"Weng."Aku sedang berbicara dengan Kak Nia tiba-tiba ponsel bergetar.Aku mengeluarkannya dan melihat bahwa Lina yang meneleponku."Ini Kak Lina." Aku mengarahkan ponsel ke arah Kak Nia dan merasa heran.Bukankah seharusnya Lina dan Johan sedang bermesraan di hotel?Kenapa Lina menelepon aku?Kak Nia berkata, "Jawablah, coba lihat apa yang dia katakan?"Aku mengiakan dan menjawab."Kak Lina.""Edo, bisakah kamu datang ke rumahku untuk memijatku?" ucap Lina di telepon.Aku menatap Kak Nia.Kak Nia menunjukkan senyuman misterius kepadaku.Lalu memberi isyarat kepadaku bahwa tidak masalah.Aku menuruti permintaan Kak Nia dan berkata aku akan segera ke sana.Setelah menutup panggilan telepon, aku menatap Kak Nia dengan bingung."Kak Nia, apa maksud Kak Lina?"Kak Nia tersenyum dan berkata, "Kalau tebakanku benar, Johan nggak menyelesaikan hubungan itu sama sekali.""Ah, kenapa kamu berkata begitu?"Kak Nia berkata, "Wanita yang dikencani Johan bukanlah wanita sederhana.""Kurasa saat Joha
Aku malah memanggil Lina terlebih dahulu, "Kak Lina, aku datang sekarang. Apa aku buka pintu sendiri atau kamu yang buka pintunya untukku?""Buka saja pintunya dan masuk, aku di kamar," kata Lina di telepon."Oke."Aku langsung mengeluarkan kunci, membuka pintu dan masuk.Lina melambai padaku di kamar tidur, "Edo, di sini."Aku berjalan ke kamar tidur sambil membawa kotak peralatan.Lina tengkurap di ranjang.Tanpa sadar aku bertanya, "Kak Lina, kamu kenapa?""Saat aku naik ke atas tadi, pinggangku tiba-tiba terkilir," kata Lina dengan perasaan bersalah."Oh, biar kuurut."Aku membuka kotak peralatan dan mengeluarkan sebotol salep.Salep ini diracik oleh ayahku.Ini sangat efektif dalam mengobati memar dan cedera."Kak Lina, aku buka bajumu." Aku tidak berani menyinggung, jadi meminta pendapat Lina terlebih dahulu.Lina tersipu dan berkata, "Kamu, kamu buka saja."Lina mengenakan piama sutra, tapi tipe atasan dan bawahan terpisah.Atasannya adalah model suspender dan bagian bawah adala
Aku berkata dengan sedih, "Kak Lina, kamu yang bertanya padaku dulu, sekarang kamu bilang begitu."Lina tersipu dan berkata dengan malu, "Aku salah. Aku nggak seharusnya seperti ini. Edo, jangan marah, oke?"Lina ternyata membujukku.Ini membuatku tersanjung.Aku langsung tersenyum dan berkata, "Aku nggak akan marah pada Kak Lina.""Edo baik sekali.""Edo, bawakan aku selimut.""Oke."Aku membantu Lina mengambil selimut dari lemari.Saat aku berbalik, aku menemukan Lina berbaring di ranjang.Ini membuatku bertanya-tanya.Bukankah Lina bilang dia pinggangnya terkilir?Bagaimana dia berbalik?Selain itu, kenapa dia berbaring?Biarpun aku bingung, aku tidak bertanya lagi.Lina tersipu dan berkata, "Bantu aku tutupi dengan selimut."Dengan lembut aku membantu Lina menutupi tubuhnya dengan selimut.Lina pun berkata, "Edo, tolong pijat kakiku.""Kak Lina, apakah kakimu terkilir juga? Yang terkilir di bagian mana?""Kedua kakiku agak sakit, bantu aku pijat.""Oke."Aku duduk di samping ranjan
Meraba area pahanya.Ini membuatku sangat bersemangat dan jantungku berdebar kencang.Aku benar-benar menyentuh paha Lina.Ini sungguh luar biasa.Bagi Lina yang memiliki kepribadian konservatif, hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.Aku menemukan bahwa ketika aku menyentuh pahanya, wajah Lina jelas-jelas lebih merah.Tapi, aku juga memperhatikan kedua tangan Lina ada di dalam selimut.Area di bawahnya juga tampak sedikit menggeliat.Sebuah ide yang sangat berani muncul di benakku.Mungkinkah Lina sedang ....Jantungku hampir copot karena kegembiraan.Aku pikir kalau ini masalahnya, mungkin aku bisa lebih berani dan mengambil kesempatan untuk menjatuhkan Lina.Jadi, tanganku perlahan terus bergerak ke atas paha Lina.Asalkan naik sedikit lagi, maka akan mencapai bagian atas pahanya. Dengan begini, aku bisa tahu apakah tangannya ada di sana.Jantungku hampir copot.Aku menjadi lebih tegang.Pada saat aku terus naik ke tas, Lina tiba-tiba berkata, "Edo, jangan!"Suasana hatiku yang ba
