Sudah lima hari berada di rumah sakit setelah mendapat luka tembak itu. Dan lima hari juga Ana harus mengurus Gerald dengan segala kebutuhan yang laki-laki itu perlukan. Ah setelah kejadian permasalahan kolor celana waktu itu, setelahnya Gerald tidak pernah mengikat tali kolornya lagi karena ia sangat kesulitan saat membuka tali dan juga ia tidak akan bisa menali tali celananya hanya dengan satu tangan. Ana sedang sibuk membereskan semua pakaian Gerald ke dalam koper. Sedangkan Gerald malah asyik dengan ponselnya. Walaupun tangannya sakit, laki-laki itu masih bisa memainkan ponselnya. "Arghhh." Ana menengokkan kepalanya melihat apa yang sedang Gerald lakukan. "Ana kemari!" Gerald meletakkan ponsel di tangannya dan menyentuh tangan kanannya yang masih disangga oleh arm sling. "Ada apa?" "Tanganku sakit." ujar Gerald sambil menunjuk tangan kanannya yang sakit."Jangan bercanda, yang sakit bahumu bukan tanganmu." Ana tidak terlalu menanggapi Gerald yang meringis kesakitan karena i
Satu bulan berlalu begitu sangat cepat. Gerald sudah melepas perban di bahunya dan laki-laki itu sudah kembali bekerja seperti biasa. Sedangkan Ana, ia juga sudah bebas dari perintah Gerald yang selalu menyuruhnya. Saat ini Ana sedang berada di taman kota menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Jangan ditanya bagaimana Gerald bisa mengizinkan Ana keluar dari rumah. Tentu saja Ana mencari banyak cara untuk bisa keluar dari rumah Gerald. Bahkan Ana tidak percaya hanya dengan mengancam Gerald kalau ia akan pergi dari rumah itu jika Gerald terus mengurungnya. Dan Ana berhasil Gerald langsung mengizinkannya untuk keluar tapi tentu saja ada syaratnya. Yaitu setiap Ana pergi, Kevin harus selalu ada di sampingnya. Tanpa berpikir panjang Ana langsung mengiyakan persyaratan dari Gerald.Ngomong-ngomong tentang ayahnya yang di penjara. Ana baru saja menjenguk ayahnya di penjara tadi. Ana merasa prihatin dengan keadaan ayahnya saat ini. Ayahnya terlihat sangat kurus dan tidak terawat.
Ting!Ana mengalihkan perhatiannya pada ponselnya. Satu pesan masuk dari Gio. Gio Hai 👋Gue nggak ganggu lo kan?Ana segera mengetikkan balasan untuk Gio.MeEnggak kokGioBesok lo ada waktu kosong nggak?Gue mau ajak lo ke suatu tempatGue yakin lo bakalan suka tempatnyaPesan masuk terus berdentingan ke ponsel Ana. Besok Ana memang tidak ada rencana pergi kemana-mana sih. Tapi apa iya Gerald akan mengizinkannya keluar lagi? MeMaaf Gio, kayaknya nggak bisa dehGioKenapa?Padahal gue mau nunjukin tempat kesukaan gue ke loAna menggigit bibirnya. Ia tidak bisa asal mengiyakan ajakan Gio kalau ia sendiri belum yakin akan bisa menemui laki-laki itu besok.MeAku usahakan, tapi aku nggak janji bakalan bisaGioNah gitu dongYaudah besok kabarin gue kalau lo bisaSetelah membalas pesan Gio, Ana berjalan keluar dari kamarnya. Matanya menangkap sosok Gerald yang sedang menikmati makan malamnya dengan tenang. Ana menarik salah satu kursi di hadapan Gerald. Gerald hanya menatap Ana seki
Cahaya sinar matahari mengintip dengan malu-malu ke dalam kamar Gerald yang bercat gelap. Suara kicauan burung yang saling bersahutan tidak membuat dua manusia yang sedang berada dalam mimpinya itu merasa terusik. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tring!Tring!Tring!Tring!Bunyi dentingan ponsel yang tidak henti-hentinya menandakan adanya pesan masuk. Ana mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya sekitar. Tubuhnya ia renggangkan dengan perlahan. Ana memejamkan matanya merasakan kulit punggungnya yang diterpa oleh suhu AC. Ana kembali merapatkan selimut yang sedikit menyibak hingga memperlihatkan punggung mulusnya yang tidak tertutup sehelai benang. Benar! Semalam Ana terpaksa harus melayani nafsu Gerald. Ana bergidik ngeri mengingat kejadian semalam. Semalam Gerald benar-benar seperti singa yang kelaparan. Ana bahkan sampai kelelahan melayani Gerald karena Gerald belum juga mencapai kepuasannya.Ana mengulurkan salah satu tangannya keluar dari balik selimut untuk menjangk
