Felix berdiri diam di balik dinding, jantungnya berdegup kencang saat mendengar percakapan antara Klein dan Rudy.
Tangannya terkepal erat, campuran antara amarah dan kebingungan terpancar dari matanya yang menyipit."Manajer Purchasing?" gumam Felix pelan, suaranya bergetar menahan emosi. "Jadi begitu caramu bermain, Rudy? Kau benar-benar ingin menyingkirkanku."Setiap kata yang terucap dari mulut Rudy bagaikan pisau yang menghujam tepat ke jantungnya. Felix merasakan dunianya runtuh perlahan-lahan.Selama ini, ia telah mengabdikan dirinya pada Rudy, melakukan segala hal yang diperintahkan, bahkan hal-hal kotor sekalipun.Dan sekarang, bosnya itu dengan mudahnya menawarkan posisinya pada Klein?Felix menggertakkan giginya, berusaha menahan amarah yang semakin memuncak. Ia tahu, saat ini ia tidak bisa bertindak gegabah.Dengan langkah pelan namun pasti, Felix bergerak menjauh, pikirannya dipenuhi rencana untuk menghadSuasana di toko buah Zephir Super Mall mendadak hening ketika pintu terbuka dengan keras. Klein, yang tadinya bersiap menghadapi serangan Sirius dan anak buahnya, merasakan ketegangan di udara berubah. Matanya yang tajam mengawasi sosok pria berambut putih yang melangkah masuk dengan tenang namun penuh wibawa.Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dengan dasi merah yang mencolok. Aura kekuasaan memancar dari setiap langkahnya. Klein bisa merasakan perubahan sikap Sirius dan anak buahnya. Mereka mundur perlahan, waspada terhadap pendatang baru ini.'Siapa dia?' batin Klein, pikirannya berputar cepat mencoba menganalisis situasi. 'Dan mengapa Sirius terlihat begitu tegang?'"Sebastian String," ucap Sirius, nada suaranya campuran antara kesal dan penasaran. "Apa yang membawa sekretaris Tuan Victor Downey ke tempat seperti ini?"Sebastian melangkah masuk, matanya yang tajam menyapu ruangan sebelum terpaku pada
Semalam, Klein telah mengunjungi Chester di rumah sakit. Kabar bahwa sahabatnya itu bisa pulang dalam tiga hari membuat Klein sedikit lega. Meski begitu, dalam hati ia merasa lega.Sekarang, di bawah sinar matahari pagi yang menyusup masuk melalui jendela, Klein telah bersiap untuk pergi. Kini, Klein sedang mengenakan pakaian kerjanya yang biasa–kemeja putih polos dan celana kain hitam yang tampak murah. Ia sengaja memilih penampilan ini, bukan karena peduli akan pendapat orang lain, tapi karena ingin mempertahankan penyamarannya sebagai karyawan biasa."Tuan Muda, mobil sudah siap," lapor Helda, pelayan pribadi Klein.Klein menggeleng pelan. "Tidak perlu. Aku akan naik taksi ke dealer Ferrari."Helda terlihat bingung. Apalagi, ia tahu tadi malam Klein telah berseteru dengan Sirius Blood. "Tapi, Tuan Muda-""Ini bagian dari rencana," potong Klein datar. "Pastikan saja ada yang mengikutiku dari jauh. Jangan sampai terlihat."Helda mengangguk paham. "Baik, Tuan Muda. Akan saya atur."
"T-Tuan String," ujar Veronica terbata-bata, keringat dingin mulai membasahi dahinya. "A-apa maksud Anda? Apa pria ini..." Sebastian mengerutkan dahi, matanya yang tajam menatap Veronica dengan intensitas yang membuat wanita itu gemetar. "Ada masalah apa di sini? Klein akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun mengandung ketegasan yang membuat Veronica semakin gemetar. "Tidak ada masalah, Tuan String. Nona Veronica ini hanya sedang menjelaskan padaku bahwa dealer ini hanya melayani pelanggan yang... berkualitas." Sebastian mengangkat alisnya, ekspresinya campuran antara geli dan kesal. "Oh? Benarkah? Kalau begitu, biar saya jelaskan sesuatu padamu, Nona Veronica. Pria yang kau anggap tidak berkualitas ini adalah teman dekat Tuan Victor Downey. Dan dia di sini untuk mengambil Ferrari SF90 Stradale pesanannya." Wajah Veronica semakin pucat, matanya melebar tidak percaya. "S-SF90 Stradale? T-tapi itu..." "Ya," potong Sebastian, nada suaranya tajam. "Mobil seharga 17 miliar yang
Klein memacu Ferrari SF90 Stradale merahnya membelah jalanan kota Zephir yang mulai ramai. Sinar matahari pagi memantul dari bodi mengkilap mobil itu, menarik perhatian setiap orang yang dilewatinya. Namun, di balik kemewahan yang ia tunjukkan, Klein tetap waspada.Melalui kaca spion, ia menangkap bayangan sebuah sedan hitam yang terus mengikutinya sejak keluar dari dealer Ferrari. Klein tidak menunjukkan reaksi apa pun, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Namun, pikirannya berputar cepat, menganalisis situasi.'Sirius Blood? Mr. Brown? Ataukah itu adik Victor–Damien Downey?' pikir Klein, mencoba menerka identitas orang yang membuntutinya. 'Sepertinya aku terlalu banyak memiliki musuh. Tapi tidak masalah, waktuku di kota ini tidak lama. Setelah aku pergi, aku tidak akan berhadapan dengan mereka lagi.'‘Aku akan melepaskan mereka asal mereka tidak menghalangi jalanku, terkecuali Mr. Brown. Aku telah berjanji untuk menghancurka
