Ana kembali menghela nafasnya. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas. Ia menatap Gerald yang sedang melakukan olahraga ringan di lantai kamar tidurnya. Sedangkan Ana mati kebosanan duduk diatas tempat tidur Gerald. Ana akui Gerald mempunyai tubuh yang atletis karena pria itu rajin olahraga untuk membentuk otot-otot di tubuhnya. Dan sudah hampir tiga jam Ana hanya memperhatikan Gerald yang sibuk berolahraga. "Aku ingin pergi ke kamar." ujar Ana pada Gerald. Jika saja pintu kamar Gerald tidak dikunci oleh pria itu, maka Ana akan dengan mudah keluar dari kamar Gerald tanpa harus izin terlebih dahulu. "Aku masih belum selesai berolahraga." balas Gerald yang masih terus fokus melakukan push-up.Ana mengerutkan keningnya. Apa hubungannya membuka pintu dengan berolahraga, tidak nyambung sama sekali. Terpaksa Ana harus menunggu Gerald sampai menyelesaikan olahraganya. Ini semua karena ulahnya semalam yang terlalu kepo ingin tahu asal suara piano itu.Flashback"Aaaaaaa." Dengan reflek
Ana berjalan mengendap-endap ke belakang rumah. Jika dia kabur dari depan akan lebih menyulitkan karena mungkin ada Kevin dan pak Jamal yang sedang berjaga di depan. Kenapa Ana memilih kabur, karena akan percuma jika ia harus izin dengan Gerald yang pastinya tidak akan mengizinkannya. Apalagi ini menyangkut tentang ayahnya, dan sepertinya Gerald tidak menyukai ayahnya.Ana menyandarkan tangga ke tembok. Sepertinya akan sulit untuk Ana turun dari tembok yang sangat tinggi ini. Dan benar saja apa yang ditakutkan Ana terjadi. Sesampainya berada diatas, Ana menatap ngeri ke bawah. Ia terlihat sangat tinggi dan bahkan ini lebih tinggi dari pagar rumah. Ana masih terdiam di atas, ia menatap ragu untuk meloncat ke bawah.Ana memutar otaknya mencari cara agar ia bisa selamat saat meloncat ke bawah. Mata Ana berbinar saat menemukan sebuah pos kecil yang bisa dijadikan pijakan. Ana akan melompat ke atap pos tersebut dan kemudian kembali melompat dari atap pos tersebut ke bawah. Setidaknya atap
Gerald tidak dapat fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya terus memikirkan Ana. meski mulutnya berkata jika ia tidak peduli, tapi pikirannya berkata lain. Sudah hampir dua belas jam ia belum mendapat kabar tentang keberadaan Ana. Ia bahkan sudah menyuruh orang khusus untuk melacak keberadaan Ana. Tok…tok"Masuk," "Permisi sir, saya ingin memberitahu jika saya sudah menemukan keberadaan nona Ana." ujar Jack menunjukkan titik keberadaan Ana saat ini."Kita kesana sekarang!" Gerald langsung meraih jas nya dan memakainya. "Percuma aku membayar mahal orang-orang khusus untuk mencari Ana jika ternyata aku memiliki asisten yang lebih cepat." omel Gerald dengan wajah kesalnya."Jack, bawa lima bodyguard untuk ikut dengan kita." perintah Gerald."Baik sir." Gerald, Jack, dan kelima bodyguard langsung menuju titik dimana Ana berada. Gerald dan Jack berada di mobil paling depan dan di ikuti dua mobil di belakangnya yang berisi kelima bodyguardnya. Tempat yang diyakini keberadaan Ana cukup jau
