Seorang gadis cantik dengan rambut sebahu terlihat melenggang melewati beberapa pria yang sedang menggodanya. Perempuan itu terlihat mengabaikan para laki-laki itu dan melewatinya begitu saja."Hai Bella." sapa seorang perempuan dengan rambut blonde kepada perempuan bernama Bella tersebut."Hai Emma." balas perempuan bernama Bella tersebut."Aku dengar jika kau akan kembali ke Indonesia hari ini, apa itu benar Bella?" tanya Emma dengan wajah sedihnya."Hmm, maafkan aku karena tidak langsung mengabarimu. Kau tahu orang tuaku mengabariku sangat mendadak dan aku sibuk mencari jadwal oenerbangan cepat untuk hari ini." ujar perempuan bernama Bella dengan wajah merasa bersalah."Apa kau butuh tumpangan? Aku bisa mengantarmu ke bandara." ujar Emma menawarkan tumpangan."Tidak, terimakasih. Aku sudah memesan taksi barusan, nah itu dia." Bella menunjuk sebuah taksi yang baru saja berhenti tepat di depan mereka berdua."Hati-hati, kita akan berpesta setelah kau kembali oke!" Emma memeluk Bella.
Seminggu berlalu, semua berjalan seperti biasanya. Masalah Gio, laki-laki itu sudah tenang di atas sana. Dan tentang keluarga Gio, Ana tidak tahu apa yang sedang mereka alami saat ini. Bahkan tidak ada laporan kepolisian yang datang ke rumah untuk kasus Gio. Dan hal baru yang Ana baru tahu adalah jika perempuan yang waktu itu pernah datang ke rumah Gerald dan mengaku sebagai ibunya itu ternyata adalah ibu Gio. Dan laki-laki paruh baya yang pernah ia temui di sebuah pesta itu adalah ayah kandung Gerald. Dan Ana terkejut mengetahui jika Gio adalah saudara tiri Gerald. Sejauh ini Ana hanya mengetahui tentang itu. Ana belum terlalu tahu banyak mengenai masa lalu laki-laki itu.Dan ada hal baru yang akhir-akhir ini menghantui tidur Ana. Yaitu mimpi buruk, beberapa kali saat malam Ana terus terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk. Ingatan tentang kejadian malam itu saat Gio menyekapnya di gedung kosong dan saat Gio tertembak, semua itu menghantui mimpi Ana. "Huh huh huh." Nafas Ana me
"Selamat pagi non, tuan." sapa bi Asri dengan senyum ramahnya seperti biasa."Pagi bi." balas Ana sambil tersenyum. Sedangkan Gerald hanya berdehem membalas sapaan bi Asri."Emm tuan sama non Ana mau bibi bikinin sarapan apa untuk hari ini?" "Aku apa aja bi." Ana memang bukan orang yang memilih-milih dalam makanan, dia bisa makan segala jenis makanan apalagi saat ia sangat lapar."Bibi bisa belanja bulanan hari ini?" tanya Gerald tiba-tiba. Tentu saja pertanyaan Gerald membuat Ana dan bi Asri menatap Gerald dengan kerutan di dahi mereka. "Tapi kebutuhan bulan ini sudah__baik tuan." bi Asri langsung pergi untuk berbelanja begitu ia mendapati tatapan tajam dari tuannya.Padahal kebutuhan dapur untuk bulan ini baru saja bi Asri beli dan masih sangat komplit di dapur. Tapi mau tidak mau bi Asri harus menurut perintah dari tuannya itu."Kenapa bi Asri disuruh pergi? Dia belum bikin sarapannya loh?" tanya Ana ke Gerald yang dibalas Gerald dengan mengedikkan bahunya acuh.Ana memajukkan bi
Gerald terbangun dari tidurnya dengan perasaan bahagia. Suara kicauan burung yang bertengger di pagar teras kamarnya menambah kesan alam. Gerald menghirup udara di pagi hari dengan begitu rakusnya. Ia tidak sabar melakukan aktivitas weekendnya kali ini. Hari ini ia berencana membawa Ana untuk jalan-jalan ke mall."Apa dia sudah bangun?" gumam Gerald sambil melirik jam di atas nakas yang menunjukkan pukul setengah enam pagi.Gerald segera beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian mencari keberadaan Ana. Sialnya semalam Gerald tidak berhasil untuk tidur di kamar perempuan itu. Ana seakan tahu jika dirinya akan menerobos masuk ke dalam kamar perempuan itu tengah malam dan alhasil perempuan itu mengunci pintu kamarnya agar Gerald tidak bisa masuk. "Selamat pagi tuan." sapa Asti sambil menundukkan kepalanya. Gerald melenggang begitu saja tanpa membalas sapaan Asti.Gerald mengetuk pintu kamar Ana beberapa kali tapi tak kunjung dibuka oleh Ana. Gerald yang melihat bahwa kamar Ana tidak te
