"Aku merindukanmu." "Ah aku sudah gila bisa mendengar suara Gerald dalam mimpi, tapi kenapa ini terasa sangat nyata?" gumam Ana sambil tersenyum-senyum sendiri dengan kedua mata yang terpejam.Benar terpejam. Ana mengigau dalam tidurnya dan ia tanpa sengaja menghubungi Gerald saat ia dalam keadaan tidak sadar. Ana kembali tertidur lelap tetapi ponselnya masih menyala bahkan panggilannya masih terhubung.Disisi lain Gerald tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia jadi sangat ingin melihat bagaimana reaksi menggemaskan Ana saat ini. Ana dan tingkahnya yang membuat Gerald tersenyum. "Sir rapat sudah siap." Jack kembali datang untuk memberitahu Gerald jika rapat telah siapa.Ia memang mengumpulkan para petani dan pengurus perkebunan untuk membicarakan kebakaran yang terjadi. "Hmm." Gerald segera mematikan sambungan teleponnya.***"Kemana perempuan itu pergi? Bisa-bisanya ia tidak memberi kabar selama tiga hari ini." dumel Jane sambil memandang kesal ke kontak Arabella yang tidak bisa d
"Non ada apa?" tanya bi Asri dengan wajah khawatir ketika membuka pintu kamar Ana."Maaf bi aku nggak sengaja jatuhin gelasnya." ujar Ana dengan suara lemah. Tadi ketika ia ingin minum dan saat mengambil gelas di samping tempat tidurnya, ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu. "Untung non nggak kenapa-napa." bi Asti menghela nafas lega. "Yaudah biar bibi bersihin pecahan gelasnya.""Maaf jadi ngerepotin bibi." Ana merasa tidak enak karena terus merepotkan bi Asri. Coba saja jika ia tidak sakit maka ia akan membereskan kekacauan yang ia buat."Nggak papa non, memang sudah tugas bibi." Ana tersenyum mendengarnya. Bi Asri membuatnya teringat akan almarhum neneknya ketika masih hidup. Ana jadi ingin sekali mengunjungi makam neneknya. Sudah lama juga ia tidak berkunjung ke makam neneknya. "Bibi ambilkan makan sama minumnya dulu ya non." ***"Una volta risolto questo pasticcio, chiedi a tutti i contadini di tornare a piantare nuovi semi. E ricorda che la qualità delle uve prodotte dev
"Gerald!!" Sebuah teriakan yang sangat kencang menggema di seisi ruangan. Gerald dan bi Asri sama-sama memalingkan wajahnya menatap ke arah asal suara tersebut. Ana dengan senyum lebarnya berlari ke arah Gerald. "Jangan lari Ana!" peringat Gerald. Laki-laki itu dibuat spot jantung kala melihat Ana hampir saja terjungkal ke depan karena tidak melihat jalan.Setelah hampir terjungkal Ana tetap berlari ke arah Gerald dengan wajah berseri-seri. Sesampainya di hadapan Gerald Ana langsung meloncat ke arah laki-laki itu. Kedua kakinya melingkari pinggang Gerald dan kedua tangannya melingkar dengan erat di leher Gerald.Untungnya dengan sigap Gerald menahan tubuh Ana. Tubuhnya harus mundur satu langkah akibat gerakan Ana yang terlalu tiba-tiba.Ana semakin mengeratkan pelukannya. Bahkan tubuhnya masih setia berada di gendongan Gerald. Ia terlihat seperti koala yang bergelantungan di atas pohon. Kepalanya ia cerukan di leher Gerald sambil menghirup wangi tubuh Gerald dalam-dalam. Dua hari ia
"Bagaimana dok keadaan istri saya?" tanya Gerald dengan wajah ingin tahu."Bisa beritahu saya keluhan apa saja yang bu Ana rasakan?" tanya dokter perempuan itu.Benar, Gerald memang sengaja mencari dokter perempuan untuk memeriksa Ana. Padahal yang seharusnya saat ini bekerja adalah dokter laki-laki. Gerald keras kepala dan akhirnya ia menawarkan untuk membayar lima kali lipat dengan syarat jika dokter yang memeriksa Ana harus berjenis kelamin perempuan."Mual, pusing, lemas, tapi mual saya hanya air saja dok." keluh Ana.Dokter itu tersenyum penuh arti. "Untuk memastikan keadaan ibu Ana, saya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter Hana." dokter tersebut menulis sesuatu di atas kertas yang entah berisi apa Ana sendiri sulit membacanya."Dokter Hana? Apa saya ada penyakit dalam dok? Apa saya akan di operasi?" tanya Ana dengan perasaan takut jika dirinya harus sampai di operasi.Gerald mengusap tangan Ana mencoba menenangkan perempuan itu. Ia juga jadi khawat
