Hari ini ada tiga bab, bab yang ketiga agak sore baru othor UP. Terima kasih Kak Ma Tibun, Kak KP - Agus Nur Isa, dan Kak R.D SkyPigeon, sudah komen, jadi semangat nulis.(◠‿・)—☆
Klein memacu Ferrari SF90 Stradale merahnya membelah jalanan kota Zephir yang mulai ramai. Sinar matahari pagi memantul dari bodi mengkilap mobil itu, menarik perhatian setiap orang yang dilewatinya. Namun, di balik kemewahan yang ia tunjukkan, Klein tetap waspada.Melalui kaca spion, ia menangkap bayangan sebuah sedan hitam yang terus mengikutinya sejak keluar dari dealer Ferrari. Klein tidak menunjukkan reaksi apa pun, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Namun, pikirannya berputar cepat, menganalisis situasi.'Sirius Blood? Mr. Brown? Ataukah itu adik Victor–Damien Downey?' pikir Klein, mencoba menerka identitas orang yang membuntutinya. 'Sepertinya aku terlalu banyak memiliki musuh. Tapi tidak masalah, waktuku di kota ini tidak lama. Setelah aku pergi, aku tidak akan berhadapan dengan mereka lagi.'‘Aku akan melepaskan mereka asal mereka tidak menghalangi jalanku, terkecuali Mr. Brown. Aku telah berjanji untuk menghancurka
Rudy mulai berbicara tentang pencapaian Heaven Medical Corporation dalam beberapa bulan terakhir. Klein hanya berdiri diam, bersandar di tembok seraya melipat tangannya, berpura-pura mendengarkan dengan seksama. "Dan kini, kita sampai pada pengumuman utama hari ini," Rudy melanjutkan, senyumnya semakin lebar. "Seperti yang kalian ketahui, Heaven Medical Corporation akan mengadakan acara malam amal minggu depan. Dan berkat usaha salah satu karyawan kita, Dokter Sun, sang 'Dewa Pengobatan', telah bersedia hadir dalam acara tersebut." Bisik-bisik kagum mulai terdengar di seluruh ruangan. Semua orang tahu betapa sulitnya mendapatkan kehadiran Dokter Sun di acara apa pun. "Karena itu," Rudy melanjutkan, "dengan bangga saya umumkan bahwa mulai hari ini, posisi Manajer Purchasing akan diisi oleh ... Klein Alexander!" Keheningan sesaat memenuhi ruangan sebelum tepuk tangan ragu-ragu mulai terdengar. Klein bisa merasakan semua mata tertuju padanya. Ia melangkah maju dengan tenang, waj
Malam telah larut ketika Klein melangkah masuk ke Lionheart Palace. Gedung mewah itu tampak lengang, hanya beberapa karyawan shift malam yang berlalu lalang. Namun, alih-alih resepsionis yang biasa menyambutnya, Klein terkejut melihat Manajer Kim berdiri di lobi dengan senyum hangat."Selamat malam, Tuan Klein," sapa Manajer Kim, membungkuk hormat. "Saya harap kedatangan saya tidak mengganggu Anda."Klein mengangkat alisnya sedikit, terkejut dengan kehadiran Manajer Kim. "Selamat malam, Manajer Kim. Ada yang bisa saya bantu?"Manajer Kim tersenyum lembut, ada kilatan kecemasan di matanya. "Sebenarnya, saya ingin berterima kasih atas bantuan Anda kemarin. Dan... saya juga ingin memperingatkan Anda."Klein mengangguk, mempersilakan Manajer Kim melanjutkan."Sirius... dia bukan orang yang mudah menyerah," ujar Manajer Kim dengan suara pelan. "Saya khawatir dia akan mencoba membalas dendam pada Anda, Tuan Klein."
Klein mengangkat alisnya. "Masalah apa?" "Hutang," jawab Felix. "Hutang yang sangat besar. Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Windy dengan Rudy kemarin. Sepertinya keluarga Windy terjerat hutang besar, dan Windy mengancam akan membocorkan rahasia mereka jika Rudy tidak membantunya. Tapi sepertinya, Rudy tidak ingin membantunya, dan terus mengulur waktu." Klein terdiam, mencerna informasi baru ini. Meski ia sudah tidak memiliki perasaan apa pun pada Windy, tapi mendengar wanita itu dan keluarganya dalam kesulitan tetap membuatnya merasa ... tidak nyaman. "Lalu, tentang hubungan Rudy dengan Mr. Brown," lanjut Felix. "Sejauh yang aku tahu, Rudy hanya menjual alat-alat medis kepada Mr. Brown. Pisau operasi, peralatan operasi, dan sejenisnya. Aku tidak tahu apakah ada keterlibatan lebih jauh dari itu." Klein mengangguk, matanya menyipit. "Begitu. Menarik sekali. Terima kasih atas informasinya, Felix." "Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Klein?" tanya Felix. Klein tersenyum dingin.