"Ini dapur, mulai sekarang kau harus melayani karyawan yang ada di lantai ini. Tidak terlalu banyak karyawan yang ada di lantai ini, tapi disini merupakan tempat para petinggi-petinggi perusahaan. Jadi jaga ucapan dan tingkah lakumu." ujar perempuan yang diketahui adalah seorang HRD perusahaan."Baik bu." "Baiklah, kau bisa mulai bekerja. Mungkin kau bisa mulai dengan membersihkan dapur ini." "Hai," sapa seorang perempuan dengan pakaian OG."Hai,""Kayaknya lo anak baru ya, soalnya gue baru lihat lo disini. Kenalin gue Dinda." ujar perempuan bernama Dinda sambil mengulurkan tangannya."Arabella, panggil aja Bella." balas Bella dengan senyum lebarnya."Oke Bella, mulai sekarang kita teman." Setelah saling berkenalan, Dinda ikut membantu Bella membersihkan dapur."Oh iya boleh tanya?" tanya Bella membuka kembali obrolan dengan Dinda."Boleh, mau tanya apa? Asal jangan tanya gue punya pacar atau enggak, gue sensitif kalau masalah itu hahahaha." ujar Dinda sambil diselingi dengan canda
"Kenapa kita kesini?" tanya Ana dengan pandangan bingung.Gerald membawa Ana ke sebuah restoran mewah yang hanya didatangi oleh orang-orang berkelas tinggi. Dan Ana tentu tahu seberapa mahalnya menu makanan di restoran ini. Bahkan untuk menginjakkan kakinya ke dalam restoran Ana merasa takut. Bagaimana jika ia tidak sengaja menggores lantai marmer restoran dengan sepatu heels yang ia pakai. Mana bisa ia membayar kerugiannya. "Tentu saja untuk makan." balas Gerald sambil memutar matanya dengan malas.Ana menghentikan langkahnya di depan pintu masuk restoran. Gerald menggeram dengan tingkah Ana hari ini yang menguras kesabarannya. Tidak bisakah Ana bersikap penurut untuk hari ini saja? Jangan sampai Ana mengacaukan rencana yang sudah Gerald buat."Apa lagi sekarang Ana!" lama-lama jika emosi Gerald sudah memuncak ia akan langsung menikahi perempuan itu sekarang juga.Ana menatap Gerald dengan pandangan seakan meminta Gerald membaca isi pikirannya. "Bagaimana jika nanti Gerald menyuruh
"Menikahlah denganku!" "Apa!" Ana menutup mulutnya yang tadi sempat berteriak karena saking terkejutnya. Ana mencubit lengannya untuk memastikan jika ini bukan mimpi. "Awwh." Ana meringis kesakitan dan ternyata ini bukan mimpi. Gerald benar-benar sedang melamarnya.Ana memutar otak bagaimana ia bisa menolak lamaran Gerald dengan alasan yang logis. "Akuu__." Ana meremas ujung baju yang ia pakai."Aku tidak bisa menerimanya." ujar Ana dengan suara cepat sampai membuat Gerald harus terdiam sebentar untuk mencerna kalimat Ana."Apa! Kau menolakku! Beraninya kau menolakku Ana!" Gerald dengan rasa malunya bangkit dari tempat berlututnya. Ia tersenyum tak percaya jika Ana akan menolak dan mempermalukannya di depan pelayan restoran. "Sepertinya aku harus pulang sekarang." Ana bangkit dari duduknya. Ia harus segera pergi dari tempat ini sebelum Gerald akan memakannya hidup-hidup.Belum sempat Ana melarikan diri, Gerald sudah terlebih dahulu mencekal tangannya dan menariknya dengan cukup k
Gerald mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan sinar matahari yang masuk ke dalam matanya. Tatapannya menyusuri sudut kamar. Tatapannya terpaku pada sosok yang ada di bingkai foto besar yang terpajang di depannya. Foto ibu dan adiknya yang diambil satu tahun sebelum kematian adiknya. Dan foto itu menjadi foto terakhir yang Gerald punya. Semalam Gerald benar-benar menginap di rumah ibunya. Ia bahkan tertidur di kamar milik ibunya. Gerald menatap jam dinding yang menggantung di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Gerald segera beranjak dari tempat tidur. Tangannya meraih ponsel dan mengetikkan sesuatu disana. Setelah mengirimkan pesan kepada seseorang, Gerald beranjak masuk ke kamar mandi. Tok tok"Sir, saya membawa pakaian yang anda minta." ujar Jack dari balik pintu kamar."Letakkan diatas tempat tidur!" "Baik sir." Jack membuka pintu kamar dan meletakkan pakaian Gerald ke atas tempat tidur dan setelah itu kembali keluar.Gerald keluar dari kamar mandi dengan keadaan