Beranda / Romansa / Kecupan Panas sang Mafia / 01 - Jasmine si Jelita

Share

Kecupan Panas sang Mafia
Kecupan Panas sang Mafia
Penulis: Serafina

01 - Jasmine si Jelita

Penulis: Serafina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kulit kamu cerah, kontras dengan warna hitam, jadi kelihatan lebih anggun!" Anita, istri pamannya yang baru dikenalnya selama beberapa bulan berdecak kagum pada pantulan Jasmine di cermin. Matanya berbinar-binar melihat kecantikan paripurna seorang gadis yang masih perawan.

Ini pertama kalinya Jasmine mengenakan lingerie. Akhir-akhir ini dia memang sering memakai warna hitam, namun tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa hitam akan membuatnya terlihat lebih menarik di ranjang.

"Coba kamu lepas kacamatanya, biar kelihatan makin seksi."

Sambil menggigit bibir bawahnya, Jasmine melepaskan kacamata berminus yang selama ini tak pernah lepas bertengger di hidungnya. Jasmine melepaskan kacamata dan mengedip-ngedipkan matanya, sepertinya dia perlu kontrol ke Optometris lagi. Pandangannya semakin mengabur...

"Lho, kok malah nangis?" Tanya Anita dengan nada suara keibuan yang terdengar palsu, dia merangkul bahu Jasmine sambil memandang cermin, air mata gadis itu meleleh di pipinya "ayo dong... jangan nangis terus. Papa dan Mama kamu pasti nggak suka lihat kamu sedih terus, Jas..." Anita menjawil dagunya sambil mengedipkan mata, sama sekali tak bersimpati pada gadis yang masih berduka itu.

Huh, apa yang Anita tahu soal Papa dan Mamanya? Dia datang setelah mereka tiada, dan dengan seenaknya saja menempati kamar kedua orang tuanya di rumah Jasmine.

Anita memindahkan foto dan lukisan orang tuanya dengan alasan agar Jasmine tak berlarut dalam kesedihan, tapi Jasmine tahu bahwa Anita hendak mengklaim bahwa rumah yang ditempati Jasmine adalah daerah kekuasaannya.

Surat wasiat dari ayahnya yang memberikan hak perwalian Jasmine pada Karan, pamannya, menjadi aturan tertinggi dalam rumah tangga itu. Jasmine yang yatim piatu kini dibawah hak perwalian Anita dan Karan sampai dia berumur 25 tahun.

Itu artinya selama tujuh tahun ke depan, hidup Jasmine berada dalam neraka.

"Apa harus seperti ini?" Tanya Jasmine dengan suara tersedak, lekas dia menyeka air mata di pipi. Ditundukkannya pandangan ke lantai, jengah melihat penampilannya sendiri di cermin.  Pertanyaan itu menari-nari dalam benaknya sejak beberapa bulan yang lalu. Bukan hanya hari ini, namun sejak Karan datang membawa surat wasiat dan memberitahunya bahwa dia akan pindah ke rumah Jasmine untuk mengurus semuanya.

"Memangnya kenapa? Sebentar lagi kamu kan lulus SMA. Ya sekali-kali coba pakai baju dewasa. Kalau kamu berenang juga kan pakai bikini..." Anita berusaha menghibur keponakannya itu, dia menyelipkan seberkas rambut Jasmine ke balik telinga dan merengkuh wajah gadis itu hingga Jasmine terpaksa menatap mata Anita. Sejak pertama kali bertemu, sorot mata Anita selalu membuatnya gentar. Walaupun Anita sering berkata manis padanya, namun matanya kerap kali menatap tajam. Menusuk dan memaksa Jasmine untuk tunduk. Dan Jasmine, dengan segala kerentanan dirinya, tak kuasa untuk melawan.

Kesedihan atas kematian orang tuanya membuatnya tak berdaya.

"Yang ini bagus, kan? Ukurannya pas." Anita menarik tubuh Jasmine menghadapnya, meneliti dari atas sampai bawah penampilan Jasmine yang diubahnya sesuai keinginan hatinya "kita beli beberapa untuk persediaan."

Persediaan? Jasmine tak habis pikir untuk apa mereka membeli banyak lingerie?

"Tante, aku masih punya banyak pakaian dalam..." sela Jasmine pada Anita yang sibuk memilah-milah lingerie yang tadi sempat Jasmine coba.

