Prang!Gerald membanting sendok di tangannya hingga terpental jatuh ke lantai. Rahang Gerald mengeras mengingat foto-foto kedekatan Ana dengan Gio. Amarahnya sepertinya tidak bisa ia tahan lagi. Gerald berdiri dari tempat duduknya. Tangannya di cekal oleh Ana saat ia akan melangkahkan kakinya pergi dari meja makan. "Jangan sakiti Gio, aku mohon." wajah Ana memelas memohon kepada Gerald. Ia tahu Gerald lah yang tempo hari yang membuat wajah Gio babak belur.Tangan Gerald mengepal, ia tidak suka dengan perkataan Ana yang terdengar sangat melindungi Gio. Gerald tertawa dalam hati. Sebaik apapun yang Gerald lakukan kepada Ana, Ana hanya akan melihat Gerald sebagai seorang monster yang menakutkan. Gerald menghempaskan tangan Ana dengan kasar. Ia melangkahkan kakinya pergi dari meja makan. Gerald meninggalkan makan malamnya yang belum habis.Ana menggigit jarinya menatap kepergian Gerald yang terlihat sangat marah. Pikirannya khawatir, bagaimana jika Gerald melakukan sesuatu hal buruk kepa
Tring tring "Gue udah di depan rumah lo." "Iya tunggu sebentar." Jam di dinding masih menunjukkan pukul lima pagi. Masih terlalu dini bagi seseorang menjalankan aktivitas di luar rumah sepagi ini. Ana menutup kopernya dengan rapat. Pagi-pagi sekali Ana telah siap dengan koper berisi pakaiannya. Ana sudah memikirkan keputusannya dari kemarin. Ia sudah memutuskan akan membangun kehidupan yang baru. Yang dimana ia bisa menghirup udara segar dimana saja dan melakukan semua hal yang ia suka.Ana berjalan mengendap-endap keluar kamar. Ia sudah memperkirakan jika Gerald pasti belum bangun karena semalam laki-laki itu mabuk berat karena alkohol. Ana mengangkat kopernya sambil melangkah menuruni tangga dengan perlahan. "Kau mau kemana dengan koper itu?" DegTubuh Ana membeku mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya. Tanpa membalikkan badannya pun ia sudah tahu siapa yang berdiri di belakangnya. Suara langkah kaki menuruni tangga dapat Ana dengar dengan sangat jelas, itu tandan
"Sir saya sudah melakukan tugas yang anda perintahkan." ujar Jack."Bagus, jangan sampai ada yang mengetahui jasadnya." ujar Gerald sambil tersenyum miring."Tidak akan ada yang mengetahuinya sir, saya sudah mengecek keamanan dan juga jasadnya sudah dibuang ke dalam rawa-rawa yang penuh buaya. Tidak akan ada bukti atau saksi yang akan di temukan." jelas Jack panjang lebar."Bagus, kau akan mendapat bonus mu bulan ini." ujar Gerald dengan senang, bukan hanya Gerald tapi juga Jack yang juga merasa senang karena gajinya bulan ini akan bertambah.Ini bukan pertama kalinya Gerald membunuh orang yang merupakan musuh perusahaannya. Ia sudah terbiasa bermain kotor dalam dunia bisnis. Bukan hanya dia saja, tapi semua pengusaha juga melakukan seperti itu untuk melindungi bisnisnya. Gerald tidak akan segan-segan melenyapkan orang yang berani mengganggu bisnisnya. "Kalau begitu saya permisi Sir." pamit Jack."Hmm." Sejauh ini hanya Peter yang Gerald biarkan masih hidup. Jika Peter bukan ayahnya
Ana mengunci pintu rumahnya. Ia sudah siap dengan pakaian terbaiknya. Hari ini ia akan mencari pekerjaan. Ana mulai melangkahkan kakinya menyusuri jalanan yang belum terlalu panas. Satu persatu restoran, cafe, dan toko Ana masuki untuk mencari lowongan pekerjaan. Tapi semua restoran dan toko semua menolaknya. Ana berhenti sebentar, rasa haus ia rasakan sekarang. Ia menatap warung makan di depannya dengan wajah ragu. Ia ingin minum tapi ia tidak memiliki uang. "Mau makan dek?" tanya seorang perempuan paruh baya. Sedari tadi ia memperhatikan Ana yang hanya berdiri memperhatikan warung makan di depannya.Ana tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Maaf bu, apa ada lowongan pekerjaan disini?" tanya Ana kepada perempuan paruh baya di depannya. Ibu itu terlihat menatap Ana dari atas sampai bawah. Sedetik kemudian ibu tersebut menganggukkan kepalanya yang membuat wajah Ana langsung terlihat sumringah. Rasa lelah dan haus tadi seakan hilang begitu saja."Ada, tapi di bagian cuci piring.
