Gerald termangu tidak percaya jika Ana akan menamparnya. Gerald memegang pipinya yang masih terasa panas. Matanya menatap punggung Ana yang menghilang di balik pintu. Huh! Apa baru saja Ana menolaknya? "Ada apa dengannya?" gumam Gerald. Tingkah Ana semakin hari semakin dingin kepadanya. Jika saja perempuan itu bukan Ana, maka Gerald sudah melenyapkannya karena sudah berani menamparnya. Sial! Biasanya orang akan marah dan kesal saat mendapat tamparan. Tapi Gerald malah terdiam seperti orang bodoh. Tangannya mengepal dengan kuat dan menghentakkannya ke tempat tidur Ana hingga menimbulkan suara dentuman. Gerald beranjak pergi dari kamar Ana. ***Disisi lain Ana memilih pergi dari rumah Gerald. Ia memilih menenangkan dirinya di taman kota. Setidaknya disini ia merasa aman dan tenang dari gangguan Gerald. Hari ini taman tidak seramai biasanya, mungkin karena ini hari kerja. Ana menatap danau kecil yang terlihat tenang, itu membuat perasaannya menjadi tenang. Ana ingat dulu sewaktu ia k
Ana berjengit terkejut melihat Gerald yang sudah berdiri di belakang pintu sambil melipat kedua tangannya didepan dada. Ana memundurkan langkahnya. Saat ini ia benar-benar merasa takut dengan tatapan Gerald padanya. Sepertinya jiwa singa Gerald sudah kembali ke tubuh laki-laki itu. "Apa kau senang seharian berkencan dengannya?" tanya Gerald dengan smirk di bibirnya. Gerald berjalan perlahan mendekati Ana. Ia bisa melihat dari mata Ana jika perempuan itu kini sedang merasa takut. Gerald memang ingin Ana merasa takut kepada nya agar perempuan itu tidak pernah berani untuk bisa lari darinya. Bahkan Ana tidak akan pernah berani memikirkan untuk bisa pergi dari jangkauannya. Tubuh Ana menabrak dinding di belakangnya. Kedua tangan Gerald langsung mengunci setiap sisi tubuhnya. Tidak ada lagi kesempatan bagi Ana melarikan diri. Ana menundukkan kepalanya saat wajah Gerald hanya berjarak sejengkal dari wajahnya. Ana menggenggam boneka di tangannya dengan erat seakan menyalurkan ketakutan ya
Ana terkejut karena Gerald mencium bibirnya dengan tiba-tiba. Entah dorongan dari mana, Ana melingkarkan tangannya ke leher Gerald. Matanya terpejam menikmati ciuman yang Gerald berikan.Sedangkan Gerald tersenyum tipis melihat Ana yang hanya diam dengan ciuman yang dia berikan. Hati Gerald merasa senang melihat Ana menikmati ciumannya. Tentu saja momen langka ini tidak Gerald sia-siakan. Ia melesakkan lidahnya masuk ke dalam mulut Ana. Ia mengabsen satu persatu deretan gigi Ana."Balas ciumanku Ana." gumam Gerald di sela ciumannya.Gerald menggeram merasakan lidah Ana yang ikut membelit lidahnya. Ciuman Ana memang sedikit terkesan kaku, tapi Gerald sangat menikmatinya. Tangan Gerald merengkuh pinggang Ana agar semakin dekat dengan tubuhnya. Gerald mendorong tubuh Ana perlahan hingga kaki Ana terantuk sisi tempat tidurnya. Gerald melepaskan bibirnya dari bibir Ana. Gerald tersenyum miring ke arah Ana yang terlihat tidak ingin melepaskan ciuman mereka. Tubuh Ana menghantam tempat tidur
"Selamat pak Gerald untuk kerjasamanya." ujar Alan CEO dari PT. Argo."Terima kasih pak Alan. Semoga PT. Sleeve dapat semakin berkembang dengan dukungan dari PT. Argo." ujar Gerald dengan suara tegasnya.Semua orang saling berjabatan dengan senyum yang mengembang. Gerald juga tak kalah senang dengan kontrak kerja samanya bersama PT. Argo. Tinggal beberapa langkah lagi untuk membuat perusahaannya menjadi perusahaan pertambangan nomor satu di negara ini. "Saya permisi pak Gerald." pamit Alan."Sekali lagi terima kasih pak Alan." Gerald menjabat sekali lagi tangan Alan."Sir, ini data model yang anda minta." Jack memberikan proposal berisi data dari beberapa model yang sudah ia kualifikasi.Gerald memang sedang mencari beberapa model perempuan dan laki-laki untuk menjadi brand ambassador perusahaan perhiasan miliknya. Baru-baru ini Gerald baru saja mengesahkan produk perhiasan terbaru miliknya dan akan segera ia launching akhir bulan ini. "Baiklah, akan saya pertimbangkan terlebih dahu
