Zephir Wonderland adalah taman hiburan terbesar di kota Zephir. Terkenal dengan wahana-wahana ekstremnya dan area tematik yang memukau, taman hiburan ini selalu menjadi tujuan favorit keluarga dan anak muda di akhir pekan. Sepanjang perjalanan ke Zephir Wonderland, Bella dan Ella tidak henti-hentinya berceloteh tentang wahana apa saja yang ingin mereka naiki. Klein mendengarkan dengan sabar, sesekali tersenyum atau mengangguk. "Kak Klein, apa kita bisa naik roller coaster?" tanya Bella dengan mata berbinar. Klein tersenyum. "Tentu saja, tapi kita harus memastikan kalian cukup tinggi untuk naik, ya?" "Aku ingin masuk ke rumah hantu!" seru Ella bersemangat. "Eh? Tapi bukankah kau takut hantu, Ella?" goda Bella. Ella cemberut. "Aku tidak takut! Aku kan pemberani!" Klein tertawa kecil melihat perdebatan kecil mereka. "Sudah, sudah. Kita akan mencoba semua wahana yang kalian mau, asalkan kalian memenuhi syaratnya, oke?" "Oke, Kak!" jawab Bella dan Ella bersamaan. Setibanya di Z
Ella menabrak seorang pria muda yang sedang berjalan dengan seorang wanita cantik. Es krim di tangan Ella tumpah, menodai pakaian pria tersebut. "Ah, maafkan adik saya," Klein segera menghampiri, mengeluarkan sapu tangan untuk membersihkan noda es krim di pakaian pria itu. Pria muda itu, dengan rambut pirang dan wajah yang tampan namun angkuh, menatap Klein dengan jijik. "Hei, apa-apaan ini?! Lihat apa yang sudah dilakukan anak bodoh ini! Klein merasakan amarahnya mulai memuncak mendengar Ella disebut 'anak bodoh', tapi ia berusaha menahan diri. "Sekali lagi, saya minta maaf. Saya akan mengganti biaya laundry-nya." Pria itu mendengus kasar. "Laundry? Kau pikir noda ini bisa hilang begitu saja? Ini pakaian limited edition Gucci! Harganya 500 juta!" Keributan ini mulai menarik perhatian pengunjung lain. Beberapa orang berhenti dan mulai memperhatikan, bisik-bisik pelan mulai terdengar. "Hei, lihat itu. Bukankah itu putra pemilik taman hiburan ini? Apa yang terjadi?" bisik seorang
Malam telah larut ketika mobil Klein memasuki gerbang Paviliun Moon Lake. Suasana hening, hanya terdengar deru halus mesin mobil dan isakan pelan dari kursi belakang. Klein melirik melalui kaca spion, melihat Bella dan Ella yang masih terisak, saling berpelukan di kursi belakang.Hati Klein terasa seperti diremas. Amarah yang telah ia pendam sejak insiden di taman hiburan kembali bergejolak, namun ia menahannya. Saat ini, yang terpenting adalah menenangkan kedua gadis kecil itu.Begitu mobil berhenti, Klein turun dan membuka pintu belakang. Dengan lembut, ia mengulurkan tangannya. "Ayo, kita masuk ke dalam," ujarnya dengan suara yang jauh lebih lembut dari biasanya.Bella dan Ella menatapnya dengan mata sembab, sebelum akhirnya turun dari mobil dan menggenggam tangan Klein erat-erat. Mereka berjalan dalam diam memasuki rumah, Klein bisa merasakan tangan kecil mereka yang masih gemetar.Di dalam rumah, Klein membawa mereka ke ruang keluarga. Ia berlutut di hadapan Bella dan Ella, men
Helda menyerahkan sebuah map tebal pada Klein. "Keluarga Dorian, pemilik Zephir Wonderland, ternyata menyimpan banyak rahasia kotor, Tuan Muda." Klein membuka map tersebut, matanya dengan cepat memindai informasi yang tertera di sana. Semakin banyak ia membaca, semakin dingin ekspresinya. "Ignatius Dorian," Helda memulai, "ayah Octavius, terlibat dalam sejumlah kegiatan ilegal. Pencucian uang, penggelapan pajak, suap menyuap pejabat, dan yang paling mengejutkan... perdagangan manusia." Klein mengangkat alisnya mendengar informasi terakhir. "Perdagangan manusia?" Helda mengangguk, wajahnya menunjukkan keprihatinan mendalam. "Benar, Tuan Muda. Kami menemukan bukti bahwa Ignatius Dorian memiliki hubungan bisnis dengan Mr. Brown, pemimpin jaringan perdagangan manusia di kota Zephir. Yang lebih mengerikan, mereka menggunakan Zephir Wonderland sebagai tempat untuk menculik anak-anak." Klein terdiam, tangannya mengepal erat. "Jelaskan lebih detail." "Setiap bulan, sekitar 5-10 anak meng