Malam telah larut di kota Zephir, namun kegelapan yang menyelimuti kota tak sebanding dengan kegelapan yang kini bersemayam di hati Klein. Ia berdiri di depan jendela besar Paviliun Moon Lake, matanya menatap jauh ke kegelapan malam, namun pikirannya berada di tempat lain.Bella dan Ella, dua gadis kecil yang telah mengisi kekosongan hatinya, kini entah berada di mana. Klein mengepalkan tangannya erat, berusaha mengendalikan amarah yang bergejolak di dadanya. Ia tak pernah merasakan emosi sekuat ini sejak kembali ke masa lalu."Tuan Muda," suara Helda memecah keheningan. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"Klein berbalik, menatap Helda dengan mata yang dingin namun penuh tekad. "Hubungi Victor Downey. Katakan padanya aku perlu bicara sekarang juga."Helda mengangguk dan segera melaksanakan perintah. Tak lama kemudian, suara Victor terdengar dari speaker ponsel."Klein? Ada apa menelepon tengah malam begini?"
"Jadi kau mengakui bahwa Damien yang memerintahkanmu untuk menculik Bella dan Ella?" tanya Klein dengan suara semakin dingin dan dalam. Sirius mengangkat bahunya dengan santai. "Ya, memang dia yang memerintahkanku. Kenapa? Apa kau pikir informasi itu akan membantumu? Jangan lupa, Klein. Meski Damien bukan siapa-siapa di keluarganya, tapi dia tetap punya cukup uang untuk menyewa orang sepertiku." Klein tersenyum dingin. "Kau yakin tentang itu, Sirius?" Sebelum Sirius bisa menjawab, suara sirine polisi terdengar mendekat. Wajah Sirius berubah pucat. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya pada Klein. Klein hanya tersenyum, mengeluarkan alat perekam dari sakunya. "Terima kasih atas pengakuanmu, Sirius. Ini akan sangat berguna." Sirius, menyadari bahwa ia telah dijebak, berusaha kabur. Namun, mobil-mobil polisi telah mengepung area tersebut. Dalam sekejap, Sirius Blood telah diborgol dan digiring ke mobil polisi. Klein berdiri diam, menatap Sirius yang meronta dan mengumpat. Ia kemudia
Malam samakin larut di kota Zephir. Di sebuah kamar hotel mewah, Damien Downey berdiri di dekat jendela, memandang kota yang berkilauan di bawah. Segelas wiski di tangannya, ia sesekali meneguknya sambil melirik ke arah Bella dan Ella yang terikat di atas tempat tidur. Damien meletakkan gelasnya dan melangkah perlahan mendekati kedua gadis kecil itu. Senyum dingin tersungging di bibirnya saat ia melihat ketakutan di mata mereka. "Kalian tahu," ujarnya pelan, "aku selalu penasaran bagaimana bisa Klein memiliki dua adik kecil seimut kalian." Ia berhenti sejenak, matanya menerawang. "Pria itu selalu menjadi misteri. Tapi sekarang, aku punya kalian. Dan aku akan memastikan dia merasakan apa artinya kehilangan." Bella, berusaha melindungi Ella dengan tubuh kecilnya, memberanikan diri untuk berbicara. "K-Kak Klein pasti akan menemukan kami. D-dia akan menyelamatkan kami!" Tawa Damien memenuhi ruangan, membuat bulu kuduk merinding. "Oh, tentu saja dia akan mencoba. Tapi apakah dia a
Satu minggu telah berlalu sejak insiden penculikan Bella dan Ella oleh Damien Downey. Pagi itu, Klein berdiri di ambang pintu kamar kedua gadis kecil itu di Paviliun Moon Lake, mengamati mereka yang masih tertidur pulas. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, ada kilatan lembut di matanya saat memandang Bella dan Ella.Klein melangkah masuk perlahan, duduk di tepi tempat tidur. Bella membuka matanya, menyadari kehadiran Klein. "Kak Klein?" panggilnya dengan suara mengantuk."Selamat pagi," sapa Klein, nada suaranya sedikit lebih lembut dari biasanya. "Bagaimana tidur kalian?""Nyenyak, Kak," jawab Bella sambil mengucek matanya. Ella pun mulai terbangun, menguap lebar.Klein mengangguk. "Bagus. Hari ini akan menjadi hari yang penting. Kalian ingat apa yang harus dilakukan?"Bella dan Ella saling pandang, lalu mengangguk serius. "Kami ingat, Kak. Kami akan bersikap sopan dan tidak mengatakan apa-apa tentang siapa Kakak seb