Anita berdecak sambil melambaikan tangannya, menepis perkataan Jasmine "Pakaian dalam kamu ngebosenin! Siapa yang akan naksir kamu kalau dandanan kamu kaya Betty La fea?"

"Be... Betty La fea?" Balas Jasmine heran, dia sama sekali tak tahu siapa yang dimaksud Anita.

"Ya, itu... orang paling udik, dandanan norak di seantero dunia!" Seru Anita yang tak peduli apakah Jasmine paham ocehannya. Dia tak sadar kalau Jasmine lebih suka baca buku dibanding nonton telenovela. Apalagi telenovela jadul yang tayang sebelum dia lahir. Tangan-tangan Anita bergerak lincah menaruh gantungan di rak yang terpisah. Dia memberi instruksi pada dua orang pegawai perempuan yang datang ke rumah membawa rak-rak penuh baju baru pesanan Anita.

Sementara itu Jasmine hanya bisa berdiri pasrah di tengah ruangan menghadap cermin setinggi badan.

"Ngapain berdiri di situ? Cepat dandan!" Hardik Anita yang mulai habis kesabaran, ujung matanya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore, dia menoleh pada salah satu pegawai salon, memberinya kode. Pegawai muda yang sedari tadi diam memerhatikan segera bergegas menghampiri Jasmine "Mari ikut saya, Nona."

"Eh, ke mana...?" Tanya Jasmine heran ketika perempuan itu memakaikan kimono satin kemudian menariknya ke kloset Anita yang berada di sebelah kamar utama. Tadinya ruangan ini adalah ruang kerja sekaligus perpustakaan Tuan Hermawan, ayah Jasmine, namun sejak Anita pindah kemari, dia menyulap sebagian besar ruangan sesuai keinginan hatinya. Ruang kerja yang dulunya berisi meja kerja dan rak-rak penuh buku kini berubah fungsi menjadi salon pribadi Anita. Rak-rak kini berisi baju, sepatu, tas dan pernak-pernik wanita. Lukisan-lukisan yang menghiasi dinding digantikan oleh cermin-cermin berlampu dan meja rias yang dilengkapi peralatan salon profesional. Ada tim yang siap sedia mendandani Anita untuk berbagai macam acara. Sejauh yang Jasmine tahu, Anita adalah sosialita. Dia sibuk bersosialiasi, menghadiri acara ini dan itu. Ponselnya ada tiga dan selalu berdering menerima panggilan. Tangannya tak pernah lepas dari benda itu. Anita selalu bergerak, mengoceh dan memberi perintah pada orang-orang. Satu hal yang pertama kali dilakukannya ketika pindah ke rumah Jasmine adalah memecat dan mengganti semua pembantu.

"Makeup Flawless Korean Look, buat dia kelihatan lebih dewasa dan sensual. Pakaikan mini dress dan heels yang seksi!"

Jasmine terperangah mendengar instruksi Anita, dia hendak berdiri dari kursinya namun tim kecantikan Anita sudah keburu merubunginya. Selama tiga jam selanjutnya, mereka mempermak penampilan Jasmine sesuai keinginan sang sosialita.

*

Di bawah terangnya cahaya lampu sorot, Jasmine menyipitkan mata dan berdiri canggung di atas panggung.

Di sebelahnya seorang MC pria tersenyum menatapnya dengan takjub "Inilah yang ditunggu-tunggu! Jasmine si jelita!"

Tepuk tangan dan suitan memekakkan telinga, Jasmine menggigiti bagian dalam bibirnya yang dipulas lipstik. Sebisa mungkin dia tak ingin melihat ke arah penonton yang menyorakinya. Dia tak tahu untuk apa dia didandani dan dibawa ke sini.

Selama perjalanan ke vila, Jasmine tak punya kesempatan bertanya pada Anita yang sibuk bertelepon. Tantenya itu riuh mengatur sana-sini. Dari potongan percakapan yang dicuri dengar, Jasmine berkesimpulan kalau Anita mengorganisir acara entah-apa yang sekarang dihadirinya. Sesampainya di tempat acara, Jasmine disuruh menunggu di sebuah ruangan bersama dengan lima orang perempuan muda yang berdandan menor seperti dirinya. Mereka memakai gaun-gaun cantik dan menghabiskan waktu mematut diri di cermin selagi menunggu panggilan. Satu per satu mereka keluar dan tak pernah kembali, hingga tersisa Jasmine yang dipanggil terakhir.

