Seorang pria paruh baya terlihat sedang tertidur. Tangannya di infus, dan Aisyah makin tidak mengerti mengapa Daniel membawanya ke rumah sakit untuk menemui seseorang yang sama sekali tidak di kenalnya."Ss ... siapa dia?" ucap Aisyah lirih."Dia adalah Devon Bagaskara, papaku dan Ariel," terang Daniel yang cukup mengejutkan Aisyah.Ariel tidak pernah menceritakan padanya selama ini tentang keluarganya. Dan ... Daniel, bukankah mereka sudah beberapa kali bertemu, mengapa Ariel tidak pernah mengatakan sebelumnya jika keduanya bersaudara.Daniel tahu Aisyah cukup terkejut mendengar pengakuannya. Terlihat jelas di wajah gadis ayu itu."Kami berdua memang saudara, tapi beda ibu. Ariel adalah pemilik sah dari perusahaan yang di miliki papanya. Karena dia anak dari istri pertama papa yang sudah meninggal. Sedangkan aku, aku hanya saudara tirinya yang merupakan pewaris kedua kekayaan keluarga Bagaskara," terang Daniel.Aisyah belum sempat memberikan komentarnya. Lelaki paruh baya yang terbar
Canda Ariel berhenti manakala ada sebuah ketukan pintu dari luar. Mereka berdua saling menatap satu sama lain seolah keduanya memikirkan hal yang sama."Siapa yang mengetuk pintu?" tanya Aisyah."Entahlah, apa kau pesan makanan?" tanya balik Ariel."Enggak, tuh," jawab Aisyah."Kalau begitu kamu sembunyi di kamar mandi sana, takutnya ada yang melihat," balas Ariel. Pernikahan mereka yang sembunyi-sembunyi membuat mereka harus bersikap ekstra hati-hati.Setelah Aisyah masuk ke dalam kamar mandi, Ariel membukakan pintunya. Ia kaget dengan sosok wanita paruh baya yang berdiri di depannya."Untuk apa kau kemari?" tanya Ariel dingin."Boleh aku masuk?" tanya wanita itu."Tidak boleh, cukup katakan saja apa kepentinganmu!" balas Ariel ketus.Wanita paruh baya itu menatap Ariel dengan tatapan memelas. Seakan mengharapakan sesuatu dari Ariel. "Pulanglah," jawab wanita itu."Kemana?" tanya Ariel sinis."Ke rumah," jawab wanita itu dengan bibir gemetar."Rumah? Rumah mana yang kau maksudkan?!"
"Aku lelah, boleh tidak enggak ikut," kata Aisyah manja. Ia memeluk Ariel dari belakang yang tengah mengancingkan kemejanya."Boleh, sih. Tapi kalau lama aku takut kamu kesepian," kata Ariel."Enggak akan kesepian, karena aku mau tidur seharian," bujuk Aisyah. Ia masih saja mengenakan bathrobe nya. "Kalau ada yang goda aku gimana?" tanya Ariel. Berat rasanya ia meninggalkan Aisyah sendirian. Karena Ariel ingin Aisyah selalu menempel padanya."Kan Mas memang artis, wajar aja kalau banyak yang godain," ucap Aisyah. Sepertinya bujukan Ariel tidaklah mempan. Padahal Ariel ingin agar Aisyah cemburu. "Kalau kamu sikapnya begini aku takut kamu tidak cinta sama aku," balas Ariel. Ia mengecup kening Aisyah. "Ya, sudah. Mas berangkat dulu. Jangan kemana-mana. Hubungi room service kalau kamu ingin makan," pesan Ariel.Aisyah mengangguk pelan, ia lebih memilih bergumul dengan bantal gulingnya. Mungkin jika tidak kelelahan ia akan menjadi ekor bagi Ariel. Mengikuti suaminya kemanapun pergi. Ar
"Kita pulang sekarang!" Ariel menarik tangan Aisyah. Namun tubuh wanita itu tidak bergeming. Ia masih bertahan dengan pendiriannya untuk tetap tinggal. Aisyah merasa kasihan pada papanya Ariel."Aisy, kau tidak menuruti perkataanku?" Ariel menatap marah pada Aisyah."Mas, dia papamu. Dia hanya_.""Hanya apa? Dia yang menyebabkan mamaku meninggal. Dia yang telah merenggut kebahagiaanku dan menghadirkan orang lain yang tidak aku sukai!" sentak Ariel.Aisyah berkaca-kaca mendengar teriakan Ariel. Ia tidak pernah melihat suaminya semarah itu. Ariel keluar dari ruangan tanpa berpamitan pada papanya. Tak ada pilihan lain, Aisyah akhirnya mengejar Ariel. Ia tidak tahu jika masalah akan bertambah runyam seperti ini.Aisyah masih berlari mengejar Ariel hingga berhasil mensejajarkan langkahnya. "Mas, jalannya pelan-pelan dong.""Aku tidak suka kau berbohong padaku, apalagi mencoba mempertemukanku dengan orang itu!" tandas Ariel."Bukan orang itu, Mas. Dia papamu. Papa kandungmu," imbuh Aisyah.
