Kemudian, bahkan di rumah sampai ada satu tempat yang disediakan khusus untuk Alya. Tempat tersebut berfungsi untuk menyimpan barang-barang yang diberikan Rizki padanya.Seiring berjalannya waktu, tempat itu pun hampir penuh.Dalam kepergiannya kali ini, Alya tidak membawa apa-apa. Dia bahkan tidak membawa cincin pernikahan yang ada di kamarnya.Saat keluarganya bangkrut waktu itu, Alya sama sekali tidak memiliki uang. Semua yang dia miliki dibelikan oleh Rizki.Jadi ketika dia pergi, tentu saja dia tidak akan membawanya."Jangan berkata seperti itu. Meskipun itu hanyalah harta benda, masih membutuhkan uang untuk membelinya."Citra tampak menyayangkannya.Mendengar ini, Alya tiba-tiba menyadari sesuatu dan berkata dengan santai, "Begitukah? Tahu begitu, aku seharusnya membawa beberapa barang berharga. Setidaknya nanti aku bisa menukarnya dengan uang."Citra pun segera mengganti pandangannya."Sudahlah, lupakan saja. Lagi pula, kamu akan pergi. Membuang barang-barang lama untuk memulai
Waktu itu dia tidak menandatangani perjanjiannya.Dia khawatir menandatanganinya hanya akan membawa masalah di masa depan. Sementara mengenai kondisi-kondisi yang terdapat dalam perjanjian tersebut, karena dia sudah berjanji, maka dia akan berusaha untuk memenuhinya.Akan tetapi, Citra yang berada di seberangnya sama sekali tidak memiliki pikiran yang sama."Huh, membicarakan hal ini saja aku langsung bisa merasakan betapa nggak tahu malunya dia. Dia menggunakan fakta bahwa dia pernah menolongmu untuk memintamu pergi dari sini. Kalau setiap orang yang menolong orang lain meminta pamrih dengan nggak tahu malu begini, sebaiknya dari awal nggak usah menolong saja sekalian."Dibandingkan dengan amarah Citra yang tidak terkontrol, Alya tampak jauh lebih tenang. Alya hanya tersenyum tak berdaya dan berkata, "Mau bagaimana lagi? Aku sudah berutang padanya."Citra masih ingin mengutuk, tetapi Alya menghentikannya."Sudah, aku tahu kamu marah demi diriku, tapi situasinya sudah jadi seperti ini.
"Nggak punya rencana atau belum memikirkannya?"Irfan mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. Dari suaranya, dia seperti sedang tersenyum. "Bukankah kamu ingin membesarkan anakmu sendiri? Kamu nggak bisa nggak punya rencana."Mendengar ini, Alya pun mendongak. Melalui kacamata pria itu, dia dapat melihat sepasang mata yang hangat dan tersenyum."Apa kamu mau membantu perusahaanku?" tawar Irfan.Alya refleks menggelengkan kepala."Nggak.""Cepat sekali menolaknya. Apa kamu takut kondisi yang kuberikan padamu akan kurang bagus?""Bukan begitu." Alya menggeleng. "Bukankah kamu berencana untuk mengembangkan bisnismu di dalam negeri untuk jangka yang panjang? Sepertinya aku harus pergi dalam beberapa hari ini."Tatapan Irfan pun menegang."Pergi ke mana?""Ke luar negeri," jawab Alya tak acuh.Tangan Irfan mengepal dengan erat. Setelah beberapa saat, kepalan tangannya pun mengendur."Ternyata sesuai dengan dugaanku. Aku masih mengira kamu akan tetap tinggal di sini.""Kamu tahu aku mau ke luar
Sulit untuk berbalik?Senyum di wajah Alya sangat tipis. Penerangan yang agak remang melembutkan kontur wajahnya. Helai rambut menggantung di pipinya dan menutupi kedua matanya yang indah, membuat orang-orang tidak dapat melihat emosinya saat ini.Yang tersisa hanyalah suaranya yang pelan dan stabil."Aku sudah lama nggak berbalik dari keputusanku, aku juga nggak pernah berpikir untuk berbalik."Suasana di antara mereka tiba-tiba menjadi berat.Irfan menatapnya dalam diam untuk waktu yang cukup lama. Akhirnya dia menghela napas dan mengelus kepala Alya."Oke, jangan pikirkan hal-hal yang sedih lagi. Lagi pula, semuanya sudah di masa lalu."Alya juga menghela napas. "Ya, semuanya sudah di masa lalu. Memang nggak ada lagi yang perlu dipikirkan."Terlalu banyak berpikir tidak akan mengubah apa pun....Ketika Citra kembali dan mendengar bahwa sahabatnya akan pergi bersama Irfan malam ini, dia seketika membeku di tempat. Kemudian perlahan, matanya pun memerah.Dia menahan air matanya denga
