Arsen menatap langit-langit kamar Ana. Ya malam ini ia memutuskan untuk tidur di kamar Ana. Setelah kejadian di kantor tadi pagi membuat Gerald merasa khawatir. Gerald menengokkan kepalanya menatap Ana yang sudah tertidur lelap. Gerald harus memaksa Ana agar perempuan itu mau memakan makan malamnya. Ana juga masih belum mau berbicara. Tapi paling tidak perempuan itu masih bisa diajak berbicara walaupun hanya diam.Gerald mendekatkan tubuhnya pada tubuh Ana. Gerald menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher Ana. Mata Gerald terpejam. "Aku tidak akan pernah melepaskanmu." gumam Gerald.Crittrittt…..crriirriitt Suara burung memenuhi kamar Ana. Ana mengerjapkan matanya beberapa kali. Mata Ana melebar mendapati Gerald yang sedang memeluknya. Jarak mereka bahkan kurang dari sejengkal. Ana menggerakkan badannya dengan perlahan. "Hmmm." Ana menahan nafasnya saat Gerald hampir saja membuka matanya. Ana melepaskan pelukan Gerald dengan susah payah. Setelah berhasil terlepas dari pelukan Gerald
"Hari ini kau harus ikut papa ke kantor." ujar Peter di sela sarapan.Gi berdecak kesal, "Hari ini aku sibuk." Rachel langsung menyikut lengan putranya."Mas tenang saja, Gio akan pergi ke kantor hari ini." ucap Rachel dengan suara lembutnya.Gio memutar bola matanya malas mendengar ucapan mamanya. Mamanya yang selalu memujinya di depan papanya. "Papa tunggu di kantor." Peter bangun dari duduknya dan beranjak pergi dari ruang makan. "Dengarkan mama, mulai sekarang kamu harus membantu papamu di kantor atau mama akan merusak galeri seni mu!" ancam Rachel dengan nada seriusnya. Gio mengepalkan tangannya, mamanya selalu mengancamnya dengan menghancurkan galeri seni miliknya jika ia tidak menuruti perintah mamanya. Tidak ada keluarga bahagia sejak ia kecil. Walaupun mamanya berhasil merebut papanya dari mama Gerald, tapi tidak akan ada yang bisa merebut papanya dari Gerald. Setiap waktu papanya selalu memperhatikan perkembangan perusahaan milik Gerald. Bahkan tak segan-segan papanya mem
Gerald termangu tidak percaya jika Ana akan menamparnya. Gerald memegang pipinya yang masih terasa panas. Matanya menatap punggung Ana yang menghilang di balik pintu. Huh! Apa baru saja Ana menolaknya? "Ada apa dengannya?" gumam Gerald. Tingkah Ana semakin hari semakin dingin kepadanya. Jika saja perempuan itu bukan Ana, maka Gerald sudah melenyapkannya karena sudah berani menamparnya. Sial! Biasanya orang akan marah dan kesal saat mendapat tamparan. Tapi Gerald malah terdiam seperti orang bodoh. Tangannya mengepal dengan kuat dan menghentakkannya ke tempat tidur Ana hingga menimbulkan suara dentuman. Gerald beranjak pergi dari kamar Ana. ***Disisi lain Ana memilih pergi dari rumah Gerald. Ia memilih menenangkan dirinya di taman kota. Setidaknya disini ia merasa aman dan tenang dari gangguan Gerald. Hari ini taman tidak seramai biasanya, mungkin karena ini hari kerja. Ana menatap danau kecil yang terlihat tenang, itu membuat perasaannya menjadi tenang. Ana ingat dulu sewaktu ia k