"Aisyh," bisik Ariel yang kemudian menggigit lembut daun telinga Aisyah penuh gairah. Sontak Aisyah mendongak dan mendesah pelan manakala Ariel mengendus leher Aisyah mesra."Mas, boleh aku tanya tidak?" "Boleh," jawab Ariel pelan."Sekarang jam berapa, Mas?" tanya Aisyah yang masih memeluk tubuh Ariel dari belakang. Ariel meraba-raba ponselnya di atas nakas. Matanya yang masih terpejam terpaksa terbuka untuk melihat jam berapa sekarang. "Jam sembilan!" Ariel terhenyak kaget. Ia langsung bangkit dan mengambil handuk untuk mandi. Aisyah cekikikan, karena ia tahu suaminya hari ini telat berangkat syuting.Ia juga ikut menyiapkan peralatan make upnya. Setelah Ariel keluar dari kamar mandi bergantian dengan Aisyah. Mereka sedang di kejar waktu."Ayo cepat, kita pasti sudah di tunggu mereka," kata Ariel.Usai mandi Aisyah merias wajahnya tipis-tipis lalu memoles bibirnya hanya dengan lipgloss. Memakai baju casual dan sepatu sneakers, buru-buru keluar mengikuti langkah Ariel. Sesampainy
Di kamar hotel Aisyah mengemasi kopernya. Ia sudah bersiap untuk pindah ke kamar lainnya. Seperti anjuran Pak John bahwa mereka perlu menjaga jarak sebelum media mencium pernikahannya."Aku antar ke kamarmu," tawar Ariel."Tidak usah.""Ingat kata Pak John, untuk sementara ini kau harus menjauhiku," peringat Aisyah. Lelaki itu hanya bisa mengantar istrinya sampai depan pintu. Entah sampai kapan ia akan berjauhan dengan Aisyah."Lalu, kalau aku pengen ketemunya bagaimana? Ngumpet gitu?" tanya Ariel."Mas yang di pikirin kok itu saja. Aku ini takut, kalau ketahuan Mas nanti rugi besar," ucap Aisyah kesal."Hehehe, habis aku tidak bisa tidur kalau kamu tidak di sampingku," tutur Ariel. "Ya, udah. Tiap malem, Mas boleh datang diem-diem ke kamarku, tapi jangan sampe ketahuan orang," balas Aisyah.Merasa sedikit ada angin segar Ariel pun tersenyum mengiyakan. Aisyah juga tahu kewajibannya seorang istri adalah melayani suaminya. "Tiba-tiba aku kok lagi pingin," kata Ariel."Ah, Mas ini ada
"Pagi ini aku ada job, nanti tolong bantuin ya," kata Wildan."Eh, iya," jawab Aisyah canggung. Biasanya Ariel yang menjadi atasannya. Kali ini orang lain, orang yang sama sekali tidak pernah dekat dengannya.Sepanjang perjalanan Aisyah lebih banyak diam. Ia belum mengenal karakter Wildan dengan baik, takutnya kalau salah berbicara. Wildan menghentikan mobilnya di sebuah warung makan. "Yuk turun dulu."Aisyah membuka pintu mobilnya sendiri, sementara Wildan sudah sibuk menyapa para pelayan warung makan. Mereka bergiliran membawa banyak kardus nasi mendekati bagasi mobilnya."Emm, kok banyak sekali untuk apa?" tanya Aisyah penasaran."Bukan apa-apa.""Nanti kamu tahu sendiri," balas Wildan.Setelah semua kardus makanan di masukkan ke dalam bagasinya. Wildan kembali masuk ke dalam mobil duduk bersebelahan dengan Aisyah."Sebenarnya, kita mau kemana sih?" tanya Aisyah penasaran."Nanti kamu pasti tahu," jawab Wildan."Misterius nih," ungkap Aisyah."Ya, harus. Aku senang melihat wajahmu
Aisyah masih saja kesal dengan tingkah Ariel yang kekanak-kanakan. Padahal ia melakukan itu semua karena untuk keamanan suaminya. Malahan tindakan Ariel membuat Aisyah kerepotan. Sebentar-sebentar telepon terus, mengatur ini itu. Ia menjadi tidak tenang."Siapa sih temanmu itu, kok dari tadi telepon terus?" tanya Wildan di mobil. Pasalnya ponsel Aisyah sering berdering."Temanku, dia memang seperti itu. Orangnya agak cerewet," balas Aisyah.'Duh, kenapa aku malah mengatai suamiku sendiri cerewet. Ya, Tuhan ampuni aku,' batin Aisyah merasa bersalah."Oh, ya. Kukira pacarmu, karena biasanya yang suka over protected itu pacar atau suami," tebak Wildan.Degh, Aisyah merasa perkataan Wildan adalah sindiriran buatnya. Ariel memang suaminya, berhak untuk cemburu dan mengikuti pergerakannya kemanapun dirinya pergi. Situasi makin sulit, Aisyah tidak ingin Ariel selalu saja cemburu pada Wildan."Bukan, hanya teman kok," balas Aisyah tersenyum hambar."Oh, kalau begitu kamu bisa mengabaikan tele