Halo para reader. Jika Kalian menyukai cerita ini, mohon Gem atau Hadiahnya ya. Jika hari ini ada tambahan Gem atau hadiah, besok othor akan UP 3 bab sekaligus! Terima kasih
Ella menabrak seorang pria muda yang sedang berjalan dengan seorang wanita cantik. Es krim di tangan Ella tumpah, menodai pakaian pria tersebut. "Ah, maafkan adik saya," Klein segera menghampiri, mengeluarkan sapu tangan untuk membersihkan noda es krim di pakaian pria itu. Pria muda itu, dengan rambut pirang dan wajah yang tampan namun angkuh, menatap Klein dengan jijik. "Hei, apa-apaan ini?! Lihat apa yang sudah dilakukan anak bodoh ini! Klein merasakan amarahnya mulai memuncak mendengar Ella disebut 'anak bodoh', tapi ia berusaha menahan diri. "Sekali lagi, saya minta maaf. Saya akan mengganti biaya laundry-nya." Pria itu mendengus kasar. "Laundry? Kau pikir noda ini bisa hilang begitu saja? Ini pakaian limited edition Gucci! Harganya 500 juta!" Keributan ini mulai menarik perhatian pengunjung lain. Beberapa orang berhenti dan mulai memperhatikan, bisik-bisik pelan mulai terdengar. "Hei, lihat itu. Bukankah itu putra pemilik taman hiburan ini? Apa yang terjadi?" bisik seorang
Malam telah larut ketika mobil Klein memasuki gerbang Paviliun Moon Lake. Suasana hening, hanya terdengar deru halus mesin mobil dan isakan pelan dari kursi belakang. Klein melirik melalui kaca spion, melihat Bella dan Ella yang masih terisak, saling berpelukan di kursi belakang.Hati Klein terasa seperti diremas. Amarah yang telah ia pendam sejak insiden di taman hiburan kembali bergejolak, namun ia menahannya. Saat ini, yang terpenting adalah menenangkan kedua gadis kecil itu.Begitu mobil berhenti, Klein turun dan membuka pintu belakang. Dengan lembut, ia mengulurkan tangannya. "Ayo, kita masuk ke dalam," ujarnya dengan suara yang jauh lebih lembut dari biasanya.Bella dan Ella menatapnya dengan mata sembab, sebelum akhirnya turun dari mobil dan menggenggam tangan Klein erat-erat. Mereka berjalan dalam diam memasuki rumah, Klein bisa merasakan tangan kecil mereka yang masih gemetar.Di dalam rumah, Klein membawa mereka ke ruang keluarga. Ia berlutut di hadapan Bella dan Ella, men
Helda menyerahkan sebuah map tebal pada Klein. "Keluarga Dorian, pemilik Zephir Wonderland, ternyata menyimpan banyak rahasia kotor, Tuan Muda." Klein membuka map tersebut, matanya dengan cepat memindai informasi yang tertera di sana. Semakin banyak ia membaca, semakin dingin ekspresinya. "Ignatius Dorian," Helda memulai, "ayah Octavius, terlibat dalam sejumlah kegiatan ilegal. Pencucian uang, penggelapan pajak, suap menyuap pejabat, dan yang paling mengejutkan... perdagangan manusia." Klein mengangkat alisnya mendengar informasi terakhir. "Perdagangan manusia?" Helda mengangguk, wajahnya menunjukkan keprihatinan mendalam. "Benar, Tuan Muda. Kami menemukan bukti bahwa Ignatius Dorian memiliki hubungan bisnis dengan Mr. Brown, pemimpin jaringan perdagangan manusia di kota Zephir. Yang lebih mengerikan, mereka menggunakan Zephir Wonderland sebagai tempat untuk menculik anak-anak." Klein terdiam, tangannya mengepal erat. "Jelaskan lebih detail." "Setiap bulan, sekitar 5-10 anak meng
Fajar baru saja menyingsing di ufuk timur kota Zephir ketika kesunyian pagi di kediaman mewah Dorian dipecahkan oleh suara gedoran panik di pintu kamar utama. Ignatius Dorian, masih mengenakan jubah tidur sutra berwarna merah marun, tersentak bangun dari tidur lelapnya bersama sang istri. Matanya yang masih berkabut melirik jam di nakas samping tempat tidur king size-nya: 5:30 pagi."Siapa berani-beraninya—" gerutunya, namun belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pintu kayu mahoni berukir itu terbuka dengan keras, menampakkan sosok pria tua, sekretaris pribadinya yang sudah bekerja untuknya selama lebih dari dua dekade."Tuan Dorian!" seru sang sekretaris, suaranya bergetar hebat. Tangannya yang gemetar menyodorkan sebuah tablet. "A-anda harus melihat ini ... sekarang!"Ignatius, masih setengah mengantuk namun mulai merasakan firasat buruk, menyambar tablet itu. Matanya yang masih berkabut perlahan melebar, pupilnya mengecil saat membaca headline berita yang terpampang besar di la
