Tangan Gerald mengepal melihat sesuatu yang ia benci. Seperti biasanya, Gerald akan memantau Ana dari jarak jauh. Sebenarnya itu hanya alasan Gerald, karena yang sebenarnya ia ingin melihat perempuan itu. Hari ini Gerald kembali menghentikan mobilnya di seberang jalan warung makan tempat Ana bekerja. Tapi kali ini emosi Gerald tiba-tiba naik saat melihat Ana sedang bersama dengan Gio. Sepertinya laki-laki itu sedang menjemput Ana. Tangan Gerald semakin terkepal erat melihat Ana tersenyum lebar saat Gio melemparkan candaan. Sebelumnya Gerald tidak pernah melihat Ana tersenyum selebar itu. Perempuan itu selalu menampilkan wajah datar atau wajah kesal di depannya. "Ikuti mereka." ujar Gerald sambil matanya tak lepas memperhatikan interaksi keduanya. Gerald mengikuti mobil Gio sampai di rumah yang Ana tinggali. Terlihat Gio mengikuti Ana masuk ke dalam rumah. "Jack cari tahu pemilik rumah itu dan beli langsung rumahnya." perintah Gerald spontan tanpa perlu mempertimbangkan apapun."Ma
"Apa kau juga menyuruh seseorang untuk mengikutiku? Memata-mataiku?" tebak Ana dengan wajah kesal."Gerald aku mohon berhenti mencampuri hidupku! Aku ingin hidup normal layaknya orang pada umumnya." entah harus berapa kali Ana mengatakan itu kepada Gerald.Gerald melangkahkan badannya mendekati Ana. Badan Gerald sedikit membungkuk untuk mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Ana. Wajahnya sedikit ia dicondongkan ke samping telinga Ana."Aku akan berhenti jika kau juga berhenti dekat dengan laki-laki brengsek itu. Kalau tidak, aku juga tidak akan berhenti untuk mengusik hidupmu." bisik Gerald tepat di samping telinga Ana."Apa kau sedang membicarakan dirimu sendiri?" desis Ana pelan.Gerald menyunggingkan senyum miringnya. Cibiran yang Ana berikan terdengar seperti pujian di telinga Gerald. "Aku mohon menjauhlah." ujar Ana dengan nada yang sudah pasrah. Tidak ada cara lain selain memohon kepada Gerald. Karena Ana yakin semakin Ana keras kepala, Gerald akan semakin membuatnya kesal."Aku
Gerald meminum air putih di tangannya dengan rakus. Salah satu tangannya melonggarkan dasi di lehernya. Kemeja warna putih yang ia pakai terlihat kusut dan ada beberapa bekas darah yang menempel. Darah itu adalah darah milik Gio. Entahlah, Gerald tidak tahu bagaimana kondisi laki-laki itu saat ini. Jack membawa Gio langsung ke rumah sakit setelah berhasil memisahkannya dari Gio."Permisi tuan." Gerald menatap Kevin yang berdiri tidak jauh darinya. Gerald mengisyaratkan Kevin dengan matanya untuk mendekat. "Tuan, ada polisi di depan." ujar Kevin.Gerald menganggukkan kepalanya dengan santai. Gerald berjalan keluar untuk menemui polisi yang datang ke rumahnya. "Selamat malam pak Gerald." ujar salah satu polisi sambil memberi hormat ke arah Gerald."Selamat malam." balas Gerald seadanya."Kami mendapat laporan dari non Ana bahwa anda telah melakukan kekerasan kepada tuan Gio Sleeve. Kami butuh keterangan dan juga bukti dari anda." Gerald menganggukkan kepalanya, ia mempersilahkan dua
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Perusahaan Gerald semakin menunjukkan kejayaannya. Sedangkan perusahaan Peter hilang tak tersisa. Yang Gerald dengar jika papanya tidak masuk ke dalam penjara karena telah membayar kompensasi. Entahlah Gerald tidak tahu darimana papanya itu mendapat uang sebanyak itu meski semua rumah dan aset pribadi telah disita oleh bank. Mungkin saja papanya kembali meminjam uang dari rentenir atau mungkin telah memenangkan judi. Dan selama sebulan juga Gerald tidak melihat sosok Ana. Terakhir kali mereka bertemu adalah saat di cafe Cemara. Dan itupun Ana langsung pergi menghindarinya. Ana juga sudah pergi dari rumah milik Gio dari tiga hari setelah pertemuan mereka. Dan Rachel telah menjual rumah milik Gio untuk bisa menyambung hidup keluarganya. Dan sampai sekarang Gerald belum berhasil menemukan keberadaan Ana."Permisi sir." "Apa kau sudah menemukan keberadaannya?" "Belum sir." Gerald mengangkat satu alisnya melihat Jack masih berdiri mematung di rua
