"Kau sedang apa?"Gerald mendongakkan kepalanya menatap Ana yang sepertinya terbangun karena gerakannya. Wajah perempuan itu terlihat terkejut tetapi hanya diam tidak melawan. Tangan Gerald masih diam bertengger di atas dada Ana tanpa ingin menyingkir dari sana. Gerald juga tidak menjauhkan wajahnya dari Ana. Mereka saling bisa merasakan hembusan nafas mereka masing-masing. "Kamu sedang apa?" Ana kembali bersuara. Bukannya menjawab, Gerald malah semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Ana. Bibirnya menempel tepat di bibir ranum Ana. Bibir Ana bagaikan candu untuk Gerald. Beberapa hari tidak menyentuh Ana membuat Gerald mau tidak mau harus menahan hasratnya. Karena pertengkaran mereka membuat Gerald tidak bisa dengan leluasa untuk menyentuh Ana. Apalagi kamar mereka saat ini terpisah. Gerald mulai menggerakkan bibirnya. Tangannya merayap ke tengkuk leher Ana. Ditekannya pelan agar ciuman mereka lebih mendalam. Tangan Ger
"Aku yang akan memimpin." ujar Ana.Ana menaiki tubuh Gerald dan duduk di atas paha laki-laki itu. Ana tersenyum kecil melihat reaksi Gerald yang terlihat terkejut melihat sikap agresifnya. Entah setan dari mana, Ana bisa-bisanya bertindak seperti ini. Mungkin ia akan menyesalinya nanti, atau mungkin ia tidak akan pernah menyesali perbuatannya kali ini. Ana meneguk ludahnya dengan susah payah saat melihat milik Gerald yang kembali berdiri tegak di bawahnya. Dengan tangan bergetar Ana mencoba memberanikan diri menyentuh milik Gerald. Mungkin saja tangannya tidak akan muat untuk mencakup semua milik suaminya itu. "Tidak perlu memaksakannya, kau bisa berada di bawah dan biar aku yang pegang kendali." saat Gerald ingin merubah posisi mereka, tangan Ana langsung kembali mendorong tubuhnya hingga kembali terlentang. "Aku ingin mencobanya." ujar Ana dengan suara sedikit tidak yakin.Ini pertama kalinya bagi Ana m
Ana melangkahkan kakinya mendekati dua orang yang sedang terkejut itu. Sambil memamerkan senyumnya, Ana mengambil tempat duduk di antara keduanya, jadilah ia duduk di tengah dua orang berbeda jenis itu. Ana memberikan senyum manisnya kepada Jane."Silahkan diminum." ujar Ana sambil menunjuk minuman Jane yang masih utuh. "Ah iya." Jane menyesap teh hijau di depannya.Suasana seketika menjadi sangat tegang. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Gerald sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan Jane terlihat sibuk membolak-balik kertas dokumen yang sebenarnya Ana tahu jika perempuan itu hanya berpura-pura menyibukkan dirinya."Emmm aku tidak mengganggu kalian bukan?" tanya Ana mengurai keheningan di antara mereka."Mau kemana?" tanya Ana saat melihat Gerald beranjak berdiri dari tempat duduknya. Laki-laki itu tidak menjawab dan melenggang pergi begitu saja.Mata Ana melirik ke arah Jane yang sepertinya sed
"Hari ini akan menjadi hari terakhirmu, dan aku berjanji jika tidak akan ada cela sedikitpun untuk kau menyelamatkan diri."Arabella membelalakan matanya melihat layar ponsel yang Gerald lemparkan ke arahnya. Sebuah foto yang sengaja ia ambil secara diam-diam saat Gerald sedang bersama dengan Jessi di sebuah kamar. Bagaimana Gerald bisa tahu jika dia yang mengirimkan foto itu kepada Ana? Padahal Arabella sudah berusaha agar identitasnya tidak ketahuan kalau ia yang mengirim foto tersebut.Gerald kembali membawa Arabella ke rumah kosong. Sepanjang perjalanan Arabella tidak melawan dan hanya duduk diam. "Seret dia masuk." perintah Gerald kepada dua laki-laki berbadan besar.Dua laki-laki bertubuh besar itu membawa Arabella masuk. Badan Arabella diikat di sebuah kursi seperti sebelumnya. Ia kembali duduk di ruangan yang sama saat Gerald akan membakarnya hidup-hidup. Mata Arabella bergerak kesana kemari, ia mulai merasa ketak