Ana berjengit terkejut melihat Gerald yang sudah berdiri di belakang pintu sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Ana memundurkan langkahnya. Saat ini ia benar-benar merasa takut dengan tatapan Gerald padanya. Sepertinya jiwa singa Gerald sudah kembali ke tubuh laki-laki itu. "Apa kau senang seharian berkencan dengannya?" tanya Gerald dengan smirk di bibirnya. Gerald berjalan perlahan mendekati Ana. Ia bisa melihat dari mata Ana jika perempuan itu kini sedang merasa takut. Gerald memang ingin Ana merasa takut kepada nya agar perempuan itu tidak pernah berani untuk bisa lari darinya. Bahkan Ana tidak akan pernah berani memikirkan untuk bisa pergi dari jangkauannya. Tubuh Ana menabrak dinding di belakangnya. Kedua tangan Gerald langsung mengunci setiap sisi tubuhnya. Tidak ada lagi kesempatan bagi Ana melarikan diri. Ana menundukkan kepalanya saat wajah Gerald hanya berjarak sejengkal dari wajahnya. Ana menggenggam boneka di tangannya dengan erat seakan menyalurkan ketakutan ya
Ana terkejut karena Gerald mencium bibirnya dengan tiba-tiba. Entah dorongan dari mana, Ana melingkarkan tangannya ke leher Gerald. Matanya terpejam menikmati ciuman yang Gerald berikan.Sedangkan Gerald tersenyum tipis melihat Ana yang hanya diam dengan ciuman yang dia berikan. Hati Gerald merasa senang melihat Ana menikmati ciumannya. Tentu saja momen langka ini tidak Gerald sia-siakan. Ia melesakkan lidahnya masuk ke dalam mulut Ana. Ia mengabsen satu persatu deretan gigi Ana."Balas ciumanku Ana." gumam Gerald di sela ciumannya.Gerald menggeram merasakan lidah Ana yang ikut membelit lidahnya. Ciuman Ana memang sedikit terkesan kaku, tapi Gerald sangat menikmatinya. Tangan Gerald merengkuh pinggang Ana agar semakin dekat dengan tubuhnya. Gerald mendorong tubuh Ana perlahan hingga kaki Ana terantuk sisi tempat tidurnya. Gerald melepaskan bibirnya dari bibir Ana. Gerald tersenyum miring ke arah Ana yang terlihat tidak ingin melepaskan ciuman mereka. Tubuh Ana menghantam tempat tidur
"Selamat pak Gerald untuk kerjasamanya." ujar Alan CEO dari PT. Argo."Terima kasih pak Alan. Semoga PT. Sleeve dapat semakin berkembang dengan dukungan dari PT. Argo." ujar Gerald dengan suara tegasnya.Semua orang saling berjabatan dengan senyum yang mengembang. Gerald juga tak kalah senang dengan kontrak kerja samanya bersama PT. Argo. Tinggal beberapa langkah lagi untuk membuat perusahaannya menjadi perusahaan pertambangan nomor satu di negara ini. "Saya permisi pak Gerald." pamit Alan."Sekali lagi terima kasih pak Alan." Gerald menjabat sekali lagi tangan Alan."Sir, ini data model yang anda minta." Jack memberikan proposal berisi data dari beberapa model yang sudah ia kualifikasi.Gerald memang sedang mencari beberapa model perempuan dan laki-laki untuk menjadi brand ambassador perusahaan perhiasan miliknya. Baru-baru ini Gerald baru saja mengesahkan produk perhiasan terbaru miliknya dan akan segera ia launching akhir bulan ini. "Baiklah, akan saya pertimbangkan terlebih dahu
Peter berjalan memasuki rumahnya dengan langkah lesu. Hanya dalam waktu satu jam ia sudah kehilangan uang sebesar lima ratus juta. Tamat sudah riwayat perusahaannya yang akan berada di ambang kebangkrutan. "Tumben jam segini udah pulang pa." Rachel memandang suaminya bergantian dengan memandang jam dinding yang masih menunjukkan pukul tiga sore. Biasanya suaminya akan pulang dari kantor pukul lima sore."Papa kelihatan capek, papa duduk dulu. Aku buatkan teh ya." Rachel menuntun suaminya untuk duduk di sofa kemudian beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk suaminya.Tak lama Rachel kembali ke ruang tengah dengan membawa secangkir teh hangat di tangannya. "Ini pah di minum." ujar Rachel dengan suara yang lembut.Rachel mengambil tempat duduk di samping Peter. Ia menatap suaminya yang sedang meminum teh buatannya. Rachel melirik ke arah Peter dan kemudian menatap ke arah lain beberapa kali. Ia ingin mengatakan sesuatu kepada suaminya tapi ada sedikit keraguan."Pa," p