Alis Gio mengernyit melihat rumahnya begitu ramai oleh orang-orang yang mengangkut barang dari dalam rumahnya. Apa mereka akan pindah rumah? Tapi kenapa papa dan mamanya tidak memberitahukan masalah ini dengannya? Pikir Gio.Gio berjalan memasuki rumah masih dengan wajah kebingungannya. Tatapan Gio jatuh kepada kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang tengah dengan hanya beralaskan satu single sofa yang tersisa. Mamanya terlihat terduduk di lantai dengan penampilan yang berantakan dan tidak serapi biasanya. Apa ada masalah? Gio berjalan mendekati kedua orang tuanya. Tatapan kedua orang tuanya terlihat kosong. Gi berjongkok di hadapan mamanya dengan wajah cemas."Apa yang sedang terjadi ma?" tanya Gio pada Rachel.Rachel mendongakkan kepalanya menatap Gio dengan pandangan yang sulit diartikan. Gio semakin dibuat khawatir melihat tatapan mamanya yang tidak seperti biasanya."Ma, sebenarnya apa yang ter_"PlakWajah Gio melengos ke samping. Pipi kirinya terasa sangat panas akibat
Tangan Gerald mengepal melihat sesuatu yang ia benci. Seperti biasanya, Gerald akan memantau Ana dari jarak jauh. Sebenarnya itu hanya alasan Gerald, karena yang sebenarnya ia ingin melihat perempuan itu. Hari ini Gerald kembali menghentikan mobilnya di seberang jalan warung makan tempat Ana bekerja. Tapi kali ini emosi Gerald tiba-tiba naik saat melihat Ana sedang bersama dengan Gio. Sepertinya laki-laki itu sedang menjemput Ana. Tangan Gerald semakin terkepal erat melihat Ana tersenyum lebar saat Gio melemparkan candaan. Sebelumnya Gerald tidak pernah melihat Ana tersenyum selebar itu. Perempuan itu selalu menampilkan wajah datar atau wajah kesal di depannya. "Ikuti mereka." ujar Gerald sambil matanya tak lepas memperhatikan interaksi keduanya. Gerald mengikuti mobil Gio sampai di rumah yang Ana tinggali. Terlihat Gio mengikuti Ana masuk ke dalam rumah. "Jack cari tahu pemilik rumah itu dan beli langsung rumahnya." perintah Gerald spontan tanpa perlu mempertimbangkan apapun."Ma
"Apa kau juga menyuruh seseorang untuk mengikutiku? Memata-mataiku?" tebak Ana dengan wajah kesal."Gerald aku mohon berhenti mencampuri hidupku! Aku ingin hidup normal layaknya orang pada umumnya." entah harus berapa kali Ana mengatakan itu kepada Gerald.Gerald melangkahkan badannya mendekati Ana. Badan Gerald sedikit membungkuk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Ana. Wajahnya sedikit ia dicondongkan ke samping telinga Ana."Aku akan berhenti jika kau juga berhenti dekat dengan laki-laki brengsek itu. Kalau tidak, aku juga tidak akan berhenti untuk mengusik hidupmu." bisik Gerald tepat di samping telinga Ana."Apa kau sedang membicarakan dirimu sendiri?" desis Ana pelan.Gerald menyunggingkan senyum miringnya. Cibiran yang Ana berikan terdengar seperti pujian di telinga Gerald. "Aku mohon menjauhlah." ujar Ana dengan nada yang sudah pasrah. Tidak ada cara lain selain memohon kepada Gerald. Karena Ana yakin semakin Ana keras kepala, Gerald akan semakin membuatnya kesal."Aku
Gerald meminum air putih di tangannya dengan rakus. Salah satu tangannya melonggarkan dasi di lehernya. Kemeja warna putih yang ia pakai terlihat kusut dan ada beberapa bekas darah yang menempel. Darah itu adalah darah milik Gio. Entahlah, Gerald tidak tahu bagaimana kondisi laki-laki itu saat ini. Jack membawa Gio langsung ke rumah sakit setelah berhasil memisahkannya dari Gio."Permisi tuan." Gerald menatap Kevin yang berdiri tidak jauh darinya. Gerald mengisyaratkan Kevin dengan matanya untuk mendekat. "Tuan, ada polisi di depan." ujar Kevin.Gerald menganggukkan kepalanya dengan santai. Gerald berjalan keluar untuk menemui polisi yang datang ke rumahnya. "Selamat malam pak Gerald." ujar salah satu polisi sambil memberi hormat ke arah Gerald."Selamat malam." balas Gerald seadanya."Kami mendapat laporan dari non Ana bahwa anda telah melakukan kekerasan kepada tuan Gio Sleeve. Kami butuh keterangan dan juga bukti dari anda." Gerald menganggukkan kepalanya, ia mempersilahkan dua