"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang Klein Alexander?" tanya Ignatius Dorian, suaranya terdengar tegang melalui speaker ponsel.Hening sejenak sebelum suara di seberang menjawab dengan nada ragu, "Maaf, Tuan Besar. Kami belum bisa mendapatkan banyak informasi. Yang kami tahu hanya dia dekat dengan Victor Downey dan tinggal di Paviliun Moon Lake."Ignatius mengerutkan dahi. "Victor Downey? Putra pertama walikota Zephir?" Namun, yang lebih mengejutkan Ignatius adalah informasi tentang tempat tinggal Klein. Paviliun Moon Lake–rumah termewah di Zephir yang bahkan Ignatius, dengan segala kekayaannya, tidak mampu beli. 'Siapa sebenarnya Klein Alexander ini?' batinnya, merasakan gelombang kekhawatiran yang semakin besar.Tak lama kemudian, Rolls-Royce mewah milik keluarga Dorian melaju kencang menembus jalanan Zephir yang masih lengang di pagi hari. Ignatius mencengkeram setir erat, pikirannya berkecamuk dengan berbagai skena
Mila Khalifa mondar-mandir di kamar utama kediaman mewah keluarga Dorian. Rambut hitam panjangnya yang masih lebat di usia 50 tahun bergoyang mengikuti gerakannya yang gelisah. Meski sudah memasuki paruh baya, Mila masih mempertahankan kecantikan dan keseksiannya yang memukau.Tubuhnya yang proporsional bak gitar spanyol terbalut gaun tidur sutra merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Dadanya yang besar, 38D, masih tampak kencang dan rapat, bergoyang pelan seiring langkahnya yang resah. Wajahnya yang cantik kini dihiasi kerutan halus di sekitar mata dan mulut, namun justru menambah aura dewasa yang menggoda."Ayolah, sayang," gumamnya, suaranya yang serak dan seksi dipenuhi kecemasan. "Cepatlah kembali dengan kabar baik."Mila berharap, dengan suami dan anaknya pergi meminta maaf pada Klein Alexander, semua masalah yang menimpa keluarga mereka akan selesai. Namun, setiap menit yang berlalu tanpa kabar membuat kecemasannya semakin menjadi-jadi.Tiba-tiba, pintu k
Di gedung penjara kota Zephir, Ignatius dan Octavius Dorian baru saja tiba. Mereka digiring ke sebuah sel yang sudah penuh sesak dengan narapidana lain. Kebanyakan dari mereka adalah pelaku kejahatan kekerasan dan pembunuhan."Hei, lihat siapa yang datang," seru salah seorang napi bertubuh besar dengan tato di sekujur tubuhnya. "Si kaya raya Dorian!"Ignatius dan Octavius saling berpandangan dengan cemas. Mereka bisa merasakan tatapan penuh kebencian dari para napi lain."Kudengar kalian suka memperdagangkan anak kecil, ya?" tanya napi lain dengan suara mengancam. "Kalian tahu? Bahkan di antara para kriminal, orang-orang seperti kalian adalah yang paling rendah!"Tanpa peringatan, pukulan pertama mendarat di wajah Octavius. Darah muncrat dari hidungnya yang patah. Ignatius mencoba melindungi putranya, namun ia juga segera dihujani pukulan dan tendangan."Tolong! Siapa saja, tolong kami!" teriak Ignatius di sela-sela pu
Felix berdiri diam di balik dinding, jantungnya berdegup kencang saat mendengar percakapan antara Klein dan Rudy. Tangannya terkepal erat, campuran antara amarah dan kebingungan terpancar dari matanya yang menyipit."Manajer Purchasing?" gumam Felix pelan, suaranya bergetar menahan emosi. "Jadi begitu caramu bermain, Rudy? Kau benar-benar ingin menyingkirkanku."Setiap kata yang terucap dari mulut Rudy bagaikan pisau yang menghujam tepat ke jantungnya. Felix merasakan dunianya runtuh perlahan-lahan. Selama ini, ia telah mengabdikan dirinya pada Rudy, melakukan segala hal yang diperintahkan, bahkan hal-hal kotor sekalipun. Dan sekarang, bosnya itu dengan mudahnya menawarkan posisinya pada Klein?Felix menggertakkan giginya, berusaha menahan amarah yang semakin memuncak. Ia tahu, saat ini ia tidak bisa bertindak gegabah. Dengan langkah pelan namun pasti, Felix bergerak menjauh, pikirannya dipenuhi rencana untuk menghad