Cahaya sinar matahari mengintip dengan malu-malu ke dalam kamar Gerald yang bercat gelap. Suara kicauan burung yang saling bersahutan tidak membuat dua manusia yang sedang berada dalam mimpinya itu merasa terusik. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tring!Tring!Tring!Tring!Bunyi dentingan ponsel yang tidak henti-hentinya menandakan adanya pesan masuk. Ana mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya sekitar. Tubuhnya ia renggangkan dengan perlahan. Ana memejamkan matanya merasakan kulit punggungnya yang diterpa oleh suhu AC. Ana kembali merapatkan selimut yang sedikit menyibak hingga memperlihatkan punggung mulusnya yang tidak tertutup sehelai benang. Benar! Semalam Ana terpaksa harus melayani nafsu Gerald. Ana bergidik ngeri mengingat kejadian semalam. Semalam Gerald benar-benar seperti singa yang kelaparan. Ana bahkan sampai kelelahan melayani Gerald karena Gerald belum juga mencapai kepuasannya.Ana mengulurkan salah satu tangannya keluar dari balik selimut untuk menjangk
Siang ini Gerald mengadakan meeting dengan para karyawannya. Seorang perempuan memakai rok span selutut berwarna hitam sedang menerangkan presentasi di depan Gerald dan karyawan lainnya yang ada di ruang rapat."Perusahaan kita berhasil menjalin kerja sama dengan PT. Cempaka dan kali ini kita sedang berusaha untuk menjalin kerjasama dengan PT. Argo." uhar perempuan ber-rok span didepan tersebut."Jika kerjasama dengan PT. Argo berhasil, maka perusahaan kita akan semakin maju dan banyak manfaat yang bisa perusahaan kita dapatkan dari kerjasama ini. Kemungkinan besar perusahaan kita akan menjadi perusahaan pertambangan nomor satu di negara ini. Bukan hanya itu, PT. Argo juga bersedia menyiapkan peralatan yang perusahaan kita butuhkan." jelas perempuan itu."Meeting kita akhiri sampai disini." penutup Gerald.Gerald menatap data perusahaannya yang semakin meningkat pesat. Gerald tersenyum miring membaca berita mengenai perusahaan ayahnya yang harus kehilangan beberapa investor. Bahkan ad
Gerald melirik ke arah Ana yang terlihat sibuk dengan ponselnya dari tadi. Mereka berdua sedang duduk santai di depan televisi. Televisi menyala tetapi tidak ada yang memperhatikan. Ana sibuk dengan ponselnya, sedangkan Gerald sibuk dengan laptop di pangkuannya. Gerald geram mendengar bunyi dari ponsel Ana yang tidak berhenti-henti. Sudah cukup, Gerald merampas ponsel Ana dengan sekali gerakan. Gerald tidak peduli dengan respon Ana yang tidak terima kepadanya. Gerald mengerutkan keningnya melihat ruang chat Ana dengan seseorang yang bernama Gio. Isi chat tersebut berisi banyak pesan yang dikirimkan oleh Gio. Ana hanya membalasnya dengan satu atau dua pesan, sedangkan yang bernama Gio itu sekali mengirim chat sampai lima atau enam pesan. Pantas saja ponsel Ana terus-menerus berbunyi."Kembalikan ponselku!" teriak Ana dengan wajah kesalnya.Gerald menatap Ana dengan tajam. "Siapa Gio?" Gerald menatap Ana meminta jawaban."Emm it_u dia tem_an ku. Iya dia temanku!" Ana tidak sepenuhnya b
"Lo harus masukin bolanya ke ring supaya dapet poin." saran Gio. Gio tertawa melihat Ana yang terlihat kaku saat memasukkan bola basket ke dalam ring. Lihat saja tidak ada satupun bola yang dilempar berhasil masuk ke dalam ring. Sepertinya Ana belum pernah menyentuh bola basket sebelumnya, setelah dilihat bagaimana Ana yang dengan asal-asalan memasukkan bola basket ke dalam ring. Gio berjalan mendekat ke arah Ana. Ia berdiri di belakang Ana dan tangannya menyentuh kedua tangan Ana mengajari gadis itu memasukkan bola basket dengan benar. Satu poin tercetak di monitor membuat mata Ana berbinar. Tapi tak lama kemudian senyumnya pudar melihat jika waktunya bermain sudah habis dan Ana hanya bisa mencetak satu poin."Lo mau coba lagi?" tawar Gio sambil menunjukkan kartu timezone nya. Ya benar, Gio membawa Ama ke mall untuk mengajak Ana pergi ke timezone. Laki-laki itu langsung mengisi kartu timezone nya dengan jumlah yang banyak. Dan ini pertama kalinya Ana masuk ke dalam timezone dan me