"Kamu berdiri di tanda X itu, jangan bicara kalau nggak diajak omong dan jangan lupa senyum," seorang lelaki yang memakai headset memberikan perintah padanya dari sisi panggung sebelum melayangkan aba-aba pada MC.

Jasmine celingukan, berusaha memahami apa maksud semua ini. Berdiri di panggung? Ngapain? Untuk apa?

"On cue... ready... yak! Go!"

Jasmine didorong dengan kasar, dia sempat terhuyung namun kemudian bisa menguasai diri. Pendaran cahaya mengikuti langkahnya menuju tanda X di permukaan panggung, tepat di sisi si MC yang sudah menunggunya.

"Jasmine... si cantik jelita yang masih muda. Segar banget kelihatannya, kan? Hari ini dia sengaja berdandan cantik untuk kita semua. Coba perhatikan penampilannya yang sungguh paripurna... gadis yang sempurna untuk menemani malam anda!"

Bulu kuduk Jasmine meremang mendengar penuturan sang MC. Menemani malam anda? Kok terdengarnya seperti ....

"OK. Penawaran dibuka dari harga sepuluh juta. Siapa yang berani menawar harga tertinggi bagi Jasmine? Come on, guys, make your highest bid!!"

Jasmine tersentak. Ya Tuhan... dia dijadikan sebagai objek lelang?!

Bab terkait

  • Kecupan Panas sang Mafia   02 - Max si Pemenang Lelang

    Di mata Max, gadis muda itu terlalu polos untuk mengenakan gaun mini halter neck yang memeluk setiap lekuk tubuhnya. Jelas gadis yang dipanggil ke hadapan para pelelang yang kebanyakan pria hidung belang itu memiliki bentuk tubuh seorang wanita muda, namun dari ekspresi wajahnya dia masih lugu. Sorot matanya begitu naif hingga Max hampir merasa tidak tega melihatnya. "Wah, bodinya OK juga... masih asli semua." Bisik seseorang yang duduk di belakangnya. Nada suaranya begitu mesum, bahkan Max sempat mendengar decakan kagum yang disusul dengan helaan napas birahi. "All natural, mantap nih." Timpal kawannya. "Virgin oil harganya mahal, bro." "Nggak masalah, ada harga ada rupa." Keduanya terkekeh menjijikkan. Max melirik ke balik bahunya dan mendapati dua pria setengah baya yang wajahnya sering wara-wiri di televisi sebagai pejabat publik kini dengan santainya mengomentari tubuh seorang gadis muda yang mungkin saja seumuran dengan anak bungsu atau cucu pertama mereka. Max menarik nap

  • Kecupan Panas sang Mafia   03 - Tangis sang Perawan

    Sejak kedatangan Anita ke hidupnya hampir setahun yang lalu, Jasmine tak pernah tidur tenang. Dia terusir dari kamarnya sendiri yang berada di paviliun samping, sekarang kamar itu digunakan Aris, anak Karan dan Anita, seorang mahasiswa tingkat tiga Fakultas Hukum di Universitas ternama. Anita selalu membanggakan anak semata wayangnya itu, memanjakannya hingga batas yang sangat mengkhawatirkan. Di pertemuan pertama mereka, Aris sudah naksir Jasmine, namun Anita tak suka melihat mereka mengobrol. Walau tinggal satu atap, Aris dan Jasmine tak pernah terlihat akrab. Memang sudah sepantasnya seperti itu, karena siapa sih yang malah bermanis-manis dengan penjajah yang menduduki wilayah? Bagi Jasmine, Karan dan anak istrinya tak ubahnya penjajah yang menginvansi rumahnya. Mereka datang dan memorak porandakan kehidupan Jasmine. Tak sampai di situ, ternyata Anita dengan beraninya melelang Jasmine pada lelaki hidung belang! "Jasmine," panggil Aris ketika Jasmine turun dari panggung. Gadis it

