Ana yang sedang asyik menonton televisi mengalihkan pandangannya ke arah Gerald yang baru saja masuk kedalam rumah. Ana langsung berdiri dari duduknya dan mengambil paket yang tadi ia taruh diatas meja."Tunggu!" Ana hampir saja tersandung ke depan karena terlalu terburu-buru.Gerald menghentikkan badannya begitu mendengar teriakan Ana. Alisnya terangkat satu menatap Ana. "Ada paket untukmu." Ana mengulurkan paket ditangannya."Apa ini?" tanya Gerald yang dibalas gelengan oleh Ana.Gerald yang sudah ingin tahu apa isi dari kotak tersebut pun membukanya. Ana menutup mulutnya terkejut melihat bangkai kelinci di dalam kotak tersebut. Ana berjalan mundur menjauh dari Gerald, perutnya terasa diaduk saat melihat darah yang begitu banyak.Sedangkan Gerald terlihat biasa saja dan tidak ada raut terkejut dari wajahnya. Ini bukan pertama kalinya Gerald mendapat teror seperti ini. Ia sudah biasa mendapati teror seperti ini karena dalam dunia bisnis selalu mempunyai musuh. Gerald juga tidak akan
Ana kembali menghela nafasnya. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas. Ia menatap Gerald yang sedang melakukan olahraga ringan di lantai kamar tidurnya. Sedangkan Ana mati kebosanan duduk diatas tempat tidur Gerald. Ana akui Gerald mempunyai tubuh yang atletis karena pria itu rajin olahraga untuk membentuk otot-otot di tubuhnya. Dan sudah hampir tiga jam Ana hanya memperhatikan Gerald yang sibuk berolahraga. "Aku ingin pergi ke kamar." ujar Ana pada Gerald. Jika saja pintu kamar Gerald tidak dikunci oleh pria itu, maka Ana akan dengan mudah keluar dari kamar Gerald tanpa harus izin terlebih dahulu. "Aku masih belum selesai berolahraga." balas Gerald yang masih terus fokus melakukan push-up.Ana mengerutkan keningnya. Apa hubungannya membuka pintu dengan berolahraga, tidak nyambung sama sekali. Terpaksa Ana harus menunggu Gerald sampai menyelesaikan olahraganya. Ini semua karena ulahnya semalam yang terlalu kepo ingin tahu asal suara piano itu.Flashback"Aaaaaaa." Dengan reflek
Ana berjalan mengendap-endap ke belakang rumah. Jika dia kabur dari depan akan lebih menyulitkan karena mungkin ada Kevin dan pak Jamal yang sedang berjaga di depan. Kenapa Ana memilih kabur, karena akan percuma jika ia harus izin dengan Gerald yang pastinya tidak akan mengizinkannya. Apalagi ini menyangkut tentang ayahnya, dan sepertinya Gerald tidak menyukai ayahnya.Ana menyandarkan tangga ke tembok. Sepertinya akan sulit untuk Ana turun dari tembok yang sangat tinggi ini. Dan benar saja apa yang ditakutkan Ana terjadi. Sesampainya berada diatas, Ana menatap ngeri ke bawah. Ia terlihat sangat tinggi dan bahkan ini lebih tinggi dari pagar rumah. Ana masih terdiam di atas, ia menatap ragu untuk meloncat ke bawah.Ana memutar otaknya mencari cara agar ia bisa selamat saat meloncat ke bawah. Mata Ana berbinar saat menemukan sebuah pos kecil yang bisa dijadikan pijakan. Ana akan melompat ke atap pos tersebut dan kemudian kembali melompat dari atap pos tersebut ke bawah. Setidaknya atap
Gerald tidak dapat fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya terus memikirkan Ana. meski mulutnya berkata jika ia tidak peduli, tapi pikirannya berkata lain. Sudah hampir dua belas jam ia belum mendapat kabar tentang keberadaan Ana. Ia bahkan sudah menyuruh orang khusus untuk melacak keberadaan Ana. Tok…tok"Masuk," "Permisi sir, saya ingin memberitahu jika saya sudah menemukan keberadaan nona Ana." ujar Jack menunjukkan titik keberadaan Ana saat ini."Kita kesana sekarang!" Gerald langsung meraih jas nya dan memakainya. "Percuma aku membayar mahal orang-orang khusus untuk mencari Ana jika ternyata aku memiliki asisten yang lebih cepat." omel Gerald dengan wajah kesalnya."Jack, bawa lima bodyguard untuk ikut dengan kita." perintah Gerald."Baik sir." Gerald, Jack, dan kelima bodyguard langsung menuju titik dimana Ana berada. Gerald dan Jack berada di mobil paling depan dan di ikuti dua mobil di belakangnya yang berisi kelima bodyguardnya. Tempat yang diyakini keberadaan Ana cukup jau
