Setelah melihat-lihat, Alya cukup puas dengan sekolah ini.Suasana kelas tempat anak-anak belajar juga sangat bagus. Para guru berbicara dengan lembut, tetapi kuncinya adalah anak-anak yang bekerja sama. Secara garis besar, semuanya tampak cukup baik.Setelah hampir melihat semuanya, Alya tidak segera membuat keputusan dan hanya berkata bahwa dia akan mempertimbangkannya.Sang penanggung jawab sekolah pun cepat-cepat setuju dan memberi Alya kontaknya."Sekolah kami menyediakan layanan transportasi, tapi ada beberapa hal yang perlu kubicarakan denganmu lebih dulu. Beberapa orang tua nggak nyaman bila anak-anak ini berada di dalam satu kendaraan, jadi mereka lebih memilih untuk mengantar jemput anak mereka sendiri atau menyuruh sopir rumah untuk datang menjemput.""Ya, aku mengerti maksudmu. Terima kasih, aku akan mempertimbangkannya.""Baik, baik. Kalau begitu hati-hatilah di jalan. Sampai jumpa juga, anak-anak."Setelah naik ke mobil, Irfan bertanya pada Alya, "Bagaimana?""Kelihatanny
Kata-kata yang merendah ini ....Ini bukanlah pertama kalinya Alya mendengar kata-kata semacam ini dari mulut Irfan.Namun, tiap kali pria itu mengatakannya, hati Alya masih merasa tidak nyaman.Sejujurnya, Irfan memperlakukannya dengan sangat baik. Pria itu memberikan segalanya untuk Alya. Mungkin, tidak akan ada lagi orang kedua di dunia ini yang memperlakukannya sebaik Irfan.Hati Alya tidak terbuat dari batu, tentu saja dia dapat melihat kebaikan yang telah dilakukan Irfan untuknya selama bertahun-tahun ini. Jika bukan karena dirinya yang sudah memiliki dua anak, mungkin ... dia akan benar-benar memilih untuk bersama dengan Irfan.Akan tetapi, dia sendiri adalah anak dari orang tua tunggal. Tidak banyak yang bisa Alya berikan kepada anak-anaknya, sehingga dia tidak bisa membuang tenaga untuk membicarakan cinta.Atau, dia tidak dapat mengalihkan perhatiannya kepada siapa pun selain kedua anaknya.Memikirkan hal ini, Alya hanya bisa menghela napas di dalam hati.Akhirnya, dia pun mem
Alya membawa kedua anaknya masuk ke rumah dan mengganti baju mereka.Setelah dia pergi, Irfan diam-diam melirik Lisa."Bagaimana kabarmu hari ini?"Irfan yang berinisiatif untuk bertanya membuat Lisa agak tercengang."Apa?"Melihat bahwa wanita ini mungkin tidak memahami pertanyaannya, Irfan pun terpaksa memberi petunjuk. "Semalam."Mendengar ini, raut wajah Lisa seketika berubah."Bagaimana kamu bisa tahu tentang semalam? Alya nggak mungkin memberitahumu, 'kan?"Begitu memikirkan bahwa Irfan mengetahui dirinya berjongkok di depan kamar seorang pria semalam, raut wajah Lisa dalam sekejap memburuk. Dia pun tak dapat menahan amarahnya."Ada apa dengannya? Jelas-jelas aku sudah memberitahunya, meskipun kita tinggal bersama, kita masih bebas untuk melakukan apa yang kita mau. Kita nggak boleh saling ikut campur. Kenapa dia memberitahumu tentang urusanku?"Amarahnya mengagetkan Irfan, dia tidak menyangka pertanyaannya itu akan mengakibatkan masalah besar untuk Alya.Akan tetapi ....Setelah
Ekspresi Lisa berubah.Tadinya, dia ingin memberi tahu Alya tentang Rizki yang datang untuk meminta maaf padanya. Namun, setelah mendengar ucapan Irfan barusan, Lisa merasa dia tidak perlu memberitahunya.Setelah memikirkannya, Lisa tersenyum canggung dan berkata, "Bu ... bukan apa-apa."Mendengar jawabannya, Alya terlihat curiga."Saat kamu pulang, bukankah di telepon kamu bilang ada yang ingin kamu bicarakan denganku?""Ya, itu benar." Lisa hanya bisa menjelaskan dengan panik, "Saat itu aku sedang emosional, jadi aku ingin bicara denganmu. Tapi sekarang aku nggak apa-apa."Alya mengangkat alisnya."Begitukah?"Lisa mengangguk berulang kali.Meskipun mereka belum saling mengenal selama itu, Alya merasa dirinya masih bisa memahami Lisa. Ketika berbohong dan merasa bersalah, Lisa sama sekali tidak bisa menyembunyikannya. Mata Lisa akan melihat ke mana-mana dan dia akan mengangguk seperti anak ayam yang mematok beras.Jadi pada saat ini, Alya dapat melihat bahwa temannya sedang berbohong