  • Kecupan Panas sang Mafia   04 - Pencuri Ciuman

    "Pe-penipu...?" Napas Jasmine tercekat, dia tersedak emosinya. Tangannya terangkat menutup mulut seiring dengan air mata membayang di pelupuknya. Max mengangguk santai, dia menarik dasi lepas dari lehernya, membuangnya ke lantai dan memberi kode pada Jasmine agar mendekat. Sedikit ragu, Jasmine melangkah. Dia berdiri cukup dekat namun tetap menjaga jarak dari lelaki asing yang membawa berita tak menyenangkan. Mana mungkin Karan, pamannya itu bukan adik dari ayahnya? Lalu siapa dia? "Kamu mau tahu siapa dia?" Max seolah bisa membaca pikiran Jasmine. Gadis itu mengangguk. Max tersenyum, Jasmine ini begitu polos. Dia bagaikan sebuah buku yang terbuka; Max bisa membaca semuanya dari sirat wajahnya. Tanpa sengaja, pandangan mereka bersirobok. Max terdiam seketika manik mata biji almon itu menatapnya menuntut jawaban. "Duduk sini," Max menepuk pahanya, meminta Jasmine duduk di pangkuannya. Tak disangka, Jasmine menggeleng, "Tidak, terima kasih." "Oh, nggak perlu sungkan, sweetheart

  • Kecupan Panas sang Mafia   05 - Malam Bersama Max

    Jasmine si kutu buku punya khayalan tingkat tinggi. Dia memiliki segunung novel romansa yang seringkali menceritakan kisah cinta epik dari tokoh utamanya. Kebanyakan penulis menjabarkan seperti apa rasanya bertemu dengan cinta pertama, menjalani hari-hari penuh antisipasi dan debaran jantung yang membuat pipi bersemu kemerahan hingga akhirnya sepasang insan itu berbagi ciuman. Semuanya begitu indah dan mendebarkan! Jasmine sampai-sampai membayangkan seperti apa ciuman pertamanya nanti. Lelaki seperti apa yang akan dia nikahi, bagaimana rupanya, seperti apa sikap romantisnya. Dan apa yang akan mereka lakukan di malam pertama pernikahan. Auw, membayangkannya saja membuat Jasmine menjerit-jerit menggigit selimut kesenangan sekaligus malu. Sebenarnya, Jasmine tidak sepolos itu, dia pernah curi-curi membaca novel dan manga erotis. Ibunya bahkan tanpa sadar membayarkan tagihan pembelian buku impor berbahasa Inggris yang berkisah tentang BDSM. Ah, andai saja Lily Hermawan tahu apa bacaan

Bab terbaru

  • Kecupan Panas sang Mafia   05 - Malam Bersama Max

    Jasmine si kutu buku punya khayalan tingkat tinggi. Dia memiliki segunung novel romansa yang seringkali menceritakan kisah cinta epik dari tokoh utamanya. Kebanyakan penulis menjabarkan seperti apa rasanya bertemu dengan cinta pertama, menjalani hari-hari penuh antisipasi dan debaran jantung yang membuat pipi bersemu kemerahan hingga akhirnya sepasang insan itu berbagi ciuman. Semuanya begitu indah dan mendebarkan! Jasmine sampai-sampai membayangkan seperti apa ciuman pertamanya nanti. Lelaki seperti apa yang akan dia nikahi, bagaimana rupanya, seperti apa sikap romantisnya. Dan apa yang akan mereka lakukan di malam pertama pernikahan. Auw, membayangkannya saja membuat Jasmine menjerit-jerit menggigit selimut kesenangan sekaligus malu. Sebenarnya, Jasmine tidak sepolos itu, dia pernah curi-curi membaca novel dan manga erotis. Ibunya bahkan tanpa sadar membayarkan tagihan pembelian buku impor berbahasa Inggris yang berkisah tentang BDSM. Ah, andai saja Lily Hermawan tahu apa bacaan

  • Kecupan Panas sang Mafia   04 - Pencuri Ciuman

    "Pe-penipu...?" Napas Jasmine tercekat, dia tersedak emosinya. Tangannya terangkat menutup mulut seiring dengan air mata membayang di pelupuknya. Max mengangguk santai, dia menarik dasi lepas dari lehernya, membuangnya ke lantai dan memberi kode pada Jasmine agar mendekat. Sedikit ragu, Jasmine melangkah. Dia berdiri cukup dekat namun tetap menjaga jarak dari lelaki asing yang membawa berita tak menyenangkan. Mana mungkin Karan, pamannya itu bukan adik dari ayahnya? Lalu siapa dia? "Kamu mau tahu siapa dia?" Max seolah bisa membaca pikiran Jasmine. Gadis itu mengangguk. Max tersenyum, Jasmine ini begitu polos. Dia bagaikan sebuah buku yang terbuka; Max bisa membaca semuanya dari sirat wajahnya. Tanpa sengaja, pandangan mereka bersirobok. Max terdiam seketika manik mata biji almon itu menatapnya menuntut jawaban. "Duduk sini," Max menepuk pahanya, meminta Jasmine duduk di pangkuannya. Tak disangka, Jasmine menggeleng, "Tidak, terima kasih." "Oh, nggak perlu sungkan, sweetheart