"Ana!" Haryanto langsung merebut foto yang Ana pegang.Ana terkejut karena ayahnya yang tiba-tiba membentaknya dan mengambil foto di tangannya dengan paksa. "Ayah siapa laki-laki kecil di foto itu?" tanya Ana.Wajah Haryanto terlihat membeku. Dan Ana menyadari itu. Ana merasa ada yang sedang ayahnya sembunyikan darinya. Ana dan ayahnya memang tidak terlalu dekat. Bahkan bisa dibilang jika Ana tidak menyukai ayahnya yang selalu memikirkan dirinya sendiri. "Bukan siapa-siapa. Walau ayah memberitahu kau juga tidak akan mengenalnya." ujar Haryanto kemudian meninggalkan Ana.Setelah hampir seharian membersihkan rumah, Ana berniat pergi ke rumah neneknya. Sudah lama ia tidak bertemu dengan neneknya dan tidak mengetahui kabar neneknya. Bi Ami juga tidak bisa dihubungi lagi sekarang. Jadi Ana tidak bisa mengetahui kabar neneknya. Ana mengunci pintu rumah sebelum pergi. Ayahnya? Ana tidak tahu kemana ayahnya pergi, dari tadi siang ayahnya belum kembali ke rumah. Ana perlu waktu satu jam le
Haryanto menatap tajam ke arah Gerald yang sudah membohonginya dengan memanggil beberapa polisi untuk menangkapnya. Haryanto sama sekali tidak mengetahui jika ia sudah di jebak oleh Gerald. "Kau ditangkap bukan karena telah menculik Ana, tapi karena kau sudah melakukan banyak kejahatan di luar sana. Kau sudah membawa kabur uang orang lain dan menipu banyak orang untuk berjudi." jelas Gerald jika dia tidak melaporkan ayah Ana tapi hanya membantu para polisi yang memang sedang mencari keberadaan Haryanto.Haryanto berlari menghindar saat polisi berusaha untuk menangkapnya. Haryanto mengeluarkan pistol dari balik tubuhnya dan menodongkannya ke arah Gerald. Tanpa rasa takut Haryanto malah mengancam polisi di depannya jika berani menangkapnya, maka ia akan melepaskan anak peluru ke arah Gerald.Gerald terdiam, bukan karena dia takut. Tapi dia sedang merencanakan untuk melemahkan Haryanto. Gerald menggerakkan jari tangannya menyuruh para polisi untuk menyergap Haryanto di setiap sisi. Deng
Gerald membuka matanya secara perlahan. Ia merasakan badannya sangat lemas. Sudah berapa hari ia tertidur? Apa ia masih hidup setelah tertembak atau ia sudah berada di surga? Yang benar saja apa orang seperti Gerald akan masuk ke surga? Gerald mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan jika penglihatannya memang benar. Ia menggosok matanya dan matanya tetap melihat Ana yang sedang tertidur di sofa panjang.Sepertinya Jack yang sudah membawa Ana kemari, pikir Gerald. Bagus, berarti Gerald tidak perlu capek-capek mencari Ana lagi. Gadis itu sangat hobi lari darinya. Terlintas sebuah ide jahat di kepala Gerald. Gerald kembali membaringkan badannya dan menutup matanya. Ia sudah bersiap menjalankan rencananya."Arghhh!" pekik Gerald sambil memegang bahunya seperti orang yang sedang kesakitan. Padahal dokter sudah menyuntikkan obat mati rasa pada bahunya.Dan benar rencana Gerald berhasil. Ana terbangun dari tidurnya dan langsung menatap khawatir ke arah Gerald. Ana berjalan mendek
Sudah lima hari berada di rumah sakit setelah mendapat luka tembak itu. Dan lima hari juga Ana harus mengurus Gerald dengan segala kebutuhan yang laki-laki itu perlukan. Ah setelah kejadian permasalahan kolor celana waktu itu, setelahnya Gerald tidak pernah mengikat tali kolornya lagi karena ia sangat kesulitan saat membuka tali dan juga ia tidak akan bisa menali tali celananya hanya dengan satu tangan. Ana sedang sibuk membereskan semua pakaian Gerald ke dalam koper. Sedangkan Gerald malah asyik dengan ponselnya. Walaupun tangannya sakit, laki-laki itu masih bisa memainkan ponselnya. "Arghhh." Ana menengokkan kepalanya melihat apa yang sedang Gerald lakukan. "Ana kemari!" Gerald meletakkan ponsel di tangannya dan menyentuh tangan kanannya yang masih disangga oleh arm sling. "Ada apa?" "Tanganku sakit." ujar Gerald sambil menunjuk tangan kanannya yang sakit."Jangan bercanda, yang sakit bahumu bukan tanganmu." Ana tidak terlalu menanggapi Gerald yang meringis kesakitan karena i