"Apa yang kau lakukan!" Ana membelalakan matanya, se-ketika ia merasa ketakutan dan panik di waktu bersamaan.Gio masih bungkam dan memilih fokus dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Gio menarik tali tambang di tangannya memutari tubuh Ana. Beberapa kali Ana berusaha untuk kabur, Gio kembali mendorong tubuh perempuan itu agar kembali duduk. Gio membuat simpul mati agar Ana susah melepaskan ikatannya. Gio tersenyum puas melihat hasil tangannya. Ia berhasil mengikat tubuh Ana di kursi kayu. Terlihat Ana kesulitan untuk bergerak. Mungkin jika Ana terus menerus menggerakkan badannya bisa saja itu akan melukai kulitnya."Gio lepaskan aku!" Ana masih berusaha melepaskan ikatan Gio di tubuhnya."Apa yang kau lakukan? Kenapa kau lakukan ini kepadaku?" mata Ana mulai berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jika Gio tega melakukan ini kepadanya. Selama ini Ana berpikir jika Gio adalah laki-laki yang baik, tapi ternyata ia salah. "Bukankah kita berteman?" lirih Ana. Gio menyunggingkan senyum
Setelah Rachel memberitahu alamat keberadaan Ana sekarang, dengan cepat Gerald dan Kevin langsung bergerak menuju alamat rumah Ana. Ia harus memastikan jika alamat yang Rachel berikan kepadanya itu benar. Rachel memberikan alamat rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Percaya tidak percaya Gerald mendatangi alamat itu. Sudah hampir sebulan Gerald mencari keberadaan Ana di seluruh sudut kota tetapi tak kunjung berhasil menemukannya. Dan tanpa disangka jika Ana masih berada di kota ini. Perempuan itu sama sekali tidak meninggalkan kota ini."Ini alamatnya tuan." ujar Kevin seraya menatap keluar jendela.Pantas saja Gerald tidak berhasil menemukan Ana. Rupanya perempuan itu tinggal di sebuah rumah kecil di belakang pertokoan. Gerald mengamati rumah itu dari luar. Terlihat minim penerangan dan lingkungannya juga sepi. Tak lama sebuah motor melewati mobilnya dan berhenti tepat di depan rumah yang diyakini adalah rumah Ana. Gerald menajamkan penglihatannya supaya bisa meliha
DorrrAna memejamkan matanya dengan tubuh bergetar. Ana tidak berani membuka matanya. Ia benar-benar merasa takut sekarang. Hingga Ana merasakan tali tambang yang mengikat di tubuhnya perlahan mengendur. Ana memberanikan diri untuk melihat siapa yang telah melepaskan ikatan dari tubuhnya. "Apa kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" itulah pertanyaan yang Gerald lontarkan saat Ana berhasil membuka kedua matanya dengan badan yang masih bergetar ketakutan."Darah?" ujar Ana dengan bibir yang bergetar. Ana menatap tajam darah yang ada di pakaian Gerald.Itu bukan darah Gerald, melainkan darah Gio yang muncrat mengenai pakaian Gerald. Ana menutup mulutnya melihat Gio terbaring dengan banyak darah yang keluar dari tubuhnya. Pistol yang dipegang oleh Gio untuk mencelakai Ana malah membuat laki-laki itu tertembak dengan pistolnya sendiri. Saat Gerald akan merebut pistol itu, tanpa sengaja Gio menarik pelatuknya dan saat itu pistol sedang menghadap ke arahnya hingga peluru pistol itu men