"Ana!" Haryanto langsung merebut foto yang Ana pegang.Ana terkejut karena ayahnya yang tiba-tiba membentaknya dan mengambil foto di tangannya dengan paksa. "Ayah siapa laki-laki kecil di foto itu?" tanya Ana.Wajah Haryanto terlihat membeku. Dan Ana menyadari itu. Ana merasa ada yang sedang ayahnya sembunyikan darinya. Ana dan ayahnya memang tidak terlalu dekat. Bahkan bisa dibilang jika Ana tidak menyukai ayahnya yang selalu memikirkan dirinya sendiri. "Bukan siapa-siapa. Walau ayah memberitahu kau juga tidak akan mengenalnya." ujar Haryanto kemudian meninggalkan Ana.Setelah hampir seharian membersihkan rumah, Ana berniat pergi ke rumah neneknya. Sudah lama ia tidak bertemu dengan neneknya dan tidak mengetahui kabar neneknya. Bi Ami juga tidak bisa dihubungi lagi sekarang. Jadi Ana tidak bisa mengetahui kabar neneknya. Ana mengunci pintu rumah sebelum pergi. Ayahnya? Ana tidak tahu kemana ayahnya pergi, dari tadi siang ayahnya belum kembali ke rumah. Ana perlu waktu satu jam le
Haryanto menatap tajam ke arah Gerald yang sudah membohonginya dengan memanggil beberapa polisi untuk menangkapnya. Haryanto sama sekali tidak mengetahui jika ia sudah di jebak oleh Gerald. "Kau ditangkap bukan karena telah menculik Ana, tapi karena kau sudah melakukan banyak kejahatan di luar sana. Kau sudah membawa kabur uang orang lain dan menipu banyak orang untuk berjudi." jelas Gerald jika dia tidak melaporkan ayah Ana tapi hanya membantu para polisi yang memang sedang mencari keberadaan Haryanto.Haryanto berlari menghindar saat polisi berusaha untuk menangkapnya. Haryanto mengeluarkan pistol dari balik tubuhnya dan menodongkannya ke arah Gerald. Tanpa rasa takut Haryanto malah mengancam polisi di depannya jika berani menangkapnya, maka ia akan melepaskan anak peluru ke arah Gerald.Gerald terdiam, bukan karena dia takut. Tapi dia sedang merencanakan untuk melemahkan Haryanto. Gerald menggerakkan jari tangannya menyuruh para polisi untuk menyergap Haryanto di setiap sisi. Deng
Gerald membuka matanya secara perlahan. Ia merasakan badannya sangat lemas. Sudah berapa hari ia tertidur? Apa ia masih hidup setelah tertembak atau ia sudah berada di surga? Yang benar saja apa orang seperti Gerald akan masuk ke surga? Gerald mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan jika penglihatannya memang benar. Ia menggosok matanya dan matanya tetap melihat Ana yang sedang tertidur di sofa panjang.Sepertinya Jack yang sudah membawa Ana kemari, pikir Gerald. Bagus, berarti Gerald tidak perlu capek-capek mencari Ana lagi. Gadis itu sangat hobi lari darinya. Terlintas sebuah ide jahat di kepala Gerald. Gerald kembali membaringkan badannya dan menutup matanya. Ia sudah bersiap menjalankan rencananya."Arghhh!" pekik Gerald sambil memegang bahunya seperti orang yang sedang kesakitan. Padahal dokter sudah menyuntikkan obat mati rasa pada bahunya.Dan benar rencana Gerald berhasil. Ana terbangun dari tidurnya dan langsung menatap khawatir ke arah Gerald. Ana berjalan mendek
Sudah lima hari berada di rumah sakit setelah mendapat luka tembak itu. Dan lima hari juga Ana harus mengurus Gerald dengan segala kebutuhan yang laki-laki itu perlukan. Ah setelah kejadian permasalahan kolor celana waktu itu, setelahnya Gerald tidak pernah mengikat tali kolornya lagi karena ia sangat kesulitan saat membuka tali dan juga ia tidak akan bisa menali tali celananya hanya dengan satu tangan. Ana sedang sibuk membereskan semua pakaian Gerald ke dalam koper. Sedangkan Gerald malah asyik dengan ponselnya. Walaupun tangannya sakit, laki-laki itu masih bisa memainkan ponselnya. "Arghhh." Ana menengokkan kepalanya melihat apa yang sedang Gerald lakukan. "Ana kemari!" Gerald meletakkan ponsel di tangannya dan menyentuh tangan kanannya yang masih disangga oleh arm sling. "Ada apa?" "Tanganku sakit." ujar Gerald sambil menunjuk tangan kanannya yang sakit."Jangan bercanda, yang sakit bahumu bukan tanganmu." Ana tidak terlalu menanggapi Gerald yang meringis kesakitan karena i
