Ana mengerjapkan matanya pelan dengan bibirnya yang bergetar. Gerald meringis melihat wajah Alexa yang terlihat sangat pucat. Kulit putih gadis itu terlihat semakin pucat. Bibir yang sebelumnya berwarna pink cerah, sekarang menjadi berwarna putih.Gerald melepaskan jasnya dan menyelimutkan nya ke badan Ana yang berada di pangkuannya. Gerald mengeratkan jas nya di tubuh Ana."Kita sudah sampai tuan." ujar Kevin.Gerald kembali menggendong Ana, saat Gerald memasuki rumah sakit semua suster dan dokter berbondong-bondong membantunya. Tentu saja siapa yang tidak mengenal Gerald Sleeve. Wajahnya sering masuk di tv, koran, dan majalah. Bahkan ia masuk ke dalam 30 pengusaha muda yang sukses.Gerald dengan setia berdiri di samping brankar Ana sambil memperhatikan sang dokter memeriksa keadaan Ana. "Demamnya cukup tinggi, tapi tidak perlu khawatir dalam beberapa jam demamnya akan turun. Dan kami akan merawat nyonya Ana dengan baik." ujar dokter. Gerald menganggukkan kepalanya tanda mengerti."
Akhirnya setelah dua hari Ana harus berada di rumah sakit, hari ini ia sudah bisa pulang ke rumah. Hari ini ia pulang dengan diantar oleh Kevin. Jika kalian bertanya apa Gerald juga menjemputnya pulang? Jawabannya tidak. Sepertinya Gerald sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ana tadi sempat mendengar pembicaraan Jack dan Gerald yang akan menghadiri suatu rapat penting. Tentu saja Gerald akan lebih memilih rapat pentingnya dibanding memilih mengantar Ana pulang ke rumah. Memang Ana siapa sampai membuat Gerald meninggalkan rapat pentingnya. Selama ini Ana selalu berusaha meyakinkan hatinya agar tidak terpesona kepada Gerald. Walaupun kadang sikap Gerald membuat jantungnya berdebar kencang."Selamat datang non." ujar bi Asri sambil tersenyum hangat."Terimakasih bi." Ana balas tersenyum ke arah bi Asri.Ana langsung berjalan ke kamarnya. Ia menghempaskan badannya ke tempat tidurnya. Rasanya kasur nya lebih nyaman daripada kasur di rumah sakit. Apalagi Ana dari kecil tidak pernah menyukai r
"Aku ingin pergi ke supermarket membeli bahan dapur, apa kau bisa mengantarku Kevin?" tanya Ana setelah mereka menyelesaikan sarapan mereka."Sepertinya saya tidak bisa mengantar anda pergi berbelanja hari ini nona." ujar Kevin formal."Kenapa? Apa ada masalah?" tidak mungkin jika tidak ada mobil untuk mengantarnya pergi bukan? Walaupun Ana belum pernah masuk ke dalam garasi mobil milik Gerald tapi Ana yakin jika Gerald tidak hanya memiliki satu mobil yang sering ia pakai untuk pergi ke kantor."Tuan pasti tidak akan memperbolehkan saya membawa anda keluar nona." jelas Kevin."Tidak, dia pasti memperbolehkanku untuk keluar karena ia sudah berjanji padaku tidak akan mengurungku di dalam rumah ini." jelas Ana meyakinkan Kevin. Tapi sepertinya Kevin tidak bisa terlalu mempercayai Ana."Jika kau tidak percaya kau bisa menelpon tuanmu untuk memastikannya." tantang Ana dengan wajah percaya dirinya.Kevin menuruti perintah Ana, ia menelpon Gerald untuk kembali memastikan kebenaran ucapan Ana
Ana menatap dirinya di pantulan cermin. Ia sangat risih memakai pakaian kurang bahan yang Gerald belikan untuknya. Lihat saja bagian perutnya yang sedikit menerawang. Untungnya perut Ana tidak terlalu buruk walau ia jarang berolahraga. "Apa dia tidak malu membeli pakaian perempuan seperti ini?" gumam Ana sambil menarik turun ujung bajunya.Bisa-bisa Ana masuk angin jika ia harus tidur dengan pakaian terbuka seperti ini. Ana berniat ingin mengganti bajunya sebelum pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Gerald yang berdiri di ambang pintu sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit Ana jelaskan. Ana menutupi bagian tubuhnya yang bisa ia tutupi. Matanya terus menatap intens setiap gerakan Gerald. Ana meneguk ludahnya susah payah melihat Gerald menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ana berjalan mundur saat Gerald berjalan mendekatinya. "Berhe_nti!" Ana ingin berteriak kepada Gerald, tetapi suaranya seakan tercekat.Gerald menyunggingkan senyumnya melihat Ana yang ketakut