"Bukannya aku sungkan, hanya saja ...."Awalnya Irfan masih tidak percaya. Namun, begitu dia melihat Alya mengeluarkan kopernya, dia pun paham bahwa Alya bukan bermaksud untuk sungkan padanya.Karena Alya hanya membawa sebuah tas kecil.Irfan menatapnya untuk beberapa saat. Akhirnya, dia masih mengulurkan tangannya pada Alya. "Biar aku bawakan."Alya pun bingung."Nggak usah, barangku sedikit sekali."Akan tetapi, Irfan masih mengambil tas tersebut dari tangannya tanpa mengatakan apa pun. Alya pun terdiam untuk beberapa saat. Akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa.Citra juga mengikuti mereka naik ke mobil dan pergi ke bandara.Setelah tiba di bandara.Citra telah menahan dirinya sepanjang hari. Akhirnya, dia pun menunjukkan sosok aslinya dan memeluk Alya sambil menangis."Huhuhu, Alya, kuperingatkan kamu. Kamu nggak boleh melupakanku. Kalau kamu berani melupakanku, aku pasti akan segera membeli tiket pesawat dan pergi mengganggumu."Dipeluk oleh Citra, mata Alya juga memerah. Dia pun
Lima tahun kemudian.Siaran langsung akun TikTok Matahari Kecil."Selamat datang di siaran langsung makanan Matahari Kecil. Hari ini kita akan membuat dua hidangan makanan laut."Dalam siaran langsung tersebut, dua anak kecil lucu yang memakai baju kartun sedang mengolah udang di depan kamera.Maya Kartika memegang sebuah tusuk gigi dan mencoba mengeluarkan urat udang dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, dengan tangan kecilnya, udang tersebut pun jatuh ke lantai."Maya!"Kaget, Maya pun buru-buru membungkuk untuk mengambil udang itu.Setelah menemukannya, dia menatap Satya Kartika yang sedikit lebih tinggi darinya dengan wajah tak bersalah. "Kakak, maafkan aku."Keduanya berumur 5 tahun. Maya bersifat naif dan romantis, sementara Satya memiliki kemisteriusan yang tidak dimiliki anak seumurannya. Meskipun anak laki-laki ini masih kekanak-kanakan, tidak sulit untuk membayangkan bahwa Satya akan tumbuh menjadi pria yang tampan dan memesona ribuan gadis."Kakak!" Melihat Satya mengabaikann
Namun, anak perempuan di samping anak laki-laki itu dengan cerdik mengedipkan matanya, memberikan ciuman, bahkan memberikan hati ke arah kamera."Terima kasih Paman RezekiMalam! Paman sangat keren!"Suara gadis kecil itu terdengar lembut seperti susu. Meskipun gerakannya sedikit canggung, entah kenapa, gadis kecil itu dengan mudah melunakkan hatinya.Bibir pria itu tadinya sedingin es, sesaat kemudian, bibirnya bagaikan es yang meleleh dan berubah menjadi sebuah senyum.Jika dibandingkan, dia masih lebih menyukai gadis kecil ini.Tidak seperti anak laki-laki yang dengan kaku menasihatinya untuk tidak memberi hadiah, gadis kecil ini selalu memberinya ciuman dan lebih penuh dengan kasih sayang.Seandainya dia juga mempunyai anak perempuan ....Di tengah renungannya, pintu kantor tiba-tiba diketuk.Asistennya membuka pintu dan berjalan masuk, lalu mengingatkan, "Pak Rizki, rapatnya akan segera dimulai. Kita harus berangkat."Pandangan Cahya Akbar terhenti ketika melihat senyum yang belum
Di sudut layar, penonton hanya bisa melihat sebuah sosok wanita yang agak kabur. Setelah beberapa detik, sosok ramping wanita tersebut pun menghilang.Di saat yang sama, terdengar suara langkah kaki dua anak kecil yang berlari ke arah wanita itu."Mama!""Mama sudah pulang! Mama hari ini sudah bekerja keras, ya."Kedua anak kecil itu sangat perhatian, mereka menanyakan ibu mereka dengan berbagai pertanyaan yang penuh dengan kepedulian.Karena jauh, suara wanita tersebut hanya terdengar samar-samar dan tidak jelas.Tak lama kemudian, kedua anak kecil itu pun kembali ke layar.Setelah kembali, Satya menjelaskan ke kamera, "Paman, Bibi, Kakak, Adik, karena mama kita sudah pulang, siaran hari ini sampai di sini dulu."Adik kembarnya di samping mulai membuat hati ke arah kamera lagi."Paman, Bibi, Kakak, Adik, semuanya sampai jumpa!"Para penonton pun cukup menyayangkannya. Lagi pula, kedua anak ini hanya melakukan siaran langsung satu atau dua kali dalam seminggu. Namun, siaran hari ini be