu, Mas," bujuk Marini.Ariel yang hendak pergi berangkat ke lokasi syuting menghentikan langkahnya sejenak, ia lalu berbalik menghadap ke arah Marini."Dengar ya, pernikahan ini terjadi agar anak ini memiliki status di mata hukum. Jadi, kau jangan menganggap pernikahan ini seperti orang-orang lainnya yang bisa berumah tangga dengan bahagia.""Karena akal licikmu, kau memisahkan ku dari Aisyah. Kau mungkin memiliki tubuhku tapi tidak dengan hatiku," tandas Ariel.Setelah mengatakan hal itu, ia pun berlalu pergi meninggalkan Marini yang masih terbengong-bengong. Wanita itu tidak percaya Ariel tega me
Aisyah pergi menjauh dari Ariel untuk selamanya. Ia tidak lagi ada kabar beritanya, seperti hilang tertelan bumi. Dan Ariel kelimpungan mencari Aisyah kemanapun tapi tidak juga di temukannya. Semenjak kejadian itu, Marini makin gencar-gencarnya mendekati Ariel. Perutnya makin membesar, dan rasanya tidak ada alasan lagi bagi Ariel selain mempertanggung jawabkan perbuatannya.Kini Marini boleh bangga karena Ariel mempersuntingnya, meski semua itu di lakukan Ariel dengan rasa terpaksa. Di hati Ariel hanya ada Aisyah saja yang bertahta.Pernikahan mereka di gelar secara sederhana, karena Ariel sejak awal memang tidak menginginkan pernikahan itu berlangsung. Ia membuat kesepakatan pada Marini kalau bayi itu sudah lahir maka mereka akan bercerai. Pernikahan itu di buat untuk status anaknya yang akan lahir kelak. Kasihan kalau tidak memiliki status kejelasan."Mas, aku pingin makan rujak. Beliin dong," pinta Marini."Kamu kan bisa menyuruh pelayan. Aku m
"Tolong, jangan pergi!" seru Ariel. Bersamaan itu pula, hujan mengguyur bumi. Hujan begitu deras, membuat baju Aisyah basah kuyup seketika.Ariel berlari berniat melindungi Aisyah dari hujan dengan memberikannya jaket miliknya."Berhenti, tolong jangan mendekat," kata Aisyah. Matanya basah dengan air mata, basah juga dengan tetesan air hujan yang mengguyur kepalanya."Aisyh, maafkan aku...""Tolong berhenti, jangan melangkah lebih dekat lagi!""Atau aku akan membencimu selamanya!" ancam Aisyah. Wanita itu berdiri tegak di bawah derasnya air hujan yang membasahi langit. Air matanya bercampur dengan air hujan. "Aisyah, tolong jangan seperti ini. Aku bisa jelaskan semuanya," kata Ariel."Tidak ada yang perlu di jelaskan, kau menuduhku buta? Aku melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri!" tegas Aisyah. Ia tidak ingin hatinya rapuh dengan bujuk rayu Ariel."Cukup sudah, dari awal aku memang sudah salah melangkah. Kau sudah pernah menikahiku, dan bertanggung jawab atas pemerkosaan wakt
Pagi ini tidak seperti biasanya, pasalnya banyak yang mengantri membeli gado-gado Aisyah. Baru pukul sembilan pagi, gado-gado Aisyah sudah terjual habis. Ia juga heran berasal darimana para pelanggannya itu, soalnya beberapa di antara mereka bukan pelanggan tetapnya. Ada yang minta berswa foto bersama, mereka tampak bangga bisa foto dengan Aisyah. Aisyah tidak sadar kalau dirinya saat ini makin terkenal di sosial media. Ia memang jarang membuka ponselnya karena takut Ariel menghubunginya. Ponselnya ia biarkan mati begitu saja. Aisyah menjalani hidup tanpa ponsel.Sementara Ariel yang tengah istirahat sehabis syuting iseng-iseng membuka ponselnya. Ia kaget melihat berita viral di sosmed yang menunjukkan gambar Aisyah sebagai penjual gado-gado cantik.Ariel langsung beranjak dari tempat duduknya, ia sudah tidak mau berpikir panjang. Tekadnya sudah bulat untuk bertemu dengan Aisyah. "Mau kemana?" tanya sutradara."Aku ada perlu," jawab Ariel."Syuting sebentar lagi di lanjutkan, ingat