Fajar baru saja menyingsing di ufuk timur kota Zephir ketika kesunyian pagi di kediaman mewah Dorian dipecahkan oleh suara gedoran panik di pintu kamar utama. Ignatius Dorian, masih mengenakan jubah tidur sutra berwarna merah marun, tersentak bangun dari tidur lelapnya bersama sang istri. Matanya yang masih berkabut melirik jam di nakas samping tempat tidur king size-nya: 5:30 pagi."Siapa berani-beraninya—" gerutunya, namun belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pintu kayu mahoni berukir itu terbuka dengan keras, menampakkan sosok pria tua, sekretaris pribadinya yang sudah bekerja untuknya selama lebih dari dua dekade."Tuan Dorian!" seru sang sekretaris, suaranya bergetar hebat. Tangannya yang gemetar menyodorkan sebuah tablet. "A-anda harus melihat ini ... sekarang!"Ignatius, masih setengah mengantuk namun mulai merasakan firasat buruk, menyambar tablet itu. Matanya yang masih berkabut perlahan melebar, pupilnya mengecil saat membaca headline berita yang terpampang besar di la
"Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang Klein Alexander?" tanya Ignatius Dorian, suaranya terdengar tegang melalui speaker ponsel.Hening sejenak sebelum suara di seberang menjawab dengan nada ragu, "Maaf, Tuan Besar. Kami belum bisa mendapatkan banyak informasi. Yang kami tahu hanya dia dekat dengan Victor Downey dan tinggal di Paviliun Moon Lake."Ignatius mengerutkan dahi. "Victor Downey? Putra pertama walikota Zephir?" Namun, yang lebih mengejutkan Ignatius adalah informasi tentang tempat tinggal Klein. Paviliun Moon Lake–rumah termewah di Zephir yang bahkan Ignatius, dengan segala kekayaannya, tidak mampu beli. 'Siapa sebenarnya Klein Alexander ini?' batinnya, merasakan gelombang kekhawatiran yang semakin besar.Tak lama kemudian, Rolls-Royce mewah milik keluarga Dorian melaju kencang menembus jalanan Zephir yang masih lengang di pagi hari. Ignatius mencengkeram setir erat, pikirannya berkecamuk dengan berbagai skena
Mila Khalifa mondar-mandir di kamar utama kediaman mewah keluarga Dorian. Rambut hitam panjangnya yang masih lebat di usia 50 tahun bergoyang mengikuti gerakannya yang gelisah. Meski sudah memasuki paruh baya, Mila masih mempertahankan kecantikan dan keseksiannya yang memukau.Tubuhnya yang proporsional bak gitar spanyol terbalut gaun tidur sutra merah yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Dadanya yang besar, 38D, masih tampak kencang dan rapat, bergoyang pelan seiring langkahnya yang resah. Wajahnya yang cantik kini dihiasi kerutan halus di sekitar mata dan mulut, namun justru menambah aura dewasa yang menggoda."Ayolah, sayang," gumamnya, suaranya yang serak dan seksi dipenuhi kecemasan. "Cepatlah kembali dengan kabar baik."Mila berharap, dengan suami dan anaknya pergi meminta maaf pada Klein Alexander, semua masalah yang menimpa keluarga mereka akan selesai. Namun, setiap menit yang berlalu tanpa kabar membuat kecemasannya semakin menjadi-jadi.Tiba-tiba, pintu k
Di gedung penjara kota Zephir, Ignatius dan Octavius Dorian baru saja tiba. Mereka digiring ke sebuah sel yang sudah penuh sesak dengan narapidana lain. Kebanyakan dari mereka adalah pelaku kejahatan kekerasan dan pembunuhan."Hei, lihat siapa yang datang," seru salah seorang napi bertubuh besar dengan tato di sekujur tubuhnya. "Si kaya raya Dorian!"Ignatius dan Octavius saling berpandangan dengan cemas. Mereka bisa merasakan tatapan penuh kebencian dari para napi lain."Kudengar kalian suka memperdagangkan anak kecil, ya?" tanya napi lain dengan suara mengancam. "Kalian tahu? Bahkan di antara para kriminal, orang-orang seperti kalian adalah yang paling rendah!"Tanpa peringatan, pukulan pertama mendarat di wajah Octavius. Darah muncrat dari hidungnya yang patah. Ignatius mencoba melindungi putranya, namun ia juga segera dihujani pukulan dan tendangan."Tolong! Siapa saja, tolong kami!" teriak Ignatius di sela-sela pu
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte