Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3
“Siapa yang—” Dustin hampir mengumpat pada Anna saat akhirnya menyadari kalau Robin sedang menatapnya dengan alis mengernyit dan ia pun sempat mengurungkan niatnya meluncurkan kata-kata sanggahan kasar yang terbesit di benaknya. Dustin memang menaruh hati pada Anna. Tapi, sebagai drummer handal dari grup band yang selama ini sudah berlatih di bawah tangan dingin Robin —kecuali saat-saat di mana ia sedang kecanduan menonton semua film yang Jessica bintangi—, ia merasa jika harga dirinya jauh lebih penting. Dustin pun buru-buru membela diri di hadapan kakaknya yang sangat otoriter dalam band karena tidak mustahil kalau kakaknya itu akan memecatnya dari grup. “Tidak… jangan percaya padanya. Dia cuma bicara asal-asalan.” “Aku tidak sedang menanyakan kebenaran ucapannya darimu,” sahut Robin masih dengan ekspresi menuduh yang sama. Sebenarnya ekspresi wajahnya lah yang membuat Dustin berusaha membela diri karena cara Robin menatapnya itu sudah mewakili isi pikirannya yang bisa Dustin tebak
Atas apa yang sedang dipikirkannya, Anna yang tiba-tiba saja merinding saat menyadari jika agensinya akan berkembang jauh lebih pesat karena memiliki dirinya juga akan memiliki Sherly, akhirnya menoleh pada Thomas lalu sengaja menatap pria itu cukup lama sampai membuat Thomas, yang sedang menikmati live music, akhirnya terganggu dan menoleh padanya. Anna pun langsung memberikan sebuah senyuman penuh arti setelah mendapatkan perhatian Thomas. Melihat senyuman bisnis Anna yang membuatnya jijik, Thomas mendecak dan berkata, “Tsk… singkirkan wajah menjijikkan itu dari hadapanku.” “A-apa…? Astaga. Apakah Anda ini pecinta sesama jenis? Mereka saja terpesona. Kenapa Anda tidak?” sahut Anna. Ia juga yakin Thomas tadi melihat senyuman memikat dari wajah ‘Anna’ walau tidak sedetail Orin. “Wah… anak ini benar-benar…” Andai tidak sedang berada di depan umum, Thomas yang sudah merasa kesal pada Robin, kini semakin kesal lagi setelah mendapat tuduhan sembrono dari Anna, sudah pasti ia akan mengam
Thomas hendak membuka dan melihat isi dokumen yang baru saja Anna berikan padanya dengan tatapan penuh semangat, namun mengurungkan niatnya saat Anna mengomentari band yang sedang tampil membawakan lagu original yang merupakan lagu terakhir mereka dalam penampilan. “Lumayan juga,” puji Anna sambil mengangkat dan memindahkan makanan ringan yang sudah berada di atas meja di hadapannya ke dekat Sherly. “Kau harus coba ini. Cemilan ini sangat enak,” ucap Anna. Dari ingatan ‘Anna’, ia melihat kalau ‘Anna’ sangat menyukai camilan yang biasanya asisten koki hidangkan untuk menemani waktu bersantai para karyawan saat sedang beristirahat itu dan Anna berharap Sherly juga akan menyukainya. “Daripada lumayan, mereka bisa dikatakan cukup bagus,” sahut Thomas tampak tidak setuju dengan penilaian Anna pada grup band yang beranggotakan Robin dan Dustin itu. Sebenarnya dia hanya ingin menguji Anna, ingin tahu bagaimana penilaian Anna pada mereka. Anna tersenyum lalu menjawabnya dengan santai, “Kare
Dalam keadaannya yang sedang marah, Robin sebenarnya hendak menggertak Joey yang dianggapnya lancang karena berani mencampuri urusannya. Tapi saat melihat tubuh Joey yang lebih tinggi darinya, terutama saat melihat otot tangannya yang kencang dan dada bidangnya yang lebar di balik kemejanya, Robin akhirnya mengalah dan pergi meninggalkan meja itu dengan hati mendongkol. “Maaf sudah membuat Anda semua tidak nyaman. Tolong nikmati makanan dan minuman Anda. Permisi…,” ucap Joey pada Anna dan teman-teman semejanya setelah memastikan Robin dan teman-temannya duduk kembali di tempat mereka. “Apa kafe ini seperti klub malam? Kenapa mereka memiliki seseorang yang tampak seperti tukang pukul? Dan… kalau tidak salah dia orang yang kau ajak pergi ke seberang sana tadi, kan?” tanya Thomas sambil menatap punggung Joey yang sedang berjalan kembali ke mejanya.” “Dia pemilik kafe ini.” “Dia?” Thomas menegakkan tubuhnya, agak kaget dan takjub atas informasi yang Anna berikan. “Selain itu dia juga