Lisa segera memaksakan sebuah senyum untuk kedua anak itu.Alya menatap anak-anaknya. Setelah mereka turun dari kursi, Alya pun mengelus kepala mereka. "Satya, Maya, malam ini kalian sangat baik. Kembalilah ke kamar untuk istirahat, lalu kemasi barang-barang kalian, oke?"Lisa yang mendengar ini pun menggigit bibirnya, wajahnya pucat.Mendengar perkataan ibunya, kedua anak itu pun seketika memandang Alya. Mereka mungkin tidak menyangka bahwa masalahnya seserius ini.Namun, di saat berikutnya, Alya tersenyum dan berkata, "Besok kalian akan pergi ke sekolah baru."Mendengar ini, kedua anak itu pun merasa lega dan pergi untuk mengemasi barang mereka.Setelah mereka pergi, Alya perlahan menghabiskan nasi yang tersisa di mangkuknya.Sementara itu, Lisa duduk di seberangnya. Sejak dia menyuruh anak-anaknya mengemasi barang mereka, Lisa terus duduk di sana dengan bingung.Hingga akhirnya, Alya pun selesai makan dan berdiri untuk bersih-bersih. Saat itu barulah Lisa mendapatkan kesadarannya ke
Saat mereka tiba di hotel, hari belum selarut itu. Alya memesan sebuah kamar hotel untuk menginap selama setengah bulan.Setelah menyelesaikan prosedur, staf hotel pun mengantar mereka ke lantai atas."Nyonya, kamar yang Anda pesan memiliki kolam renang luar pribadi. Tapi karena sekarang cuacanya dingin, area kolam renangnya nggak dibuka. Karena Anda memiliki dua anak, sebaiknya kolam renangnya jangan dibuka.""Oke." Peringatan penuh perhatian dari staf hotel ini membuat Alya mengangguk dengan rasa terima kasih. "Aku mengerti, terima kasih."Kondisi kamar hotel ini sangat bagus. Begitu membuka pintu, samar-samar tercium aroma yang wangi. Udara di dalam kamar pun tidak apak.Staf itu pun masuk untuk memeriksa fasilitas dan pembatas kolam renang yang tadi, memastikan bahwa tidak ada masalah dengan kamar ini sebelum dia pergi.Alya mengeluarkan barang-barang yang diperlukan dan mengaturnya dengan rapi. Kedua anak kecil itu juga sibuk di sampingnya, hanya berhenti ketika ibu mereka berhent
"Kenapa kamu nggak memberitahuku?""Ini bukan masalah besar, jadi nggak perlu dibicarakan."Mendengar jawabannya, Irfan terdiam sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu kenapa kamu nggak pergi ke rumah yang sudah kusiapkan untukmu? Maya sudah menerima kuncinya.""Kamu juga tahu. Maya yang menerimanya, bukan aku.""Alya ....""Coba lihat makanan apa yang kamu bawa." Alya mengambil sarapan tersebut dari tangan Irfan dan menemukan bahwa makanannya sudah dingin, dia pun membawanya ke dapur untuk dihangatkan.Irfan memandang sosok rampingnya, mata pria itu pun menggelap.Wanita itu malam-malam pindah ke sini. Sebenarnya, Irfan juga memiliki andil dalam hal ini.Akan tetapi, dia tidak menyangka Alya akan bertindak secepat ini, bahkan tanpa memberitahunya.Sebenarnya kapan dia bisa masuk ke dalam hati Alya?...Semalam, Lisa tidak bisa tidur dengan nyenyak.Dia baru bisa tertidur saat hari sudah hampir pagi.Namun, dia terbangun setelah baru beberapa jam tertidur.Karena dia masih memikirkan te
Rizki meninggalkan restoran dengan wajah suram.Tadinya dia kira, dengan mengandalkan orang ini, dia bisa membawa wanita itu ke sini. Ternyata ....Melihat mata Lisa yang menghindarinya, kemungkinan Lisa tidak memberitahukan janji ini kepada Alya.Rizki langsung mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan."Selidiki seseorang untukku."Ketika Lisa tersadar dan mengejar pria itu keluar, sosok Rizki sudah menghilang.Dia pun hanya bisa mencoba menghubungi Rizki dengan ponselnya.Setelah beberapa saat, teleponnya pun diangkat."Pak Rizki, sebenarnya apa yang terjadi barusan? Apa kamu marah karena temanku nggak datang? Maaf, aku nggak bermaksud membohongimu. Hanya saja, kemarin malam temanku pindah rumah bersama pacarnya. Di depan pacarnya, aku merasa malu untuk membicarakanmu ...."Sebelum dia dapat selesai berbicara, terdengar suara rem mobil yang memekakkan telinga dari ponselnya dan membuatnya terkaget."Pak Rizki, Pak Rizki nggak apa-apa?"Setelah hening sejenak, tak lama kemudian su
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang