Dia tidak perlu mengatakan jawabannya, dia sendiri merasa bahwa dirinya ingin. Akan tetapi, saat ini Alya sangat menolaknya. Apakah wanita itu mau kembali bersamanya?Selain itu, kesalahpahaman di antara mereka sampai sekarang masih belum terselesaikan.Contohnya adalah pesan teks yang Alya kirimkan padanya.Rizki masih tidak tahu apa yang terjadi dengan pesan teks itu. Sampai sekarang, Cahya juga belum memberinya balasan apa pun mengenai tugas yang diberikannya kemarin.Ini sangat wajar, lagi pula 5 tahun sudah berlalu. Jika Cahya benar-benar menyelidikinya, akan dibutuhkan waktu yang sangat lama, bahkan jawabannya belum tentu akan ketemu.Dia hanya tidak bisa memahaminya. Waktu itu, ponselnya selalu ada di tangannya. Bagaimana bisa ...."Rizki ...."Melihat Rizki yang dari tadi tidak meresponsnya, Hana pun memanggilnya lagi.Saat ini, suaranya membuat Rizki teringat akan sesuatu.Seolah-olah sesuatu melintas di benaknya.Awalnya dia tidak bisa menangkapnya, tetapi dengan suara Hana y
Biasanya, Rizki tidak akan menyadari perubahannya.Namun, sekarang, Rizki mengejar masalah ini dengan serius dan mereka sedang berhadapan. Rizki yang tidak sabar untuk mendapatkan kebenarannya, memaku tatapannya pada wajah Hana setelah bertanya. Dia tidak akan melewatkan perubahan ekspresi sekecil apa pun.Dia takut bila dia lengah sedikit saja, kebenarannya akan terlewatJadi, dia melihat semua perubahan Hana. Matanya yang sejak tadi sudah menyipit sekarang tampak berbahaya."Kamu ingat, 'kan? Baguslah. Sekarang aku punya pertanyaan untukmu."Hana terbangun dari lamunannya, akhirnya tersadar bahwa dia telah terlalu panik. Dia memaksa dirinya untuk tenang, tersenyum tak berdaya pada Rizki, lalu berkata, "Tapi bukankah hal itu sudah lama sekali berlalu? Kenapa kamu mengungkit masa lalu? Apa waktu itu aku nggak sengaja merusak ponselmu?""Bukan.""Lalu apa?"Rizki menatapnya dengan ekspresi yang rumit."Kenapa kamu melakukan itu?"Hana terkesiap.Di-Dia sudah tahu?Jika tidak, kenapa dia
Rizki meliriknya dengan dingin, lalu kembali menatap Hana."Jelaskan.""A ... aku nggak tahu apa sebenarnya yang kamu ingin aku katakan? Kalau ini tentang pesan teks itu, aku sudah bilang padamu, aku hanya menghapus pesan spam yang nggak penting. Nggak ada yang lain. Mengenai pesan tentang kehamilan yang kamu katakan, aku sama sekali nggak tahu."Penjelasannya hanya mendapatkan sebuah tawa yang samar."Nggak tahu? Ponselku nggak pernah meninggalkanku. Kecuali saat kamu sedang memegangnya, aku nggak menerima pesan apa pun. Ketika sedang kamu pegang, kebetulan masuk sebuah pesan spam. Apa ada kejadian sekebetulan ini di dunia?"Hana sekarang sudah berlinangan air mata."Bagaimana aku bisa tahu? Aku nggak tahu bagaimana aku harus menjelaskannya padamu, tapi aku bersumpah, waktu itu yang kuhapus benar-benar pesan spam. Aku sama sekali nggak tahu mengenai hal yang kamu bicarakan. Rizki, memangnya aku orang macam apa? Kalau aku ingin melukaimu, kenapa waktu itu aku lompat ke sungai untuk men
Setelah Alya dan kedua anak itu masuk ke kamar, Alya tidak memedulikan apa yang terjadi di luar.Bahkan ketika suara perkelahian terdengar dari luar, kedua anak itu menjadi penasaran, tetapi Alya masih sangat tenang."Satya, Maya, jangan pedulikan apa yang terjadi di luar.""Tapi ...." Maya berkata dengan suara kecil, "Paman RezekiMalam sepertinya berkelahi dengan seseorang. Mama, apa kita nggak akan melakukan apa-apa? Bagaimana kalau Paman RezekiMalam terluka ...."Mendengar ini, Alya pun melirik putrinya."Apa kamu sangat mengkhawatirkan Paman RezekiMalam?"Maya memandangnya dengan mata yang jernih dan polos."Paman berjanji akan mentraktir Maya dan Kakak makan. Kalau Paman sampai terluka, bukankah Paman nggak akan bisa mentraktir kami?"Alya tidak bisa berkata-kata.Sebenarnya apa yang dikatakan Rizki kepada kedua anaknya saat dia tertidur?"Maya jangan khawatir. Kalau Paman RezekiMalam sampai terluka parah, Mama yang akan mentraktir kalian."Kemudian, Alya memberikan beberapa eduka