Siang ini Gerald mengadakan meeting dengan para karyawannya. Seorang perempuan memakai rok span selutut berwarna hitam sedang menerangkan presentasi di depan Gerald dan karyawan lainnya yang ada di ruang rapat."Perusahaan kita berhasil menjalin kerja sama dengan PT. Cempaka dan kali ini kita sedang berusaha untuk menjalin kerjasama dengan PT. Argo." uhar perempuan ber-rok span didepan tersebut."Jika kerjasama dengan PT. Argo berhasil, maka perusahaan kita akan semakin maju dan banyak manfaat yang bisa perusahaan kita dapatkan dari kerjasama ini. Kemungkinan besar perusahaan kita akan menjadi perusahaan pertambangan nomor satu di negara ini. Bukan hanya itu, PT. Argo juga bersedia menyiapkan peralatan yang perusahaan kita butuhkan." jelas perempuan itu."Meeting kita akhiri sampai disini." penutup Gerald.Gerald menatap data perusahaannya yang semakin meningkat pesat. Gerald tersenyum miring membaca berita mengenai perusahaan ayahnya yang harus kehilangan beberapa investor. Bahkan ad
Gerald melirik ke arah Ana yang terlihat sibuk dengan ponselnya dari tadi. Mereka berdua sedang duduk santai di depan televisi. Televisi menyala tetapi tidak ada yang memperhatikan. Ana sibuk dengan ponselnya, sedangkan Gerald sibuk dengan laptop di pangkuannya. Gerald geram mendengar bunyi dari ponsel Ana yang tidak berhenti-henti. Sudah cukup, Gerald merampas ponsel Ana dengan sekali gerakan. Gerald tidak peduli dengan respon Ana yang tidak terima kepadanya. Gerald mengerutkan keningnya melihat ruang chat Ana dengan seseorang yang bernama Gio. Isi chat tersebut berisi banyak pesan yang dikirimkan oleh Gio. Ana hanya membalasnya dengan satu atau dua pesan, sedangkan yang bernama Gio itu sekali mengirim chat sampai lima atau enam pesan. Pantas saja ponsel Ana terus-menerus berbunyi."Kembalikan ponselku!" teriak Ana dengan wajah kesalnya.Gerald menatap Ana dengan tajam. "Siapa Gio?" Gerald menatap Ana meminta jawaban."Emm it_u dia tem_an ku. Iya dia temanku!" Ana tidak sepenuhnya b
"Lo harus masukin bolanya ke ring supaya dapet poin." saran Gio. Gio tertawa melihat Ana yang terlihat kaku saat memasukkan bola basket ke dalam ring. Lihat saja tidak ada satupun bola yang dilempar berhasil masuk ke dalam ring. Sepertinya Ana belum pernah menyentuh bola basket sebelumnya, setelah dilihat bagaimana Ana yang dengan asal-asalan memasukkan bola basket ke dalam ring. Gio berjalan mendekat ke arah Ana. Ia berdiri di belakang Ana dan tangannya menyentuh kedua tangan Ana mengajari gadis itu memasukkan bola basket dengan benar. Satu poin tercetak di monitor membuat mata Ana berbinar. Tapi tak lama kemudian senyumnya pudar melihat jika waktunya bermain sudah habis dan Ana hanya bisa mencetak satu poin."Lo mau coba lagi?" tawar Gio sambil menunjukkan kartu timezone nya. Ya benar, Gio membawa Ama ke mall untuk mengajak Ana pergi ke timezone. Laki-laki itu langsung mengisi kartu timezone nya dengan jumlah yang banyak. Dan ini pertama kalinya Ana masuk ke dalam timezone dan me
Bugh!Gerald terus menerus memukuli Gio tanpa ampun. Gerald bahkan menutup telinganya rapat-rapat seolah tidak ingin mendengar suara rintihan kesakitan Gio. Baru setelah Gio tidak bisa melawan, Gerald melepaskan cengkramannya pada leher Gio."Pergi! Menjauhlah dari Ana!" mata Gerald tidak berkedip sama sekali saat mengatakan itu. Aura gelap seakan keluar dari tubuh Gerald. Sudah sangat lama Gerald tidak mengotori tangannya dengan darah seseorang. Dan kali ini Gerald benar-benar mengeluarkan rasa kesalnya dan menjadikan Gio sebagai samsak tinjunya."Kevin antarkan dia ke rumahnya. Langsung tinggalkan dia begitu sampai di depan rumahnya." perintah Gerald dengan tatapan yang masih belum lepas menatap Gio yang sudah terkapar lemah diatas tanah."Baik tuan." Kevin mengangkat tubuh Gio dan membawanya masuk ke dalam mobil.Seperti yang Gerald perintahkan, Kevin menurunkan Gio didepan rumah laki-laki itu dan lalu meninggalkannya begitu saja. Seorang wanita paruh baya yang melihat itu langsun