"Nggak mungkin!" Jane menatap foto di depannya dengan pandangan tidak percaya. Selama dua hari ini ia menyuruh seorang mata-mata untuk mencari keberadaan Arabella. Dan alangkah terkejutnya saat mengetahui apa yang terjadi pada perempuan itu. Ia mendapati berita jika Arabella telah tiada. Dan orang yang telah membunuh Arabella adalah Gerald kakak tirinya sendiri. Wajah Jane berubah menjadi pucat, ia memikirkan bagaimana jika Gerald mengetahui kalau selama ini ia juga ikut terlibat membantu Arabella untuk menghancurkan hubungannya dengan Ana. Apa Gerald juga akan membunuhnya dan membakarnya seperti dia membunuh Arabella? Jika Gerald dengan mudahnya bisa membunuh adik tirinya sendiri yang memiliki ikatan darah dengannya, tentu saja Gerald akan dengan mudah membunuhnya bukan?Jane berjalan mondar-mandir memikirkan cara agar dirinya tidak ketahuan kalau ia juga terlibat. Ia menjentikkan jarinya, sebuah ide terlintas di kepalanya. Jika ia berhasil membuat Gerald kembali jatuh cinta padanya
Gerald berjalan menghampiri Ana. Satu tangannya langsung melingkar posessive di pinggang Ana. Dengan sengaja ia memanas-manasi Jane yang sedang menatap ke arah ia dan Ana. Gerald memang berniat mengusir Jane dari ruangannya. Jika perempuan itu tidak bisa diusir secara halus, maka Gerald akan menggunakan caranya sendiri untuk mengusir perempuan itu."Kau bisa pergi sekarang, atau perlu aku panggilkan satpam kesini?" ujar Gerald kepada Jane."Gak bisa Ge, ada yang mau aku bicarakan sama kamu." balas Jane yang tetap kekeh dengan pendiriannya."Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ini terakhir kalinya kita bertemu dan terakhir kalinya saya melihat wajah kamu." ujar Gerald datar.Jane tercengang mendengar penuturan Gerald. "Maksud kamu apa?" "Kerjasama kita sudah selesai dan saya sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama kita." jelas Gerald.Jane benar-benar terkejut mendengar keputusan Gerald yang tiba-tiba. Benar-benar sebuah kesialan untuknya, ia baru saja ingin memulai mend
Setelah makan malam Ana langsung pergi ke kamar. Ia langsung mengambil buku novel yang beberapa hari ini ia baca. Malam ini rencananya ia akan menamatkan novelnya itu. Hanya kurang empat bab maka satu buku novel berhasil ia tamatkan selama satu minggu. Ana tetap terfokus pada buku di tangannya ketika Gerald masuk kedalam kamar. Perempuan itu enggan melirik meski sebentar saja. Ana memang selalu begitu jika sudah asyik membaca, maka dunianya akan terfokus pada satu titik.Gerald berpura-pura mencari sesuatu di dekat Ana untuk menarik perhatian perempuan itu. Tapi sayangnya Ana tidak tertarik dengan apa yang Gerald lakukan. Gerald mendengus melihat Ana yang sibuk dengan buku novelnya. Gerald mengintip apa yang membuat Ana sampai begitu mengabaikannya. Gerald melihat buku novel yang Ana baca, tidak ada yang menarik hanya berisi tulisan yang berupa paragraf saja. Gerald menaiki tempat tidur dengan pelan. Ia dengan sengaja merebahkan kepalanya ke atas paha Ana. Dan benar yang ia lakukan l
Ana bergerak mendekat ke arah Gerald. Dipeluknya laki-laki itu dengan tulus. Ia tahu Gerald sebenarnya orang yang baik. Hanya saja karena hatinya tertutup oleh dendam membuatnya jadi seperti ini. Setiap orang memiliki kesempatan dalam merubah hidupnya menjadi lebih baik, dan Ana yakin Gerald akan menjadi orang yang lebih baik setelah ia menyadari semua kesalahannya. "Aku ingin menjadi seorang ayah yang dibanggakan oleh anakku dimasa depan, bukannya dibenci oleh anakku." gumam Gerald sambil terisak di pelukan Ana. Tangan Ana mengusap punggung Gerald untuk menenangkan suaminya itu. Ini bukan pertama kalinya bagi Ana melihat Gerald yang menangis. Tapi setiap Ana melihat Gerald menangis, ia seperti melihat sisi lain yang selama ini Gerald coba sembunyikan. Selama ini Gerald selalu terlihat galak, dingin, dan tegas, tapi sebenarnya Gerald memiliki sisi yang lembut juga."Terimakasih sudah mengatakan semuanya." ujar Ana sambil tersenyum. Ia menghargai keberanian Gerald yang mau berkata ju