Satu bulan berlalu begitu sangat cepat. Gerald sudah melepas perban di bahunya dan laki-laki itu sudah kembali bekerja seperti biasa. Sedangkan Ana, ia juga sudah bebas dari perintah Gerald yang selalu menyuruhnya. Saat ini Ana sedang berada di taman kota menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Jangan ditanya bagaimana Gerald bisa mengizinkan Ana keluar dari rumah. Tentu saja Ana mencari banyak cara untuk bisa keluar dari rumah Gerald. Bahkan Ana tidak percaya hanya dengan mengancam Gerald kalau ia akan pergi dari rumah itu jika Gerald terus mengurungnya. Dan Ana berhasil Gerald langsung mengizinkannya untuk keluar tapi tentu saja ada syaratnya. Yaitu setiap Ana pergi, Kevin harus selalu ada di sampingnya. Tanpa berpikir panjang Ana langsung mengiyakan persyaratan dari Gerald.Ngomong-ngomong tentang ayahnya yang di penjara. Ana baru saja menjenguk ayahnya di penjara tadi. Ana merasa prihatin dengan keadaan ayahnya saat ini. Ayahnya terlihat sangat kurus dan tidak terawat.
"Sayang." Gerald menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ana. Sesekali ia menghisap atau menggigit gemas leher Ana. Ana memutar bola matanya jengah. Sudah kelima kalinya Gerald hanya memanggilnya tanpa mengatakan apa-apa. Ana menjauhkan tubuhnya dari jangkauan suaminya itu."Aku lagi dandan, jangan ganggu ah." kesal Ana karena sedari tadi Gerald terus menempel padanya dan tidak mau melepaskan pelukannya."Habisnya kamu wangi." ujar Gerald sambil terus menciumi leher Ana."Kamu aja yang bau karena belum mandi." ejek Ana."Kamu mau kemana sih pagi-pagi gini udah cantik aja." Gerald menatap dari pantulan cermin dengan pandangan tidak suka."Mau ke sekolahannya Aron ambil rapot." "Eve ikut?" Ana menggelengkan kepalanya. "Kamu hari ini liburkan, tolong jagain Eve ya." Gerald mencabikkan bibirnya dengan kesal. "Kenapa nggak diajak aja, masa aku harus nemen
Waktu berlalu dengan begitu cepat sampai sulit untuk menyadarinya. Hari demi hari terus berganti, bulan demi bulan terus berganti, hingga tahun demi tahun terus berganti. Sudah hampir tujuh tahun usia pernikahan Ana dan Gerald tanpa terasa. Tidak banyak yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja Gerald yang dulu telah berubah menjadi seorang Gerald yang lebih baik lagi. Hari-harinya dipenuhi oleh Ana yang selalu ada di sampingnya."Emmmh faster…" Ana terengah-engah dalam kegiatan panas mereka. "Jangan keluar dulu, tunggu aku." ujar Gerald sambil terus memompa tubuhnya."Aahhh akuhhh su daahh tidakkhh tahan." Ana memejamkan matanya menahan sesuatu yang ingin keluar dari bawah sana."Bersamahhh ahhhhkhhhkh." Gerald mengerang saat milik Ana Benar-benar menjepitnya dengan sangat erat.Cupp"Ahhh I love you." Gerald membaringkan badannya ke samping badan Ana dan menarik selimut untuk menut