Peter berjalan memasuki rumahnya dengan langkah lesu. Hanya dalam waktu satu jam ia sudah kehilangan uang sebesar lima ratus juta. Tamat sudah riwayat perusahaannya yang akan berada di ambang kebangkrutan. "Tumben jam segini udah pulang pa." Rachel memandang suaminya bergantian dengan memandang jam dinding yang masih menunjukkan pukul tiga sore. Biasanya suaminya akan pulang dari kantor pukul lima sore."Papa kelihatan capek, papa duduk dulu. Aku buatkan teh ya." Rachel menuntun suaminya untuk duduk di sofa kemudian beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk suaminya.Tak lama Rachel kembali ke ruang tengah dengan membawa secangkir teh hangat di tangannya. "Ini pah di minum." ujar Rachel dengan suara yang lembut.Rachel mengambil tempat duduk di samping Peter. Ia menatap suaminya yang sedang meminum teh buatannya. Rachel melirik ke arah Peter dan kemudian menatap ke arah lain beberapa kali. Ia ingin mengatakan sesuatu kepada suaminya tapi ada sedikit keraguan."Pa," p
Gio kembali mengajak Ana untuk bertemu di salah satu cafe dekat taman kota. Gio sudah menyusun rencana untuk membalas perbuatan Gerald kepada ayahnya. Semalam Gio mengetahui jika perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan. Bahkan rumah mewah mereka juga akan disita oleh bank untuk menutupi hutang-hutang perusahaan. Keluarganya saat ini benar-benar sangat kacau. Sejak semalam ibunya terus menangis karena mereka harus segera pergi dari rumah yang mereka tinggali saat ini."Hai, maaf lama." Gio mengubah ekspresinya seperti biasa, Gio yang terlihat ceria. Gio menatap wajah Ana yang terlihat tersenyum. Sepertinya keadaan perempuan itu terlihat lebih baik dari sebelumnya. Seminggu mereka tidak bertemu dan Ana terlihat sedikit berbeda. Tidak ada lagi raut kesedihan di wajah Ana."Gue seneng lo akhirnya bisa senyum lagi." ujar Gio sambil melemparkan senyum manisnya."Itu juga karena kamu yang selalu menghibur aku." balas Ana."Hari kamis kemarin aku baru saja pergi ke makam nenek. Aku sangat
Ana menatap langit malam dari balkon kamarnya. Langit malam ini terlihat cerah tanpa awan. Bintang malam ini juga lebih banyak dari malam-malam sebelumnya. Ana tersenyum menatap langit di atasnya. Ana terdiam, perkataan Gio tadi pagi terngiang-ngiang di kepalanya. Gio ingin membantunya lepas dari Gerald. Tapi ia ragu apa ia benar-benar bisa lepas dari Gerald? Gerald bahkan orang yang lebih berkuasa dari Ana dan Gio. Laki-laki itu bisa melakukan apa saja dengan uangnya. Tapi sampai kapan Gerald akan menahan Ana dirumah ini? Tidak mungkin Gerald akan menahan Ana untuk selamanya bukan? Suatu hari laki-laki itu juga pastinya akan memiliki keluarga kecilnya sendiri. Lalu saat itu tiba Gerald pasti akan membuang Ana.BrakkkAna berjengit kaget di tempatnya. Ia menengokkan kepalanya dan menemukan Gerald adalah dalangnya. Tidak bisakah Gerald mengetuk pintu kamarnya terlebih dahulu? Mentang-mentang jika ini rumahnya dia bisa melakukan semua itu seenaknya. Gerald celingukan mencari keberadaa
Prang!Gerald membanting sendok di tangannya hingga terpental jatuh ke lantai. Rahang Gerald mengeras mengingat foto-foto kedekatan Ana dengan Gio. Amarahnya sepertinya tidak bisa ia tahan lagi. Gerald berdiri dari tempat duduknya. Tangannya di cekal oleh Ana saat ia akan melangkahkan kakinya pergi dari meja makan. "Jangan sakiti Gio, aku mohon." wajah Ana memelas memohon kepada Gerald. Ia tahu Gerald lah yang tempo hari yang membuat wajah Gio babak belur.Tangan Gerald mengepal, ia tidak suka dengan perkataan Ana yang terdengar sangat melindungi Gio. Gerald tertawa dalam hati. Sebaik apapun yang Gerald lakukan kepada Ana, Ana hanya akan melihat Gerald sebagai seorang monster yang menakutkan. Gerald menghempaskan tangan Ana dengan kasar. Ia melangkahkan kakinya pergi dari meja makan. Gerald meninggalkan makan malamnya yang belum habis.Ana menggigit jarinya menatap kepergian Gerald yang terlihat sangat marah. Pikirannya khawatir, bagaimana jika Gerald melakukan sesuatu hal buruk kepa