"Anak sialan! Beraninya kau membunuh putraku! Aku tidak akan membiarkanmu hidup dengan bahagia, kau akan mendapat balasan dari semua yang kau lakukan Gerald! Ingat itu!"Nafas Rachel memburu, ia langsung memarahi Gerald dengan semua rasa emosi yang menyergap pikirannya. "Teganya kau membunuh putraku! Aku akan membunuhmu Gerald!"Peter langsung merebut ponsel dari tangan istrinya dan mematikan sambungan teleponnya. Peter menatap iba istrinya yang terlihat menangis histeris. Peter juga merasa kehilangan putranya. "Saya mengerti bapak dan ibu merasa sangat kehilangan putra anda, saya turut berduka cita. Tapi mohon maaf pak, bu dimohon untuk sedikit tenang selama berada di rumah sakit." ujar suster yang sedari tadi menyaksikan Rachel yang terus memaki dan berteriak hingga mengganggu pengunjung lain. "Maaf sus." ujar Peter yang menahan malu karena tingkah istrinya.Peter menarik tubuh Rachel hingga berdiri dan menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi. Tangannya menepuk punggung istri
Seorang gadis cantik dengan rambut sebahu terlihat melenggang melewati beberapa pria yang sedang menggodanya. Perempuan itu terlihat mengabaikan para laki-laki itu dan melewatinya begitu saja."Hai Bella." sapa seorang perempuan dengan rambut blonde kepada perempuan bernama Bella tersebut."Hai Emma." balas perempuan bernama Bella tersebut."Aku dengar jika kau akan kembali ke Indonesia hari ini, apa itu benar Bella?" tanya Emma dengan wajah sedihnya."Hmm, maafkan aku karena tidak langsung mengabarimu. Kau tahu orang tuaku mengabariku sangat mendadak dan aku sibuk mencari jadwal oenerbangan cepat untuk hari ini." ujar perempuan bernama Bella dengan wajah merasa bersalah."Apa kau butuh tumpangan? Aku bisa mengantarmu ke bandara." ujar Emma menawarkan tumpangan."Tidak, terimakasih. Aku sudah memesan taksi barusan, nah itu dia." Bella menunjuk sebuah taksi yang baru saja berhenti tepat di depan mereka berdua."Hati-hati, kita akan berpesta setelah kau kembali oke!" Emma memeluk Bella.
Seminggu berlalu, semua berjalan seperti biasanya. Masalah Gio, laki-laki itu sudah tenang di atas sana. Dan tentang keluarga Gio, Ana tidak tahu apa yang sedang mereka alami saat ini. Bahkan tidak ada laporan kepolisian yang datang ke rumah untuk kasus Gio. Dan hal baru yang Ana baru tahu adalah jika perempuan yang waktu itu pernah datang ke rumah Gerald dan mengaku sebagai ibunya itu ternyata adalah ibu Gio. Dan laki-laki paruh baya yang pernah ia temui di sebuah pesta itu adalah ayah kandung Gerald. Dan Ana terkejut mengetahui jika Gio adalah saudara tiri Gerald. Sejauh ini Ana hanya mengetahui tentang itu. Ana belum terlalu tahu banyak mengenai masa lalu laki-laki itu.Dan ada hal baru yang akhir-akhir ini menghantui tidur Ana. Yaitu mimpi buruk, beberapa kali saat malam Ana terus terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk. Ingatan tentang kejadian malam itu saat Gio menyekapnya di gedung kosong dan saat Gio tertembak, semua itu menghantui mimpi Ana. "Huh huh huh." Nafas Ana me
"Selamat pagi non, tuan." sapa bi Asri dengan senyum ramahnya seperti biasa."Pagi bi." balas Ana sambil tersenyum. Sedangkan Gerald hanya berdehem membalas sapaan bi Asri."Emm tuan sama non Ana mau bibi bikinin sarapan apa untuk hari ini?" "Aku apa aja bi." Ana memang bukan orang yang memilih-milih dalam makanan, dia bisa makan segala jenis makanan apalagi saat ia sangat lapar."Bibi bisa belanja bulanan hari ini?" tanya Gerald tiba-tiba. Tentu saja pertanyaan Gerald membuat Ana dan bi Asri menatap Gerald dengan kerutan di dahi mereka. "Tapi kebutuhan bulan ini sudah__baik tuan." bi Asri langsung pergi untuk berbelanja begitu ia mendapati tatapan tajam dari tuannya.Padahal kebutuhan dapur untuk bulan ini baru saja bi Asri beli dan masih sangat komplit di dapur. Tapi mau tidak mau bi Asri harus menurut perintah dari tuannya itu."Kenapa bi Asri disuruh pergi? Dia belum bikin sarapannya loh?" tanya Ana ke Gerald yang dibalas Gerald dengan mengedikkan bahunya acuh.Ana memajukkan bi
