Mereka sudah terluka, oleh karena itu Alya tidak akan memberi mereka luka kedua.Dua menit kemudian, Citra akhirnya kembali."Aku beli roti lapis dan susu kacang, ada permen juga. Nggak banyak yang dijual di minimarket, kamu makan yang ada saja dulu."Sambil berbicara, Citra membukakan bungkus roti lapis tersebut dan memberinya pada Alya."Cepat makan, jangan biarkan dirimu kelaparan."Alya memandang Citra, kehangatan memancar dari matanya."Terima kasih."Dalam beberapa hal, Citra lebih mengkhawatirkannya daripada ibunya sendiri."Terima kasih apanya!"Citra memelototinya. "Apa masih perlu mengatakan terima kasih dalam hubungan kita? Kalau ingin membicarakan terima kasih, bukankah aku yang seharusnya berterima kasih padamu? Kalau bukan karenamu, aku mungkin nggak akan bisa berkuliah."Alya hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa pun.Dia dan Citra bertemu di SMA, mereka langsung menjadi dekat dan hubungan mereka sangat baik. Istimewanya lagi, mereka berdua juga masuk ke universitas y
Alya tidak mempunyai nafsu makan. Namun, di bawah desakan Citra, dia pun menghabiskan susunya dan memakan sedikit roti lapis.Melihat dia benar-benar tidak bisa makan, Citra tidak memaksanya lagi.Setelah membereskan makanan tadi, Citra kembali dan duduk."Bagaimana? Apa kamu merasa lebih baik?""Ya."Citra berdeham dan mencoba bertanya, "Kalau begitu, hari ini kita pulang dulu?"Alya tidak menjawab.Citra menggenggam tangan sahabatnya dan berkata dengan yakin, "Ayo pergi.""Baik ...."Saat ini Alya seperti berada di tengah kabut dan membutuhkan seseorang untuk mendorongnya, tak peduli seperti apa keputusan akhirnya.Dia pun berdiri dan pergi bersama Citra.Saat mereka melewati sebuah sudut, Alya mendengar sebuah perdebatan."Tapi Ibu, aku menyukainya." Suara gadis itu terdengar sangat sedih."Diam!" Suara wanita yang marah dan sinis membalas gadis itu, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Bagaimana selama ini aku mengajarimu? Kamu sudah ditipu olehnya, mengerti?""Ibu ....""Setelah
Mendengar perkataan Citra yang mencela Rizki, Alya secara tidak sadar hampir ingin membela pria itu. Namun, ketika kata-katanya sudah berada di ujung lidah, dia tidak bisa mengatakannya.Bibirnya terbuka, menyadari betapa tak berdayanya dia.Membela?Kenyataan sudah terpapar di depannya, apa lagi yang perlu dia bela?Memikirkan ini, Alya menurunkan pandangannya dan terdiam.Akan tetapi, Citra sudah mengambil keputusan untuknya."Jangan pergi. Kalau mereka ingin menemuimu, biar mereka saja yang datang mencarimu. Kenapa kamu harus pergi hanya karena mereka menelepon dan mengirim alamat?"Melihat kemarahan Citra, Alya pun berbalik dan menenangkannya."Ya, aku nggak berencana pergi. Kamu jangan marah.""Aku nggak marah, aku ini khawatir padamu," ucap Citra dengan kesal. Tiba-tiba dia terpikirkan sesuatu dan menyipitkan matanya. "Hana ternyata sampai meminta temannya untuk mencarimu, tampaknya dia gelisah. Apa dia takut kamu nggak melakukan aborsi dan akan merebut Rizki darinya? Sepertinya
Sejak dia menghapus pesan teks itu dari ponsel Rizki, hingga sekarang Hana terus merasa gelisah.Sebenarnya, Hana menebak bahwa Alya mengirim pesan tersebut pada Rizki karena tidak berani untuk mengatakannya secara langsung.Namun, Hana masih tidak tenang. Hari itu, dia berencana mengajak Rizki pergi.Akan tetapi, malam itu Rizki harus kerja lembur dan tidak bisa pergi.Hana masih tidak tenang, jadi dia menemani pria itu kerja lembur di kantor. Begitu Rizki selesai bekerja, Hana mengajaknya bertemu dengan teman-teman.Rizki pun pergi. Akhirnya, dia minum terlalu banyak dan tidak sadarkan diri.Saat itu, Hana juga menelepon Alya. Alya pun menutup teleponnya dengan kesal.Hal ini sebetulnya membuat Hana senang.Reaksi Alya menunjukkan bahwa dia sudah mulai merasa kecewa. Kemudian, yang perlu Hana lakukan hanyalah menunjukkan pesan Rizki yang memintanya untuk aborsi. Begitu Hana memberinya kompensasi, seharusnya Alya tidak akan lagi berkhayal.Namun, dia sendiri tidak bisa mengatakannya p