"Arabella?" Rachel langsung berlari menghampiri Gerald begitu mendengar nama putrinya disebut oleh laki-laki itu."Dimana putriku? Katakan dimana putriku?" Rachel terlihat tak sabaran mendengar keberadaan putrinya itu. "Katakan dimana putriku!" Rachel berteriak seperti orang kesetanan karena tidak mendapat respon dari Gerald atas pertanyaannya."Arabella telah tiada." Ana menatap ke arah Gerald dengan pandangan tidak percaya. Ia tidak percaya jika laki-laki itu akan mengatakannya langsung tanpa berpikir panjang. Rachel tertawa keras mendengarnya. Sedangkan Peter terduduk di atas lantai karena terlalu terkejut."Tidak mungkin, putriku masih hidup hahahaha dia masih hidup. Kau berbohong!" Rachel mendorong tubuh Gerald hingga tubuh Gerald mundur beberapa langkah."Putriku masih hiduppp." Rachel berjalan kesana kemari dengan senyum dibibirnya."Kau tidak apa-apa?" Ana menanyakan kead
Ana menggeliat dalam tidurnya. Matanya masih ingin terpejam meski cahaya matahari berusaha menerobos kamarnya untuk mengganggu tidur nyenyaknya. Semalam ia baru tertidur pukul tiga pagi hingga akhirnya hari ini membuatnya ia bangun kesiangan. Untungnya hari ini hari minggu jadi Ana bisa bermalas-malasan di tempat tidurnya. Ana menepuk-nepuk samping tempat tidurnya. Ia tersenyum mengingat makan malam romantisnya dengan Gerald. Mereka sangat menikmatinya semalam. Mereka memakan steak, kemudian dilanjut berdansa di bawah sinar bulan, dan kemudian mereka melanjutkan kegiatan malam mereka dikamar.Wajah Ana memerah seperti tomat kala mengingat bagaimana ia menjadi sangat agresif semalam. Tidak, sepertinya sejak ia hamil ia menjadi lebih agresif ketika mereka melakukannya. Ana selalu ingin memimpin dan Gerald dengan senang hati memberikan kendali kepadanya."Morning honey." Cupp"Morning." "Kau masih ingin tidur?
Ana bergerak mendekat ke arah Gerald. Dipeluknya laki-laki itu dengan tulus. Ia tahu Gerald sebenarnya orang yang baik. Hanya saja karena hatinya tertutup oleh dendam membuatnya jadi seperti ini. Setiap orang memiliki kesempatan dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik, dan Ana yakin Gerald akan menjadi orang yang lebih baik setelah ia menyadari semua kesalahannya. "Aku ingin menjadi seorang ayah yang dibanggakan oleh anakku dimasa depan, bukannya dibenci oleh anakku." gumam Gerald sambil terisak di pelukan Ana. Tangan Ana mengusap punggung Gerald untuk menenangkan suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Ana melihat Gerald yang menangis. Tapi setiap Ana melihat Gerald menangis, ia seperti melihat sisi lain yang selama ini Gerald coba sembunyikan. Selama ini Gerald selalu terlihat galak, dingin, dan tegas, tapi sebenarnya Gerald memiliki sisi yang lembut juga."Terimakasih sudah mengatakan semuanya." ujar Ana sambil tersenyum. Ia menghargai keberanian Gerald yang mau berkata ju
Setelah makan malam Ana langsung pergi ke kamar. Ia langsung mengambil buku novel yang beberapa hari ini ia baca. Malam ini rencananya ia akan menamatkan novelnya itu. Hanya kurang empat bab maka satu buku novel berhasil ia tamatkan selama satu minggu. Ana tetap terfokus pada buku di tangannya ketika Gerald masuk kedalam kamar. Perempuan itu enggan melirik meski sebentar saja. Ana memang selalu begitu jika sudah asyik membaca, maka dunianya akan terfokus pada satu titik.Gerald berpura-pura mencari sesuatu di dekat Ana untuk menarik perhatian perempuan itu. Tapi sayangnya Ana tidak tertarik dengan apa yang Gerald lakukan. Gerald mendengus melihat Ana yang sibuk dengan buku novelnya. Gerald mengintip apa yang membuat Ana sampai begitu mengabaikannya. Gerald melihat buku novel yang Ana baca, tidak ada yang menarik hanya berisi tulisan yang berupa paragraf saja. Gerald menaiki tempat tidur dengan pelan. Ia dengan sengaja merebahkan kepalanya ke atas paha Ana. Dan benar yang ia lakukan l