Gio kembali mengajak Ana untuk bertemu di salah satu cafe dekat taman kota. Gio sudah menyusun rencana untuk membalas perbuatan Gerald kepada ayahnya. Semalam Gio mengetahui jika perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan. Bahkan rumah mewah mereka juga akan disita oleh bank untuk menutupi hutang-hutang perusahaan. Keluarganya saat ini benar-benar sangat kacau. Sejak semalam ibunya terus menangis karena mereka harus segera pergi dari rumah yang mereka tinggali saat ini."Hai, maaf lama." Gio mengubah ekspresinya seperti biasa, Gio yang terlihat ceria. Gio menatap wajah Ana yang terlihat tersenyum. Sepertinya keadaan perempuan itu terlihat lebih baik dari sebelumnya. Seminggu mereka tidak bertemu dan Ana terlihat sedikit berbeda. Tidak ada lagi raut kesedihan di wajah Ana."Gue seneng lo akhirnya bisa senyum lagi." ujar Gio sambil melemparkan senyum manisnya."Itu juga karena kamu yang selalu menghibur aku." balas Ana."Hari kamis kemarin aku baru saja pergi ke makam nenek. Aku sangat
"Sayang." Gerald menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ana. Sesekali ia menghisap atau menggigit gemas leher Ana. Ana memutar bola matanya jengah. Sudah kelima kalinya Gerald hanya memanggilnya tanpa mengatakan apa-apa. Ana menjauhkan tubuhnya dari jangkauan suaminya itu."Aku lagi dandan, jangan ganggu ah." kesal Ana karena sedari tadi Gerald terus menempel padanya dan tidak mau melepaskan pelukannya."Habisnya kamu wangi." ujar Gerald sambil terus menciumi leher Ana."Kamu aja yang bau karena belum mandi." ejek Ana."Kamu mau kemana sih pagi-pagi gini udah cantik aja." Gerald menatap dari pantulan cermin dengan pandangan tidak suka."Mau ke sekolahannya Aron ambil rapot." "Eve ikut?" Ana menggelengkan kepalanya. "Kamu hari ini liburkan, tolong jagain Eve ya." Gerald mencabikkan bibirnya dengan kesal. "Kenapa nggak diajak aja, masa aku harus nemen
Waktu berlalu dengan begitu cepat sampai sulit untuk menyadarinya. Hari demi hari terus berganti, bulan demi bulan terus berganti, hingga tahun demi tahun terus berganti. Sudah hampir tujuh tahun usia pernikahan Ana dan Gerald tanpa terasa. Tidak banyak yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja Gerald yang dulu telah berubah menjadi seorang Gerald yang lebih baik lagi. Hari-harinya dipenuhi oleh Ana yang selalu ada di sampingnya."Emmmh faster…" Ana terengah-engah dalam kegiatan panas mereka. "Jangan keluar dulu, tunggu aku." ujar Gerald sambil terus memompa tubuhnya."Aahhh akuhhh su daahh tidakkhh tahan." Ana memejamkan matanya menahan sesuatu yang ingin keluar dari bawah sana."Bersamahhh ahhhhkhhhkh." Gerald mengerang saat milik Ana Benar-benar menjepitnya dengan sangat erat.Cupp"Ahhh I love you." Gerald membaringkan badannya ke samping badan Ana dan menarik selimut untuk menut