Tidak perlu dipikirkan, itu pasti temannya Hana.Dia baru saja ingin menolak telepon tersebut, tetapi entah kenapa, dia malah menerimanya.Dia tidak berinisiatif untuk bicara lebih dulu, orang di ujung telepon pun juga tidak berbicara.Setelah beberapa saat, dia akhirnya mendengar suara Hana."Alya, ini Hana ...."Tentu saja saat temanmu tidak bisa membantu, kamu hanya bisa mengandalkan dirimu sendiri, 'kan?Ujung bibir Alya melengkung. "Hm.""Apa kita bisa bertemu?" Setelah mengatakan itu, seolah-olah takut ditolak, Hana melanjutkan, "Berikan aku alamatnya, aku akan menghampirimu."Alya berpikir sejenak dan berkata, "Aku ada di rumah."Untuk waktu yang cukup lama, tidak terdengar apa pun dari ujung telepon. Akhirnya Hana bertanya, "Apa ... apa maksudmu?""Kamu bisa langsung datang ke sini."Hana terdiam.Lawan bicaranya kembali membisu, Alya pun mengatupkan bibirnya. "Hari ini aku lelah, jadi aku nggak mau pergi keluar."Setelah beberapa waktu, akhirnya Hana berkata, "Baiklah, aku aka
Ini lagi.Lagi-lagi kalimat semacam ini.Di masa lalu, Alya merasa Hana adalah orang yang amat lembut. Karena di depan umum, wanita itu selalu bersikap anggun dan sopan.Namun, semenjak kembali dari luar negeri, Hana sudah dua kali mengatakan hal semacam ini.Waktu itu dia membicarakan Rizki, kali ini dia membicarakan pelayan rumah.Dari luar dia tampak menunjukkan rasa terima kasihnya pada Alya dua kali. Namun, sebenarnya dia sedang menegaskan kekuasaannya atas hal-hal tersebut.Akan tetapi, Hana tidak mempunyai kekuasaan semacam itu.Jika sebelumnya dia dan Rizki memiliki hubungan romantis, maka masuk akal bila dia mengatakan hal-hal ini sekarang.Namun, sebelumnya mereka sama sekali tidak memiliki hubungan romantis, sehingga sekarang Alya tidak mengerti atas dasar apa Hana mengatakan hal ini padanya.Apalagi, bila sebelumnya mereka adalah sepasang kekasih, Alya tidak akan mau melakukan pernikahan palsu dengan Rizki. Tak peduli seberapa besar dia menyukai pria itu.Akan tetapi, Hana
Tidak bisa seperti ini.Sebelum datang kemari, Hana kira Alya akan cukup mudah untuk ditangani.Akan tetapi, sekarang dia tidak berpikir seperti itu.Jika Alya adalah orang yang mudah ditangani, kenapa dia bisa sampai hamil?Memikirkan hal tersebut, Hana kembali mendekatinya dan membukakan amplop itu untuknya.Sebuah cek sebesar 10 miliar muncul di hadapan mereka.Hana berkata dengan lembut, "Selama 2 tahun ini, kamu sudah bekerja keras membantu Rizki baik di dalam maupun di luar perusahaan. Dia memujimu, mengatakan bahwa kamu kompeten dan pekerja keras. Dari putri Keluarga Kartika, kamu berubah menjadi kamu yang sekarang. Aku rasa apa yang kamu lalui itu nggak mudah. Walaupun sedikit, ini adalah rasa terima kasihku yang tulus. Gunakanlah untuk membeli apa pun yang kamu suka, juga belilah makanan dan minuman enak untuk menjaga kesehatanmu."Ketika Hana mengatakan "menjaga kesehatan", dia sengaja mengencangkan cengkeramannya pada pergelangan tangan Alya. Kemudian, ujung jarinya dengan l
Jelas, Hana sangat gelisah saat mendengar Alya tidak menginginkan uangnya.Setelah dia kembali dari luar negeri, dia menyadari bahwa sikap Rizki terhadap Alya telah sangat berubah.Rizki masih belum mengetahui kehamilan Alya, kalau dia sampai tahu ....Hana tidak tahu pilihan apa yang akan Rizki buat.Bahkan firasat Hana mengatakan, bila Rizki mengetahui kehamilan Alya, dia tidak akan melepaskan wanita ini begitu saja.Jadi, di hadapan Alya, Hana hanya bisa memaksa dirinya untuk terus tersenyum."Alya, apa kamu takut dengan apa yang orang-orang akan katakan? Jangan takut, ini uang pribadiku, jadi nggak ada orang yang tahu. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu, apalagi dengan situasimu saat ini ....""Nona Hana." Alya menghela napasnya. "Pertama, aku berterima kasih atas kepedulianmu. Keluargaku memang sudah bangkrut, tapi selama 2 tahun ini aku terus bekerja keras. Walaupun nggak sekaya dulu, aku masih bisa membiayai diriku dan ...."Tiba-tiba Alya tidak melanjutkan kalimatnya. Dia tersen