Gerald berjalan menghampiri Ana. Satu tangannya langsung melingkar posessive di pinggang Ana. Dengan sengaja ia memanas-manasi Jane yang sedang menatap ke arah ia dan Ana. Gerald memang berniat mengusir Jane dari ruangannya. Jika perempuan itu tidak bisa diusir secara halus, maka Gerald akan menggunakan caranya sendiri untuk mengusir perempuan itu."Kau bisa pergi sekarang, atau perlu aku panggilkan satpam kesini?" ujar Gerald kepada Jane."Gak bisa Ge, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." balas Jane yang tetap kekeh dengan pendiriannya."Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ini terakhir kalinya kita bertemu dan terakhir kalinya saya melihat wajah kamu." ujar Gerald datar.Jane tercengang mendengar penuturan Gerald. "Maksud kamu apa?" "Kerjasama kita sudah selesai dan saya sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama kita." jelas Gerald.Jane benar-benar terkejut mendengar keputusan Gerald yang tiba-tiba. Benar-benar sebuah kesialan untuknya, ia baru saja ingin memulai mend
"Nggak mungkin!" Jane menatap foto di depannya dengan pandangan tidak percaya. Selama dua hari ini ia menyuruh seorang mata-mata untuk mencari keberadaan Arabella. Dan alangkah terkejutnya saat mengetahui apa yang terjadi pada perempuan itu. Ia mendapati berita jika Arabella telah tiada. Dan orang yang telah membunuh Arabella adalah Gerald kakak tirinya sendiri. Wajah Jane berubah menjadi pucat, ia memikirkan bagaimana jika Gerald mengetahui kalau selama ini ia juga ikut terlibat membantu Arabella untuk menghancurkan hubungannya dengan Ana. Apa Gerald juga akan membunuhnya dan membakarnya seperti dia membunuh Arabella? Jika Gerald dengan mudahnya bisa membunuh adik tirinya sendiri yang memiliki ikatan darah dengannya, tentu saja Gerald akan dengan mudah membunuhnya bukan?Jane berjalan mondar-mandir memikirkan cara agar dirinya tidak ketahuan kalau ia juga terlibat. Ia menjentikkan jarinya, sebuah ide terlintas di kepalanya. Jika ia berhasil membuat Gerald kembali jatuh cinta padanya
"Bagaimana dok keadaan istri saya?" tanya Gerald dengan wajah ingin tahu."Bisa beritahu saya keluhan apa saja yang bu Ana rasakan?" tanya dokter perempuan itu.Benar, Gerald memang sengaja mencari dokter perempuan untuk memeriksa Ana. Padahal yang seharusnya saat ini bekerja adalah dokter laki-laki. Gerald keras kepala dan akhirnya ia menawarkan untuk membayar lima kali lipat dengan syarat jika dokter yang memeriksa Ana harus berjenis kelamin perempuan."Mual, pusing, lemas, tapi mual saya hanya air saja dok." keluh Ana.Dokter itu tersenyum penuh arti. "Untuk memastikan keadaan ibu Ana, saya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter Hana." dokter tersebut menulis sesuatu di atas kertas yang entah berisi apa Ana sendiri sulit membacanya."Dokter Hana? Apa saya ada penyakit dalam dok? Apa saya akan di operasi?" tanya Ana dengan perasaan takut jika dirinya harus sampai di operasi.Gerald mengusap tangan Ana mencoba menenangkan perempuan itu. Ia juga jadi khawat