Gio memasuki sebuah rumah berukuran sedang dan sederhana. Gio menghela nafas melihat papanya yang sedang tertidur di lantai dengan beralaskan tikar tipis. Sebelumnya Gio belum pernah melihat papanya tidur dilantai seperti itu. Biasanya papanya itu tidur dengan nyaman di atas tempat tidur besar dan nyaman."Mama minta uang buat belanja buat makan besok." Rachel menodongkan tangannya meminta uang kepada Gio.Gio kembali menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kemarin-kan aku udah kasih mama uang untuk empat hari kedepan." "Kamu cuman kasih uang seratus ribu untuk empat hari mana cukup. Buat Beli daging aja nggak cukup!" ujar Rachel dengan nada kesal.Gio mengusap wajahnya dengan kasar. "Ma, kehidupan kita nggak sama lagi kayak dulu. Aku harap mama bisa beradaptasi dengan hidup baru kita." ujar Gio menasehati mamanya.Rachel mendengus dan menatap Gio dengan kesal. "Kamu sama mama pelit banget! Giliran sama jalang itu kamu kasih semua yang dia minta!" yang dimaksud Rachel adalah Ana."Mam
"Apa yang kau lakukan!" Ana membelalakan matanya, se-ketika ia merasa ketakutan dan panik di waktu bersamaan.Gio masih bungkam dan memilih fokus dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Gio menarik tali tambang di tangannya memutari tubuh Ana. Beberapa kali Ana berusaha untuk kabur, Gio kembali mendorong tubuh perempuan itu agar kembali duduk. Gio membuat simpul mati agar Ana susah melepaskan ikatannya. Gio tersenyum puas melihat hasil tangannya. Ia berhasil mengikat tubuh Ana di kursi kayu. Terlihat Ana kesulitan untuk bergerak. Mungkin jika Ana terus menerus menggerakkan badannya bisa saja itu akan melukai kulitnya."Gio lepaskan aku!" Ana masih berusaha melepaskan ikatan Gio di tubuhnya."Apa yang kau lakukan? Kenapa kau lakukan ini kepadaku?" mata Ana mulai berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jika Gio tega melakukan ini kepadanya. Selama ini Ana berpikir jika Gio adalah laki-laki yang baik, tapi ternyata ia salah. "Bukankah kita berteman?" lirih Ana. Gio menyunggingkan senyum
Setelah Rachel memberitahu alamat keberadaan Ana sekarang, dengan cepat Gerald dan Kevin langsung bergerak menuju alamat rumah Ana. Ia harus memastikan jika alamat yang Rachel berikan kepadanya itu benar. Rachel memberikan alamat rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Percaya tidak percaya Gerald mendatangi alamat itu. Sudah hampir sebulan Gerald mencari keberadaan Ana di seluruh sudut kota tetapi tak kunjung berhasil menemukannya. Dan tanpa disangka jika Ana masih berada di kota ini. Perempuan itu sama sekali tidak meninggalkan kota ini."Ini alamatnya tuan." ujar Kevin seraya menatap keluar jendela.Pantas saja Gerald tidak berhasil menemukan Ana. Rupanya perempuan itu tinggal di sebuah rumah kecil di belakang pertokoan. Gerald mengamati rumah itu dari luar. Terlihat minim penerangan dan lingkungannya juga sepi. Tak lama sebuah motor melewati mobilnya dan berhenti tepat di depan rumah yang diyakini adalah rumah Ana. Gerald menajamkan penglihatannya supaya bisa meliha
DorrrAna memejamkan matanya dengan tubuh bergetar. Ana tidak berani membuka matanya. Ia benar-benar merasa takut sekarang. Hingga Ana merasakan tali tambang yang mengikat di tubuhnya perlahan mengendur. Ana memberanikan diri untuk melihat siapa yang telah melepaskan ikatan dari tubuhnya. "Apa kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" itulah pertanyaan yang Gerald lontarkan saat Ana berhasil membuka kedua matanya dengan badan yang masih bergetar ketakutan."Darah?" ujar Ana dengan bibir yang bergetar. Ana menatap tajam darah yang ada di pakaian Gerald.Itu bukan darah Gerald, melainkan darah Gio yang muncrat mengenai pakaian Gerald. Ana menutup mulutnya melihat Gio terbaring dengan banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Pistol yang dipegang oleh Gio untuk mencelakai Ana malah membuat laki-laki itu tertembak dengan pistolnya sendiri. Saat Gerald akan merebut pistol itu, tanpa sengaja Gio menarik pelatuknya dan saat itu pistol sedang menghadap ke arahnya hingga peluru pistol itu men