Bugh!Gerald terus menerus memukuli Gio tanpa ampun. Gerald bahkan menutup telinganya rapat-rapat seolah tidak ingin mendengar suara rintihan kesakitan Gio. Baru setelah Gio tidak bisa melawan, Gerald melepaskan cengkramannya pada leher Gio."Pergi! Menjauhlah dari Ana!" mata Gerald tidak berkedip sama sekali saat mengatakan itu. Aura gelap seakan keluar dari tubuh Gerald. Sudah sangat lama Gerald tidak mengotori tangannya dengan darah seseorang. Dan kali ini Gerald benar-benar mengeluarkan rasa kesalnya dan menjadikan Gio sebagai samsak tinjunya."Kevin antarkan dia ke rumahnya. Langsung tinggalkan dia begitu sampai di depan rumahnya." perintah Gerald dengan tatapan yang masih belum lepas menatap Gio yang sudah terkapar lemah diatas tanah."Baik tuan." Kevin mengangkat tubuh Gio dan membawanya masuk ke dalam mobil.Seperti yang Gerald perintahkan, Kevin menurunkan Gio didepan rumah laki-laki itu dan lalu meninggalkannya begitu saja. Seorang wanita paruh baya yang melihat itu langsun
Ana duduk terdiam di balkon kamarnya sambil memandangi langit yang terlihat sedikit mendung. Kakinya ditekuk dan ia peluk dengan kedua tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi dan sudah hampir lima jam Ana duduk termenung disana. Perempuan itu bahkan sampai melupakan sarapan paginya. Perutnya yang berbunyi meminta diisi pun Ana abaikan. Seakan ia tidak merasakan rasa laparnya. "Aku merindukan kalian." lirih Ana hampir tak terdengar. Satu tetes air matanya jatuh membasahi rok yang ia pakai.Ana kembali terdiam, ia merasakan jika ia tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Ibunya pergi meninggalkannya sejak kecil, lalu ayahnya masuk ke dalam penjara, dan sekarang nenek yang menjadi satu-satunya alasan Ana untuk bertahan hidup telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.Sedangkan di luar kamar Ana terlihat bi Asri dan Asti sedang bertengkar kecil."Kamu ketuk pintunya." suruh bi Asri pada Asti."Nggak mau ah bi, bibi aja yang ketuk pintunya." Asti bersedekap dan
Arsen menatap langit-langit kamar Ana. Ya malam ini ia memutuskan untuk tidur di kamar Ana. Setelah kejadian di kantor tadi pagi membuat Gerald merasa khawatir. Gerald menengokkan kepalanya menatap Ana yang sudah tertidur lelap. Gerald harus memaksa Ana agar perempuan itu mau memakan makan malamnya. Ana juga masih belum mau berbicara. Tapi paling tidak perempuan itu masih bisa diajak berbicara walaupun hanya diam.Gerald mendekatkan tubuhnya pada tubuh Ana. Gerald menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher Ana. Mata Gerald terpejam. "Aku tidak akan pernah melepaskanmu." gumam Gerald.Crittrittt…..crriirriitt Suara burung memenuhi kamar Ana. Ana mengerjapkan matanya beberapa kali. Mata Ana melebar mendapati Gerald yang sedang memeluknya. Jarak mereka bahkan kurang dari sejengkal. Ana menggerakkan badannya dengan perlahan. "Hmmm." Ana menahan nafasnya saat Gerald hampir saja membuka matanya. Ana melepaskan pelukan Gerald dengan susah payah. Setelah berhasil terlepas dari pelukan Gerald
"Hari ini kau harus ikut papa ke kantor." ujar Peter di sela sarapan.Gi berdecak kesal, "Hari ini aku sibuk." Rachel langsung menyikut lengan putranya."Mas tenang saja, Gio akan pergi ke kantor hari ini." ucap Rachel dengan suara lembutnya.Gio memutar bola matanya malas mendengar ucapan mamanya. Mamanya yang selalu memujinya di depan papanya. "Papa tunggu di kantor." Peter bangun dari duduknya dan beranjak pergi dari ruang makan. "Dengarkan mama, mulai sekarang kamu harus membantu papamu di kantor atau mama akan merusak galeri seni mu!" ancam Rachel dengan nada seriusnya. Gio mengepalkan tangannya, mamanya selalu mengancamnya dengan menghancurkan galeri seni miliknya jika ia tidak menuruti perintah mamanya. Tidak ada keluarga bahagia sejak ia kecil. Walaupun mamanya berhasil merebut papanya dari mama Gerald, tapi tidak akan ada yang bisa merebut papanya dari Gerald. Setiap waktu papanya selalu memperhatikan perkembangan perusahaan milik Gerald. Bahkan tak segan-segan papanya mem