Dari ekspresinya, Rizki tampak tak berdaya."Kenapa kamu berpikir seperti itu? Aku hanya ingin bertanya padamu, waktu itu setelah kamu mengirim pesan tersebut, apa ada seseorang yang datang menemuimu?"Alya tertegun, mengingat bahwa tidak lama setelah dia mengirim pesan itu, Hana datang menemuinya, lalu mengatakan hal-hal itu.Melihat ekspresinya, Rizki menebak bahwa seseorang memang datang menemuinya."Jadi benar-benar ada orang yang menemuimu, siapa?"Alya tidak langsung menjawabnya dan hanya menatapnya."Apa maksudmu mengatakan semua ini sekarang? Kalau aku memberitahumu, memangnya kamu akan percaya?"Tanpa disangka, Rizki menatapnya dengan keseriusan yang sama."Kalau aku nggak memercayaimu, maka siapa lagi yang bisa kupercaya?"Tatapannya sangat tulus, seolah-olah dia akan memercayai apa pun yang Alya katakan. Kepercayaan semacam ini membuat Alya merasa seolah-olah mereka telah kembali ke saat mereka masih kecil.Saat itu, hubungan mereka sangat dekat. Meskipun tidak sampai di tin
"Sekarang, apa pertanyaanmu sudah selesai?"Alya menatapnya dengan tak acuh. "Kalau kamu sudah tahu semua yang ingin kamu ketahui, mulai sekarang bisakah kamu nggak menggangguku lagi?"Mendengar ini, Rizki mendongak dan menatapnya dengan tidak percaya."Meskipun kamu tahu bahwa aku nggak membaca pesanmu dan nggak menyuruhmu aborsi, kamu tetap ingin menjauhiku?"Alya tersenyum tipis, suaranya terdengar sangat ringan."Kalau kamu nggak membaca pesannya, apa itu salahku? Kamu, yang nggak pernah berpisah dengan ponselmu, bisa berkali-kali meminjamkan ponselmu padanya. Meskipun sesuatu terjadi, hasil ini adalah sesuatu yang harus kamu tanggung sendiri. Rizki, seharusnya kamu nggak lupa dengan hari itu, saat hujan turun dengan derasnya. Kalian berada di klub biliar, sementara aku dikerjai dengan dipanggil ke sana untuk membawakanmu payung dan ditertawakan oleh teman-temanmu di bawah."Alya melanjutkan, "Apa kamu tahu? Sebelum pergi ke klub biliar, aku baru saja menerima hasil tes kehamilanku
Memikirkan hal ini, Alya hanya bisa menjawab, "Aku nggak berniat untuk bersama dengan siapa pun, aku hanya ingin sendiri dengan kedua anakku.""Kalau begitu, kenapa nggak membiarkanku membantu mengurus mereka?" Nada bicara Rizki terdengar getir, berbicara pun terasa sangat sulit. "Meskipun ... akulah ayah kandung mereka.""Hanya sedikit hubungan darah nggak berarti apa-apa," jawab Alya dengan tak acuh.Tidak berarti apa-apa ....Tidak berarti apa-apa ....Di telinga Rizki hanya bergema perkataan Alya.Dia menunduk, memandang wanita yang duduk di kursi roda itu untuk waktu yang lama. Kemudian dia menurunkan pandangannya dan tersenyum getir.Benar, meskipun ada hubungan darah, lalu apa? Selama 5 tahun, dia sama sekali tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah.Namun, mendengar bahwa Alya tidak akan bersama dengan pria mana pun membuat Rizki merasa lega.Jika tidak ada siapa pun di sisi Alya, berarti di masa depan dia masih punya kesempatan.Yang paling penting sekarang adalah
Alya terdiam mendengar ucapannya.Rizki melirik Alya yang hanya diam saja. Mungkin karena menyadari ekspresi Alya yang tidak beres, Rizki menjelaskan, "Jangan salah paham, aku nggak bermaksud menyalahkanmu. Aku hanya merasa bahwa anak-anak masih kecil dan harus melakukan lebih banyak kegiatan yang menyenangkan."Alya agak tidak bisa berkata-kata, tetapi dia masih membalas, "Aku mengerti maksudmu, tapi saranmu ini mustahil. Apa kamu kira semua tempat menyenangkan itu bisa dibangun di dalam rumah?"Sesaat kemudian, tanpa diduga Rizki mengangguk."Ya."Alya tercengang.Dia tadinya ingin membantah, kamu kira siapa pun bisa membangunnya begitu saja? Akan tetapi, dia teringat dengan kekayaan Rizki, juga sejumlah besar properti yang pria itu berikan padanya ketika dia baru kembali ke negara ini. Dalam sekejap, Alya pun tidak bisa mengatakan apa pun.Dia yakin bahwa selama dia mengangguk, Rizki akan segera menyuruh orang-orang untuk membangunnya."Bagaimana?" tanya Rizki lagi saat melihat Alya