Biarpun aku belum pernah makan daging burung, aku pernah melihat burung terbang.Kelicinan di tangan kanan Lina jelas sesuai dengan tebakanku tadi.Tiba-tiba aku bersemangat."Kak Lina, ternyata kamu menginginkannya. Kamu bisa memberitahuku, aku bisa memuaskanmu."Entah dari mana aku mendapat keberanian untuk meraih tangan Lina lagi dan berkata dengan penuh semangat.Lina sebaliknya ingin menemukan celah di tanah dan merangkak ke dalamnya.Benar saja, dia ketahuan.Dia ingin mati."Lepaskan aku, lepaskan aku!""Kamu melihatku dalam keadaan memalukan, lebih baik aku mati saja."Aku bertanya dengan bingung, "Kak Lina, kenapa kamu berpikir begitu?"Lina menatapku dengan mata merah dan berkata, "Bukankah begitu? Aku selalu bersikap sopan dan mulia di depanmu.""Tapi, barusan kamu mengetahui aku melakukan hal seperti itu. Apakah kamu nggak akan meremehkanku?"Aku segera berkata, "Bagaimana mungkin? Kenapa aku harus meremehkanmu?""Kamu punya kebutuhan dan suamimu nggak ada di rumah. Kamu me
"Jangan bicara lagi. Kalau kamu begini lagi, aku akan marah."Aku tahu dia sangat mempercayai suaminya, dia tidak mau mendengarkan apa pun yang aku katakan sekarang.Lupakan saja, aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi."Kak Lina, mandilah.""Ganti pakaian bersih, aku akan memijatmu dengan baik nanti."Lina akhirnya tersenyum dan berkata, "Edo, kamu benar-benar baik, tapi sayangnya aku hanya bisa menjadi kakakmu.""Tapi, jangan berkecil hati. Aku kenal banyak wanita, beberapa di antaranya masih lajang. Aku bisa memperkenalkan mereka padamu."Aku menggelengkan kepalaku dan berkata, "Lupakan saja, aku nggak menginginkan siapa pun selain kamu.""Hei, kenapa kamu begitu keras kepala?"Lina mengatakan ini, tapi hatinya sedikit bahagia.Wanita mana yang tidak ingin pria mencintainya sepenuh hati?Seorang laki-laki adalah pemuda sampai dia mati.Seorang wanita tetap seorang gadis sampai dia meninggal!"Kalau begitu aku mandi dulu."Lina bangkit dan pergi ke kamar mandi.Sebelum pergi, dia mel
Kami berdua saling memandang, keduanya merah padam mukanya.Aku benar-benar tidak sabar untuk mencari tempat untuk bersembunyi.Aku tertangkap basah oleh Lina ketika melakukan hal semacam ini lagi.Ini sangat memalukan.Yang terpenting kali ini aku berada di rumah Lina dan di atas ranjangnya.Ditutupi oleh selimut yang baru saja dia pakai.Lina akan memarahiku habis-habisan.Tapi, kali ini entah kenapa, Lina tidak bergerak.Hal ini membuatku semakin tidak nyaman.Aku tergagap saat berbicara, "Kak Lina, jangan marah, tadi aku merasa nggak nyaman sekali, makanya ....""Kamu, kamu boleh memukul dan memarahiku, tapi jangan mengusirku.""Kak Lina, kumohon."Aku benar-benar ingin menyerbu dan meminta maaf kepada Lina, tapi aku belum memakai celana, jadi aku tidak bisa peri dengan telanjang.Akan aneh kalau Lina tidak menamparku sampai mati.Jadi aku cemas dan tidak berdaya.Aku sangat malu.Adapun Lina, dia tidak mengatakan apa pun kepadaku kali ini, dia hanya tersipu dan berjalan keluar.La
Lina buru-buru menarik tangannya kembali."Edo, apa yang kamu lakukan?""Biar kamu pukul aku. Dengan begini, kamu bisa melampiaskan amarahmu dan kamu nggak akan marah padaku."Lina tersipu dan berkata, "Siapa bilang aku marah padamu?"Saat aku mendengar Lina mengatakan ini, mataku langsung melebar.Karena aku sungguh tidak pernah menyangka kalau Lina tidak marah padaku kali ini.Saking gembiranya, tanpa sadar aku meraih tangan Lina."Kak Lina, baguslah kamu benar-benar nggak marah padaku."Tangan halus Lina dipegang erat olehku.Lina merasakan kekuatan di tanganku dan detak jantungnya bertambah cepat tanpa bisa dijelaskan.Dia awalnya bersemangat dan gelisah, sekarang dia merasakan kekuatan laki-laki dariku, jadi keinginan batinnya terpancing lagi.Apalagi dia bisa melihat otot dadaku di balik kaus.Dia hampir terjerumus."Edo ...." Lina bernapas cepat dan bergumam sambil menatapku.Saat itu aku masih sedikit bingung, sehingga tanpa sadar aku bertanya, "Kak Lina, ada apa?""Ah, nggak,