Gerald terbangun dari tidurnya dengan perasaan bahagia. Suara kicauan burung yang bertengger di pagar teras kamarnya menambah kesan alam. Gerald menghirup udara di pagi hari dengan begitu rakusnya. Ia tidak sabar melakukan aktivitas weekendnya kali ini. Hari ini ia berencana membawa Ana untuk jalan-jalan ke mall."Apa dia sudah bangun?" gumam Gerald sambil melirik jam di atas nakas yang menunjukkan pukul setengah enam pagi.Gerald segera beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian mencari keberadaan Ana. Sialnya semalam Gerald tidak berhasil untuk tidur di kamar perempuan itu. Ana seakan tahu jika dirinya akan menerobos masuk ke dalam kamar perempuan itu tengah malam dan alhasil perempuan itu mengunci pintu kamarnya agar Gerald tidak bisa masuk. "Selamat pagi tuan." sapa Asti sambil menundukkan kepalanya. Gerald melenggang begitu saja tanpa membalas sapaan Asti.Gerald mengetuk pintu kamar Ana beberapa kali tapi tak kunjung dibuka oleh Ana. Gerald yang melihat bahwa kamar Ana tidak te
"Sayang." Gerald menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ana. Sesekali ia menghisap atau menggigit gemas leher Ana. Ana memutar bola matanya jengah. Sudah kelima kalinya Gerald hanya memanggilnya tanpa mengatakan apa-apa. Ana menjauhkan tubuhnya dari jangkauan suaminya itu."Aku lagi dandan, jangan ganggu ah." kesal Ana karena sedari tadi Gerald terus menempel padanya dan tidak mau melepaskan pelukannya."Habisnya kamu wangi." ujar Gerald sambil terus menciumi leher Ana."Kamu aja yang bau karena belum mandi." ejek Ana."Kamu mau kemana sih pagi-pagi gini udah cantik aja." Gerald menatap dari pantulan cermin dengan pandangan tidak suka."Mau ke sekolahannya Aron ambil rapot." "Eve ikut?" Ana menggelengkan kepalanya. "Kamu hari ini liburkan, tolong jagain Eve ya." Gerald mencabikkan bibirnya dengan kesal. "Kenapa nggak diajak aja, masa aku harus nemen
Waktu berlalu dengan begitu cepat sampai sulit untuk menyadarinya. Hari demi hari terus berganti, bulan demi bulan terus berganti, hingga tahun demi tahun terus berganti. Sudah hampir tujuh tahun usia pernikahan Ana dan Gerald tanpa terasa. Tidak banyak yang berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja Gerald yang dulu telah berubah menjadi seorang Gerald yang lebih baik lagi. Hari-harinya dipenuhi oleh Ana yang selalu ada di sampingnya."Emmmh faster…" Ana terengah-engah dalam kegiatan panas mereka. "Jangan keluar dulu, tunggu aku." ujar Gerald sambil terus memompa tubuhnya."Aahhh akuhhh su daahh tidakkhh tahan." Ana memejamkan matanya menahan sesuatu yang ingin keluar dari bawah sana."Bersamahhh ahhhhkhhhkh." Gerald mengerang saat milik Ana Benar-benar menjepitnya dengan sangat erat.Cupp"Ahhh I love you." Gerald membaringkan badannya ke samping badan Ana dan menarik selimut untuk menut