Anna berdehem, memalingkan wajahnya kembali ke arah panggung sambil menggumamkan kalimat “dua kali” yang langsung membuat Orin dan Thomas hampir berteriak saking kagetnya. “Mereka pasti nekat melakukan pertunjukan setelah kau paksa, bukan?” Thomas menatap Anna dengan sorot mata marah. Tidak mendapatkan tanggapan, ia akhirnya mengeluhkan kepribadian Anna yang belakangan membuatnya kesal, dengan suara agak nyaring, “Dari sifatmu itu, ku rasa memang benar!” “Saya tidak menyangka mereka akan seperti ini,” sahut Anna tegas, bukan bermaksud membela diri. Ia memang tidak menyangka mental Sherly dan William berada di level yang berada jauh dibawah dirinya bahkan saat ia masih berusia 15 tahun. “Tidak menyangka? Setelah latihan hanya dua kali dan karena mereka bukanlah musisi profesional, tentu saja hasilnya akan seperti ini!” Thomas yang sedari tadi sudah merasa kesal akhirnya menggeram. Thomas sebenarnya tidak terlalu peduli juga akan penampilan Sherly dan William. Ia juga sudah tidak ber
Setelah berbicara pada mereka, Anna berpaling dan menaruh mikrofon yang tadi diambilnya dari tangan Sherly ke stand mic. Ia kemudian menarik napas panjang, membuang rasa kesalnya saat mendapatkan tatapan menghina dari para pengunjung kafe —terutama para musisi— yang mulai marah dan berteriak meminta mereka untuk segera turun dari atas panggung. Mereka juga berteriak meminta agar She Will memberikan sisa jatah penampilan pada grup musik yang akan tampil setelahnya. “Mereka masih siswa SMA dan baru berlatih sebanyak dua kali sebelum tampil hari ini.” Anna mulai berbicara menggunakan mikrofon. “Berikan kesempatan pada mereka untuk membawakan dua lagu yang tersisa. Saya harap Anda semua bisa tenang dan jangan sampai kehilangan kesempatan untuk melihat penampilan debut calon superstar yang akan menjadi musisi besar di masa depan,” ucap Anna dengan penuh percaya diri bercampur kesal sebelum berbalik dan pergi menuju salah satu instrumen yang tersedia di panggung dan meminta teknisi melakuka
“Apa gambaran dari indahnya suara para malaikat yang sedang bernyanyi itu akan terdengar memesona seperti ini?” Thomas bergumam tanpa sadar setelah lagu yang She Will mainkan berakhir. Ia sering mendengar ungkapan seperti itu saat seseorang memuji keindahan suara seorang penyanyi, namun sebenarnya tidak pernah seorangpun dari mereka yang mungkin pernah mendengar malaikat bernyanyi hingga tahu seperti apa suara seorang malaikat saat sedang bernyanyi. “Ku rasa suara seperti inilah yang akan sangat cocok dengan gambaran dari suara malaikat yang sering orang-orang sebutkan tiap kali memuji seorang penyanyi yang membuat mereka terpukau,” pikir Thomas, meyakini pemikirannya sendiri. Pandangannya kemudian tertuju pada Anna, yang sedang menatap padanya sambil tersenyum sinis seolah hendak mengatakan “Aku bukan pembual”. Sebenarnya pemikiran pembual yang terbersit di benak Anna saat kebetulan bertatap mata dengan Joey tadi bukanlah pemikiran yang didapatnya dari sorot mata Joey, namun sebenar
Berjarak dua meja dari Thomas, Joey sedang menggosok ujung matanya yang berair dengan tisu setelah sebelumnya ikut bersorak bersama para penonton meminta She Will untuk memainkan lagu ketiga mereka. Sebagai orang yang terbiasa hidup dalam perkelahian dan dunia kekerasan, baru kali ini Joey merasa tersentuh dengan sebuah nyanyian bahkan sampai bisa membuatnya menangis. Rasa kasihan dan rasa ingin membantu Anna —juga adiknya— untuk kabur dari kafe yang sebelumnya menyiksa dirinya setelah melihat kemarahan para penonton yang terlihat jelas muak pada pidato singkat Anna, menganggap gadis itu terlalu percaya diri dan angkuh, kini berubah menjadi rasa takjub yang membuatnya semakin terpesona pada Anna. "Dia memang sangat memesona dan luar biasa," gumam Joey berulang kali. Ia akhirnya ingat dengan promosi berapi-api Anna saat meminjam ruang kerjanya di sasana tinju untuk membuat dokumen kontrak. “Apa yang dikatakannya terbukti benar,” pikir Joey. Tidak seperti para pengunjung kafe lain —kec