Rudy mulai berbicara tentang pencapaian Heaven Medical Corporation dalam beberapa bulan terakhir. Klein hanya berdiri diam, bersandar di tembok seraya melipat tangannya, berpura-pura mendengarkan dengan seksama. "Dan kini, kita sampai pada pengumuman utama hari ini," Rudy melanjutkan, senyumnya semakin lebar. "Seperti yang kalian ketahui, Heaven Medical Corporation akan mengadakan acara malam amal minggu depan. Dan berkat usaha salah satu karyawan kita, Dokter Sun, sang 'Dewa Pengobatan', telah bersedia hadir dalam acara tersebut." Bisik-bisik kagum mulai terdengar di seluruh ruangan. Semua orang tahu betapa sulitnya mendapatkan kehadiran Dokter Sun di acara apa pun. "Karena itu," Rudy melanjutkan, "dengan bangga saya umumkan bahwa mulai hari ini, posisi Manajer Purchasing akan diisi oleh ... Klein Alexander!" Keheningan sesaat memenuhi ruangan sebelum tepuk tangan ragu-ragu mulai terdengar. Klein bisa merasakan semua mata tertuju padanya. Ia melangkah maju dengan tenang, waj
Malam telah larut ketika Klein melangkah masuk ke Lionheart Palace. Gedung mewah itu tampak lengang, hanya beberapa karyawan shift malam yang berlalu lalang. Namun, alih-alih resepsionis yang biasa menyambutnya, Klein terkejut melihat Manajer Kim berdiri di lobi dengan senyum hangat."Selamat malam, Tuan Klein," sapa Manajer Kim, membungkuk hormat. "Saya harap kedatangan saya tidak mengganggu Anda."Klein mengangkat alisnya sedikit, terkejut dengan kehadiran Manajer Kim. "Selamat malam, Manajer Kim. Ada yang bisa saya bantu?"Manajer Kim tersenyum lembut, ada kilatan kecemasan di matanya. "Sebenarnya, saya ingin berterima kasih atas bantuan Anda kemarin. Dan... saya juga ingin memperingatkan Anda."Klein mengangguk, mempersilakan Manajer Kim melanjutkan."Sirius... dia bukan orang yang mudah menyerah," ujar Manajer Kim dengan suara pelan. "Saya khawatir dia akan mencoba membalas dendam pada Anda, Tuan Klein."
Klein mengangkat alisnya. "Masalah apa?" "Hutang," jawab Felix. "Hutang yang sangat besar. Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Windy dengan Rudy kemarin. Sepertinya keluarga Windy terjerat hutang besar, dan Windy mengancam akan membocorkan rahasia mereka jika Rudy tidak membantunya. Tapi sepertinya, Rudy tidak ingin membantunya, dan terus mengulur waktu." Klein terdiam, mencerna informasi baru ini. Meski ia sudah tidak memiliki perasaan apa pun pada Windy, tapi mendengar wanita itu dan keluarganya dalam kesulitan tetap membuatnya merasa ... tidak nyaman. "Lalu, tentang hubungan Rudy dengan Mr. Brown," lanjut Felix. "Sejauh yang aku tahu, Rudy hanya menjual alat-alat medis kepada Mr. Brown. Pisau operasi, peralatan operasi, dan sejenisnya. Aku tidak tahu apakah ada keterlibatan lebih jauh dari itu." Klein mengangguk, matanya menyipit. "Begitu. Menarik sekali. Terima kasih atas informasinya, Felix." "Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Klein?" tanya Felix. Klein tersenyum dingin.
Malam telah larut di kota Zephir, namun kegelapan yang menyelimuti kota tak sebanding dengan kegelapan yang kini bersemayam di hati Klein. Ia berdiri di depan jendela besar Paviliun Moon Lake, matanya menatap jauh ke kegelapan malam, namun pikirannya berada di tempat lain.Bella dan Ella, dua gadis kecil yang telah mengisi kekosongan hatinya, kini entah berada di mana. Klein mengepalkan tangannya erat, berusaha mengendalikan amarah yang bergejolak di dadanya. Ia tak pernah merasakan emosi sekuat ini sejak kembali ke masa lalu."Tuan Muda," suara Helda memecah keheningan. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"Klein berbalik, menatap Helda dengan mata yang dingin namun penuh tekad. "Hubungi Victor Downey. Katakan padanya aku perlu bicara sekarang juga."Helda mengangguk dan segera melaksanakan perintah. Tak lama kemudian, suara Victor terdengar dari speaker ponsel."Klein? Ada apa menelepon tengah malam begini?"