"Arabella?" Rachel langsung berlari menghampiri Gerald begitu mendengar nama putrinya disebut oleh laki-laki itu."Dimana putriku? Katakan dimana putriku?" Rachel terlihat tak sabaran mendengar keberadaan putrinya itu. "Katakan dimana putriku!" Rachel berteriak seperti orang kesetanan karena tidak mendapat respon dari Gerald atas pertanyaannya."Arabella telah tiada." Ana menatap ke arah Gerald dengan pandangan tidak percaya. Ia tidak percaya jika laki-laki itu akan mengatakannya langsung tanpa berpikir panjang. Rachel tertawa keras mendengarnya. Sedangkan Peter terduduk di atas lantai karena terlalu terkejut."Tidak mungkin, putriku masih hidup hahahaha dia masih hidup. Kau berbohong!" Rachel mendorong tubuh Gerald hingga tubuh Gerald mundur beberapa langkah."Putriku masih hiduppp." Rachel berjalan kesana kemari dengan senyum dibibirnya."Kau tidak apa-apa?" Ana menanyakan kead
Ana menggeliat dalam tidurnya. Matanya masih ingin terpejam meski cahaya matahari berusaha menerobos kamarnya untuk mengganggu tidur nyenyaknya. Semalam ia baru tertidur pukul tiga pagi hingga akhirnya hari ini membuatnya ia bangun kesiangan. Untungnya hari ini hari minggu jadi Ana bisa bermalas-malasan di tempat tidurnya. Ana menepuk-nepuk samping tempat tidurnya. Ia tersenyum mengingat makan malam romantisnya dengan Gerald. Mereka sangat menikmatinya semalam. Mereka memakan steak, kemudian dilanjut berdansa di bawah sinar bulan, dan kemudian mereka melanjutkan kegiatan malam mereka dikamar.Wajah Ana memerah seperti tomat kala mengingat bagaimana ia menjadi sangat agresif semalam. Tidak, sepertinya sejak ia hamil ia menjadi lebih agresif ketika mereka melakukannya. Ana selalu ingin memimpin dan Gerald dengan senang hati memberikan kendali kepadanya."Morning honey." Cupp"Morning." "Kau masih ingin tidur?
Ana bergerak mendekat ke arah Gerald. Dipeluknya laki-laki itu dengan tulus. Ia tahu Gerald sebenarnya orang yang baik. Hanya saja karena hatinya tertutup oleh dendam membuatnya jadi seperti ini. Setiap orang memiliki kesempatan dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik, dan Ana yakin Gerald akan menjadi orang yang lebih baik setelah ia menyadari semua kesalahannya. "Aku ingin menjadi seorang ayah yang dibanggakan oleh anakku dimasa depan, bukannya dibenci oleh anakku." gumam Gerald sambil terisak di pelukan Ana. Tangan Ana mengusap punggung Gerald untuk menenangkan suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Ana melihat Gerald yang menangis. Tapi setiap Ana melihat Gerald menangis, ia seperti melihat sisi lain yang selama ini Gerald coba sembunyikan. Selama ini Gerald selalu terlihat galak, dingin, dan tegas, tapi sebenarnya Gerald memiliki sisi yang lembut juga."Terimakasih sudah mengatakan semuanya." ujar Ana sambil tersenyum. Ia menghargai keberanian Gerald yang mau berkata ju
Setelah makan malam Ana langsung pergi ke kamar. Ia langsung mengambil buku novel yang beberapa hari ini ia baca. Malam ini rencananya ia akan menamatkan novelnya itu. Hanya kurang empat bab maka satu buku novel berhasil ia tamatkan selama satu minggu. Ana tetap terfokus pada buku di tangannya ketika Gerald masuk kedalam kamar. Perempuan itu enggan melirik meski sebentar saja. Ana memang selalu begitu jika sudah asyik membaca, maka dunianya akan terfokus pada satu titik.Gerald berpura-pura mencari sesuatu di dekat Ana untuk menarik perhatian perempuan itu. Tapi sayangnya Ana tidak tertarik dengan apa yang Gerald lakukan. Gerald mendengus melihat Ana yang sibuk dengan buku novelnya. Gerald mengintip apa yang membuat Ana sampai begitu mengabaikannya. Gerald melihat buku novel yang Ana baca, tidak ada yang menarik hanya berisi tulisan yang berupa paragraf saja. Gerald menaiki tempat tidur dengan pelan. Ia dengan sengaja merebahkan kepalanya ke atas paha Ana. Dan benar yang ia lakukan l