"Arabella?" Rachel langsung berlari menghampiri Gerald begitu mendengar nama putrinya disebut oleh laki-laki itu."Dimana putriku? Katakan dimana putriku?" Rachel terlihat tak sabaran mendengar keberadaan putrinya itu. "Katakan dimana putriku!" Rachel berteriak seperti orang kesetanan karena tidak mendapat respon dari Gerald atas pertanyaannya."Arabella telah tiada." Ana menatap ke arah Gerald dengan pandangan tidak percaya. Ia tidak percaya jika laki-laki itu akan mengatakannya langsung tanpa berpikir panjang. Rachel tertawa keras mendengarnya. Sedangkan Peter terduduk di atas lantai karena terlalu terkejut."Tidak mungkin, putriku masih hidup hahahaha dia masih hidup. Kau berbohong!" Rachel mendorong tubuh Gerald hingga tubuh Gerald mundur beberapa langkah."Putriku masih hiduppp." Rachel berjalan kesana kemari dengan senyum dibibirnya."Kau tidak apa-apa?" Ana menanyakan kead
Ana menggeliat dalam tidurnya. Matanya masih ingin terpejam meski cahaya matahari berusaha menerobos kamarnya untuk mengganggu tidur nyenyaknya. Semalam ia baru tertidur pukul tiga pagi hingga akhirnya hari ini membuatnya ia bangun kesiangan. Untungnya hari ini hari minggu jadi Ana bisa bermalas-malasan di tempat tidurnya. Ana menepuk-nepuk samping tempat tidurnya. Ia tersenyum mengingat makan malam romantisnya dengan Gerald. Mereka sangat menikmatinya semalam. Mereka memakan steak, kemudian dilanjut berdansa di bawah sinar bulan, dan kemudian mereka melanjutkan kegiatan malam mereka dikamar.Wajah Ana memerah seperti tomat kala mengingat bagaimana ia menjadi sangat agresif semalam. Tidak, sepertinya sejak ia hamil ia menjadi lebih agresif ketika mereka melakukannya. Ana selalu ingin memimpin dan Gerald dengan senang hati memberikan kendali kepadanya."Morning honey." Cupp"Morning." "Kau masih ingin tidur?
Ana bergerak mendekat ke arah Gerald. Dipeluknya laki-laki itu dengan tulus. Ia tahu Gerald sebenarnya orang yang baik. Hanya saja karena hatinya tertutup oleh dendam membuatnya jadi seperti ini. Setiap orang memiliki kesempatan dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik, dan Ana yakin Gerald akan menjadi orang yang lebih baik setelah ia menyadari semua kesalahannya. "Aku ingin menjadi seorang ayah yang dibanggakan oleh anakku dimasa depan, bukannya dibenci oleh anakku." gumam Gerald sambil terisak di pelukan Ana. Tangan Ana mengusap punggung Gerald untuk menenangkan suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Ana melihat Gerald yang menangis. Tapi setiap Ana melihat Gerald menangis, ia seperti melihat sisi lain yang selama ini Gerald coba sembunyikan. Selama ini Gerald selalu terlihat galak, dingin, dan tegas, tapi sebenarnya Gerald memiliki sisi yang lembut juga."Terimakasih sudah mengatakan semuanya." ujar Ana sambil tersenyum. Ia menghargai keberanian Gerald yang mau berkata ju
Setelah makan malam Ana langsung pergi ke kamar. Ia langsung mengambil buku novel yang beberapa hari ini ia baca. Malam ini rencananya ia akan menamatkan novelnya itu. Hanya kurang empat bab maka satu buku novel berhasil ia tamatkan selama satu minggu. Ana tetap terfokus pada buku di tangannya ketika Gerald masuk kedalam kamar. Perempuan itu enggan melirik meski sebentar saja. Ana memang selalu begitu jika sudah asyik membaca, maka dunianya akan terfokus pada satu titik.Gerald berpura-pura mencari sesuatu di dekat Ana untuk menarik perhatian perempuan itu. Tapi sayangnya Ana tidak tertarik dengan apa yang Gerald lakukan. Gerald mendengus melihat Ana yang sibuk dengan buku novelnya. Gerald mengintip apa yang membuat Ana sampai begitu mengabaikannya. Gerald melihat buku novel yang Ana baca, tidak ada yang menarik hanya berisi tulisan yang berupa paragraf saja. Gerald menaiki tempat tidur dengan pelan. Ia dengan sengaja merebahkan kepalanya ke atas paha Ana. Dan benar yang ia lakukan l