  • Kecupan Panas sang Mafia   03 - Tangis sang Perawan

    Sejak kedatangan Anita ke hidupnya hampir setahun yang lalu, Jasmine tak pernah tidur tenang. Dia terusir dari kamarnya sendiri yang berada di paviliun samping, sekarang kamar itu digunakan Aris, anak Karan dan Anita, seorang mahasiswa tingkat tiga Fakultas Hukum di Universitas ternama. Anita selalu membanggakan anak semata wayangnya itu, memanjakannya hingga batas yang sangat mengkhawatirkan. Di pertemuan pertama mereka, Aris sudah naksir Jasmine, namun Anita tak suka melihat mereka mengobrol. Walau tinggal satu atap, Aris dan Jasmine tak pernah terlihat akrab. Memang sudah sepantasnya seperti itu, karena siapa sih yang malah bermanis-manis dengan penjajah yang menduduki wilayah? Bagi Jasmine, Karan dan anak istrinya tak ubahnya penjajah yang menginvansi rumahnya. Mereka datang dan memorak porandakan kehidupan Jasmine. Tak sampai di situ, ternyata Anita dengan beraninya melelang Jasmine pada lelaki hidung belang! "Jasmine," panggil Aris ketika Jasmine turun dari panggung. Gadis it

  • Kecupan Panas sang Mafia   02 - Max si Pemenang Lelang

    Di mata Max, gadis muda itu terlalu polos untuk mengenakan gaun mini halter neck yang memeluk setiap lekuk tubuhnya. Jelas gadis yang dipanggil ke hadapan para pelelang yang kebanyakan pria hidung belang itu memiliki bentuk tubuh seorang wanita muda, namun dari ekspresi wajahnya dia masih lugu. Sorot matanya begitu naif hingga Max hampir merasa tidak tega melihatnya. "Wah, bodinya OK juga... masih asli semua." Bisik seseorang yang duduk di belakangnya. Nada suaranya begitu mesum, bahkan Max sempat mendengar decakan kagum yang disusul dengan helaan napas birahi. "All natural, mantap nih." Timpal kawannya. "Virgin oil harganya mahal, bro." "Nggak masalah, ada harga ada rupa." Keduanya terkekeh menjijikkan. Max melirik ke balik bahunya dan mendapati dua pria setengah baya yang wajahnya sering wara-wiri di televisi sebagai pejabat publik kini dengan santainya mengomentari tubuh seorang gadis muda yang mungkin saja seumuran dengan anak bungsu atau cucu pertama mereka. Max menarik nap

  • Kecupan Panas sang Mafia   01 - Jasmine si Jelita

    "Kulit kamu cerah, kontras dengan warna hitam, jadi kelihatan lebih anggun!" Anita, istri pamannya yang baru dikenalnya selama beberapa bulan berdecak kagum pada pantulan Jasmine di cermin. Matanya berbinar-binar melihat kecantikan paripurna seorang gadis yang masih perawan. Ini pertama kalinya Jasmine mengenakan lingerie. Akhir-akhir ini dia memang sering memakai warna hitam, namun tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa hitam akan membuatnya terlihat lebih menarik di ranjang. "Coba kamu lepas kacamatanya, biar kelihatan makin seksi." Sambil menggigit bibir bawahnya, Jasmine melepaskan kacamata berminus yang selama ini tak pernah lepas bertengger di hidungnya. Jasmine melepaskan kacamata dan mengedip-ngedipkan matanya, sepertinya dia perlu kontrol ke Optometris lagi. Pandangannya semakin mengabur... "Lho, kok malah nangis?" Tanya Anita dengan nada suara keibuan yang terdengar palsu, dia merangkul bahu Jasmine sambil memandang cermin, air mata gadis itu meleleh di pipinya "a

DMCA.com Protection Status