"Dimana kau Aisyah," gumam Ariel.Pria berwajah tampan itu akhir-akhir ini sulit untuk tidur. Ia sering memikirkan isterinya yang pergi entah kemana. Ariel sudah membayar orang untuk mencari Aisyah, tapi belum ada kabar yang menggembirakan dari orang suruhannya.Di sela-sela jadwal syutingnya yang padat, dia juga sering menyempatkan diri untuk mencari keberadaan Aisyah. Baginya, Aisyah seperti di telan bumi. Hilang tanpa jejak.Hal itu membuat Ariel kurang bersemangat, ia menjalankan ritinitas pekerjaannya serasa membosankan tanpa kehadiran Aisyah. Aisyah adalah penghilang dahaganya di oase. Tapi penghilang dahaga itu telah pergi meninggalkannya. Rasa bersalah terus saja menghantui hatinya. Ia sadar sudah melukai hati Aisyah terlalu dalam. Lamunan Ariel buyar manakala ponselnya menyala. Bukan telepon yang masuk melainkan notifikasi pesan dari Marini. Ia kesal mengapa wanita itu terus mengganggunya. Dengan malas ia membuka pesan dari Marini. Wanita itu mengirimkan gambar tespek bergar
"Akhirnya kau datang juga," kata Marini. Ariel tidak menggubris perkataan Marini. Ia langsung membuka pintu mobilnya tanpa banyak kata."Masuk!"Marini berjalan melanggang masuk ke dalam mobil Ariel. Lelaki itu mulai menyetir mobilnya, entah kemana Ariel membawa Marini pergi. Marini tersenyum melihat wajah tampan pria yang duduk di sampingnya. Pria yang selalu membuatnya jatuh cinta sepanjang waktu."Apa kita mau ke hotel?" tanya Marini percaya diri. "Tidak, ke neraka!" Ariel semakin mempercepat laju mobilnya membuat wajah Marini pias. Ia takut kalau Ariel akan membuktikan ucapannya."Jangan main-main, aku tidak mau mati sekarang!" teriak Marini. "Kau sudah membuatku terpisah dengan orang yang aku cintai, apa bedanya kematian bagiku," ancam Ariel."Tidak, aku tidak mau mati!""Tolong hentikan mobilnya! Aku tidak mau mati bersamamu!" teriak Marini."Hahaha, kau takut mati juga!""Katamu, kau cinta mati padaku. Tapi tidak mau mati bersamaku. Cintamu omong kosong!" ledek Ariel."Sekara
Ariel melihat Wildan di lokasi syuting sendirian tanpa Aisyah. Itu berarti Aisyah kemarin tidak pergi bersama Wildan. Lalu kemana Aisyah sebenarnya, mengapa pergi tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan. Apakah ada sesuatu yang terjadi dengan ibunya sehingga dia buru-buru pulang? Berbagai spekulasi muncul dalam benak Ariel. Namun ia belum menemukan jawaban yang benar, semua itu hanya perkiraannya saja.Syuting berjalan agak alot tidak seperti biasanya, karena Ariel selalu saja salah memerankan adegan tokohnya. Ia cenderung suka melamun tidak seperti biasanya. Hingga Sang Sutradara sering marah dan tidak sabaran dengan ulah Ariel."Kita sedang kejar tayang, kalau kamu punya masalah pribadi aku harap tidak usah kamu bawa-bawa dalam peranmu," kata Sutradara lirih sembari menepuk pundak Ariel. Wildan juga terlihat galau, ia penasaran apa yang terjadi dengan Aisyah mengapa tiba-tiba tidak mau bekerja padanya lagi. Apakah ada kesalahan yang pernah di perbuatnya hingga Aisyah tidak kerasan beker