Gerald berjalan menghampiri Ana. Satu tangannya langsung melingkar posessive di pinggang Ana. Dengan sengaja ia memanas-manasi Jane yang sedang menatap ke arah ia dan Ana. Gerald memang berniat mengusir Jane dari ruangannya. Jika perempuan itu tidak bisa diusir secara halus, maka Gerald akan menggunakan caranya sendiri untuk mengusir perempuan itu."Kau bisa pergi sekarang, atau perlu aku panggilkan satpam kesini?" ujar Gerald kepada Jane."Gak bisa Ge, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." balas Jane yang tetap kekeh dengan pendiriannya."Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ini terakhir kalinya kita bertemu dan terakhir kalinya saya melihat wajah kamu." ujar Gerald datar.Jane tercengang mendengar penuturan Gerald. "Maksud kamu apa?" "Kerjasama kita sudah selesai dan saya sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama kita." jelas Gerald.Jane benar-benar terkejut mendengar keputusan Gerald yang tiba-tiba. Benar-benar sebuah kesialan untuknya, ia baru saja ingin memulai mend
"Nggak mungkin!" Jane menatap foto di depannya dengan pandangan tidak percaya. Selama dua hari ini ia menyuruh seorang mata-mata untuk mencari keberadaan Arabella. Dan alangkah terkejutnya saat mengetahui apa yang terjadi pada perempuan itu. Ia mendapati berita jika Arabella telah tiada. Dan orang yang telah membunuh Arabella adalah Gerald kakak tirinya sendiri. Wajah Jane berubah menjadi pucat, ia memikirkan bagaimana jika Gerald mengetahui kalau selama ini ia juga ikut terlibat membantu Arabella untuk menghancurkan hubungannya dengan Ana. Apa Gerald juga akan membunuhnya dan membakarnya seperti dia membunuh Arabella? Jika Gerald dengan mudahnya bisa membunuh adik tirinya sendiri yang memiliki ikatan darah dengannya, tentu saja Gerald akan dengan mudah membunuhnya bukan?Jane berjalan mondar-mandir memikirkan cara agar dirinya tidak ketahuan kalau ia juga terlibat. Ia menjentikkan jarinya, sebuah ide terlintas di kepalanya. Jika ia berhasil membuat Gerald kembali jatuh cinta padanya
"Bagaimana dok keadaan istri saya?" tanya Gerald dengan wajah ingin tahu."Bisa beritahu saya keluhan apa saja yang bu Ana rasakan?" tanya dokter perempuan itu.Benar, Gerald memang sengaja mencari dokter perempuan untuk memeriksa Ana. Padahal yang seharusnya saat ini bekerja adalah dokter laki-laki. Gerald keras kepala dan akhirnya ia menawarkan untuk membayar lima kali lipat dengan syarat jika dokter yang memeriksa Ana harus berjenis kelamin perempuan."Mual, pusing, lemas, tapi mual saya hanya air saja dok." keluh Ana.Dokter itu tersenyum penuh arti. "Untuk memastikan keadaan ibu Ana, saya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter Hana." dokter tersebut menulis sesuatu di atas kertas yang entah berisi apa Ana sendiri sulit membacanya."Dokter Hana? Apa saya ada penyakit dalam dok? Apa saya akan di operasi?" tanya Ana dengan perasaan takut jika dirinya harus sampai di operasi.Gerald mengusap tangan Ana mencoba menenangkan perempuan itu. Ia juga jadi khawat