Ana yang sedang asyik menonton televisi mengalihkan pandangannya ke arah Gerald yang baru saja masuk kedalam rumah. Ana langsung berdiri dari duduknya dan mengambil paket yang tadi ia taruh diatas meja."Tunggu!" Ana hampir saja tersandung ke depan karena terlalu terburu-buru.Gerald menghentikkan badannya begitu mendengar teriakan Ana. Alisnya terangkat satu menatap Ana. "Ada paket untukmu." Ana mengulurkan paket ditangannya."Apa ini?" tanya Gerald yang dibalas gelengan oleh Ana.Gerald yang sudah ingin tahu apa isi dari kotak tersebut pun membukanya. Ana menutup mulutnya terkejut melihat bangkai kelinci di dalam kotak tersebut. Ana berjalan mundur menjauh dari Gerald, perutnya terasa diaduk saat melihat darah yang begitu banyak.Sedangkan Gerald terlihat biasa saja dan tidak ada raut terkejut dari wajahnya. Ini bukan pertama kalinya Gerald mendapat teror seperti ini. Ia sudah biasa mendapati teror seperti ini karena dalam dunia bisnis selalu mempunyai musuh. Gerald juga tidak akan
Ana kembali menghela nafasnya. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas. Ia menatap Gerald yang sedang melakukan olahraga ringan di lantai kamar tidurnya. Sedangkan Ana mati kebosanan duduk diatas tempat tidur Gerald. Ana akui Gerald mempunyai tubuh yang atletis karena pria itu rajin olahraga untuk membentuk otot-otot di tubuhnya. Dan sudah hampir tiga jam Ana hanya memperhatikan Gerald yang sibuk berolahraga. "Aku ingin pergi ke kamar." ujar Ana pada Gerald. Jika saja pintu kamar Gerald tidak dikunci oleh pria itu, maka Ana akan dengan mudah keluar dari kamar Gerald tanpa harus izin terlebih dahulu. "Aku masih belum selesai berolahraga." balas Gerald yang masih terus fokus melakukan push-up.Ana mengerutkan keningnya. Apa hubungannya membuka pintu dengan berolahraga, tidak nyambung sama sekali. Terpaksa Ana harus menunggu Gerald sampai menyelesaikan olahraganya. Ini semua karena ulahnya semalam yang terlalu kepo ingin tahu asal suara piano itu.Flashback"Aaaaaaa." Dengan reflek
Ana berjalan mengendap-endap ke belakang rumah. Jika dia kabur dari depan akan lebih menyulitkan karena mungkin ada Kevin dan pak Jamal yang sedang berjaga di depan. Kenapa Ana memilih kabur, karena akan percuma jika ia harus izin dengan Gerald yang pastinya tidak akan mengizinkannya. Apalagi ini menyangkut tentang ayahnya, dan sepertinya Gerald tidak menyukai ayahnya.Ana menyandarkan tangga ke tembok. Sepertinya akan sulit untuk Ana turun dari tembok yang sangat tinggi ini. Dan benar saja apa yang ditakutkan Ana terjadi. Sesampainya berada diatas, Ana menatap ngeri ke bawah. Ia terlihat sangat tinggi dan bahkan ini lebih tinggi dari pagar rumah. Ana masih terdiam di atas, ia menatap ragu untuk meloncat ke bawah.Ana memutar otaknya mencari cara agar ia bisa selamat saat meloncat ke bawah. Mata Ana berbinar saat menemukan sebuah pos kecil yang bisa dijadikan pijakan. Ana akan melompat ke atap pos tersebut dan kemudian kembali melompat dari atap pos tersebut ke bawah. Setidaknya atap
Gerald tidak dapat fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya terus memikirkan Ana. meski mulutnya berkata jika ia tidak peduli, tapi pikirannya berkata lain. Sudah hampir dua belas jam ia belum mendapat kabar tentang keberadaan Ana. Ia bahkan sudah menyuruh orang khusus untuk melacak keberadaan Ana. Tok…tok"Masuk," "Permisi sir, saya ingin memberitahu jika saya sudah menemukan keberadaan nona Ana." ujar Jack menunjukkan titik keberadaan Ana saat ini."Kita kesana sekarang!" Gerald langsung meraih jas nya dan memakainya. "Percuma aku membayar mahal orang-orang khusus untuk mencari Ana jika ternyata aku memiliki asisten yang lebih cepat." omel Gerald dengan wajah kesalnya."Jack, bawa lima bodyguard untuk ikut dengan kita." perintah Gerald."Baik sir." Gerald, Jack, dan kelima bodyguard langsung menuju titik dimana Ana berada. Gerald dan Jack berada di mobil paling depan dan di ikuti dua mobil di belakangnya yang berisi kelima bodyguardnya. Tempat yang diyakini keberadaan Ana cukup jau