Gerald berjalan menghampiri Ana. Satu tangannya langsung melingkar posessive di pinggang Ana. Dengan sengaja ia memanas-manasi Jane yang sedang menatap ke arah ia dan Ana. Gerald memang berniat mengusir Jane dari ruangannya. Jika perempuan itu tidak bisa diusir secara halus, maka Gerald akan menggunakan caranya sendiri untuk mengusir perempuan itu."Kau bisa pergi sekarang, atau perlu aku panggilkan satpam kesini?" ujar Gerald kepada Jane."Gak bisa Ge, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." balas Jane yang tetap kekeh dengan pendiriannya."Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ini terakhir kalinya kita bertemu dan terakhir kalinya saya melihat wajah kamu." ujar Gerald datar.Jane tercengang mendengar penuturan Gerald. "Maksud kamu apa?" "Kerjasama kita sudah selesai dan saya sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama kita." jelas Gerald.Jane benar-benar terkejut mendengar keputusan Gerald yang tiba-tiba. Benar-benar sebuah kesialan untuknya, ia baru saja ingin memulai mend
"Nggak mungkin!" Jane menatap foto di depannya dengan pandangan tidak percaya. Selama dua hari ini ia menyuruh seorang mata-mata untuk mencari keberadaan Arabella. Dan alangkah terkejutnya saat mengetahui apa yang terjadi pada perempuan itu. Ia mendapati berita jika Arabella telah tiada. Dan orang yang telah membunuh Arabella adalah Gerald kakak tirinya sendiri. Wajah Jane berubah menjadi pucat, ia memikirkan bagaimana jika Gerald mengetahui kalau selama ini ia juga ikut terlibat membantu Arabella untuk menghancurkan hubungannya dengan Ana. Apa Gerald juga akan membunuhnya dan membakarnya seperti dia membunuh Arabella? Jika Gerald dengan mudahnya bisa membunuh adik tirinya sendiri yang memiliki ikatan darah dengannya, tentu saja Gerald akan dengan mudah membunuhnya bukan?Jane berjalan mondar-mandir memikirkan cara agar dirinya tidak ketahuan kalau ia juga terlibat. Ia menjentikkan jarinya, sebuah ide terlintas di kepalanya. Jika ia berhasil membuat Gerald kembali jatuh cinta padanya
"Bagaimana dok keadaan istri saya?" tanya Gerald dengan wajah ingin tahu."Bisa beritahu saya keluhan apa saja yang bu Ana rasakan?" tanya dokter perempuan itu.Benar, Gerald memang sengaja mencari dokter perempuan untuk memeriksa Ana. Padahal yang seharusnya saat ini bekerja adalah dokter laki-laki. Gerald keras kepala dan akhirnya ia menawarkan untuk membayar lima kali lipat dengan syarat jika dokter yang memeriksa Ana harus berjenis kelamin perempuan."Mual, pusing, lemas, tapi mual saya hanya air saja dok." keluh Ana.Dokter itu tersenyum penuh arti. "Untuk memastikan keadaan ibu Ana, saya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter Hana." dokter tersebut menulis sesuatu di atas kertas yang entah berisi apa Ana sendiri sulit membacanya."Dokter Hana? Apa saya ada penyakit dalam dok? Apa saya akan di operasi?" tanya Ana dengan perasaan takut jika dirinya harus sampai di operasi.Gerald mengusap tangan Ana mencoba menenangkan perempuan itu. Ia juga jadi khawat