Gerald mendongakkan kepalanya dan ia menemukan Ana yang sedang berdiri di ruang kerjanya. Gerald menghembuskan nafasnya, tadi ia berpikir jika mungkin Jane yang kembali ke ruangannya tapi ternyata bukan. Gerald melepaskan kacamata yang bertengger di hidungnya."Kenapa kemari, jika ada sesuatu kau bisa meneleponku tidak perlu repot-repot datang kemari." ujar Gerald.Ana mengerucutkan bibirnya kesal. Gerald berkata seolah laki-laki itu tidak suka ia datang ke kantornya. Ana melangkah mendekat ke arah meja kerja Gerald dengan kotak bekal di tangannya. Diletakkannya kotak bekal itu dihadapan Gerald.Gerald menaikkan satu alisnya menatap kotak bekal di hadapannya. Gerald tahu apa isi di dalam kotak bekal itu. Ia hanya tidak habis pikir kenapa Ana membawanya kemari. Padahal perempuan itu tahu jika ia bisa sarapan di kantor.Tok tok "Masuk." Saat memasuki ruangan Gerald, Jack dibuat terkejut dengan k
"Sir, jet anda telah siap." Mendengar itu Gerald langsung naik ke dalam jet pribadinya. Ia membeli jet ini dengan jerih payah dan banyak waktu yang ia habiskan. Gerald membeli jet bukan untuk terlihat kaya meski ia memang kaya. Ia membeli jet pribadi karena ia harus sering bolak-balik ke luar negeri dengan jam tak menentu. Ia tidak bisa menunggu jadwal penerbangan umum, itu akan membuat waktunya terbuang dan membuang uangnya. Bahkan dalam waktu satu menit ia bisa menghasilkan lima ratus dollar saat ia tertidur. Apalagi saat ia benar-benar bekerja? Pasti dia akan menghasilkan dua sampai lima kali lipat dalam satu menit.Biasanya Gerald menghabiskan waktu perjalanannya untuk beristirahat karena saat kakinya sudah menapaki tanah maka akan sulit untuk mencari waktu istirahat baginya. Tapi dalam perjalanan ini ia tidak bisa untuk beristirahat dengan tenang. Yang pertama karena ada masalah besar yang harus ia pikirkan mengenai kebakaran kebun anggur miliknya yang pastinya membuatnya rugi j
"Aku merindukanmu." "Ah aku sudah gila bisa mendengar suara Gerald dalam mimpi, tapi kenapa ini terasa sangat nyata?" gumam Ana sambil tersenyum-senyum sendiri dengan kedua mata yang terpejam.Benar terpejam. Ana mengigau dalam tidurnya dan ia tanpa sengaja menghubungi Gerald saat ia dalam keadaan tidak sadar. Ana kembali tertidur lelap tetapi ponselnya masih menyala bahkan panggilannya masih terhubung.Disisi lain Gerald tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia jadi sangat ingin melihat bagaimana reaksi menggemaskan Ana saat ini. Ana dan tingkahnya yang membuat Gerald tersenyum. "Sir rapat sudah siap." Jack kembali datang untuk memberitahu Gerald jika rapat telah siapa.Ia memang mengumpulkan para petani dan pengurus perkebunan untuk membicarakan kebakaran yang terjadi. "Hmm." Gerald segera mematikan sambungan teleponnya.***"Kemana perempuan itu pergi? Bisa-bisanya ia tidak memberi kabar selama tiga hari ini." dumel Jane sambil memandang kesal ke kontak Arabella yang tidak bisa d
"Non ada apa?" tanya bi Asri dengan wajah khawatir ketika membuka pintu kamar Ana."Maaf bi aku nggak sengaja jatuhin gelasnya." ujar Ana dengan suara lemah. Tadi ketika ia ingin minum dan saat mengambil gelas di samping tempat tidurnya, ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. "Untung non nggak kenapa-napa." bi Asti menghela nafas lega. "Yaudah biar bibi bersihin pecahan gelasnya.""Maaf jadi ngerepotin bibi." Ana merasa tidak enak karena terus merepotkan bi Asri. Coba saja jika ia tidak sakit maka ia akan membereskan kekacauan yang ia buat."Nggak papa non, memang sudah tugas bibi." Ana tersenyum mendengarnya. Bi Asri membuatnya teringat akan almarhum neneknya ketika masih hidup. Ana jadi ingin sekali mengunjungi makam neneknya. Sudah lama juga ia tidak berkunjung ke makam neneknya. "Bibi ambilkan makan sama minumnya dulu ya non." ***"Una volta risolto questo pasticcio, chiedi a tutti i contadini di tornare a piantare nuovi semi. E ricorda che la qualità delle uve prodotte dev