Terima Kasih Kak Hfhp atas dukungan Gem-nya. Maka dari itu, hari ini akan UP tiga bab lagi. Di tunggu ya (◠‿・)—☆
Malam telah larut ketika Klein melangkah masuk ke Lionheart Palace. Gedung mewah itu tampak lengang, hanya beberapa karyawan shift malam yang berlalu lalang. Namun, alih-alih resepsionis yang biasa menyambutnya, Klein terkejut melihat Manajer Kim berdiri di lobi dengan senyum hangat."Selamat malam, Tuan Klein," sapa Manajer Kim, membungkuk hormat. "Saya harap kedatangan saya tidak mengganggu Anda."Klein mengangkat alisnya sedikit, terkejut dengan kehadiran Manajer Kim. "Selamat malam, Manajer Kim. Ada yang bisa saya bantu?"Manajer Kim tersenyum lembut, ada kilatan kecemasan di matanya. "Sebenarnya, saya ingin berterima kasih atas bantuan Anda kemarin. Dan... saya juga ingin memperingatkan Anda."Klein mengangguk, mempersilakan Manajer Kim melanjutkan."Sirius... dia bukan orang yang mudah menyerah," ujar Manajer Kim dengan suara pelan. "Saya khawatir dia akan mencoba membalas dendam pada Anda, Tuan Klein."
Klein mengangkat alisnya. "Masalah apa?" "Hutang," jawab Felix. "Hutang yang sangat besar. Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Windy dengan Rudy kemarin. Sepertinya keluarga Windy terjerat hutang besar, dan Windy mengancam akan membocorkan rahasia mereka jika Rudy tidak membantunya. Tapi sepertinya, Rudy tidak ingin membantunya, dan terus mengulur waktu." Klein terdiam, mencerna informasi baru ini. Meski ia sudah tidak memiliki perasaan apa pun pada Windy, tapi mendengar wanita itu dan keluarganya dalam kesulitan tetap membuatnya merasa ... tidak nyaman. "Lalu, tentang hubungan Rudy dengan Mr. Brown," lanjut Felix. "Sejauh yang aku tahu, Rudy hanya menjual alat-alat medis kepada Mr. Brown. Pisau operasi, peralatan operasi, dan sejenisnya. Aku tidak tahu apakah ada keterlibatan lebih jauh dari itu." Klein mengangguk, matanya menyipit. "Begitu. Menarik sekali. Terima kasih atas informasinya, Felix." "Jadi, apa rencanamu selanjutnya, Klein?" tanya Felix. Klein tersenyum dingin.
Malam telah larut di kota Zephir, namun kegelapan yang menyelimuti kota tak sebanding dengan kegelapan yang kini bersemayam di hati Klein. Ia berdiri di depan jendela besar Paviliun Moon Lake, matanya menatap jauh ke kegelapan malam, namun pikirannya berada di tempat lain.Bella dan Ella, dua gadis kecil yang telah mengisi kekosongan hatinya, kini entah berada di mana. Klein mengepalkan tangannya erat, berusaha mengendalikan amarah yang bergejolak di dadanya. Ia tak pernah merasakan emosi sekuat ini sejak kembali ke masa lalu."Tuan Muda," suara Helda memecah keheningan. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"Klein berbalik, menatap Helda dengan mata yang dingin namun penuh tekad. "Hubungi Victor Downey. Katakan padanya aku perlu bicara sekarang juga."Helda mengangguk dan segera melaksanakan perintah. Tak lama kemudian, suara Victor terdengar dari speaker ponsel."Klein? Ada apa menelepon tengah malam begini?"
"Jadi kau mengakui bahwa Damien yang memerintahkanmu untuk menculik Bella dan Ella?" tanya Klein dengan suara semakin dingin dan dalam. Sirius mengangkat bahunya dengan santai. "Ya, memang dia yang memerintahkanku. Kenapa? Apa kau pikir informasi itu akan membantumu? Jangan lupa, Klein. Meski Damien bukan siapa-siapa di keluarganya, tapi dia tetap punya cukup uang untuk menyewa orang sepertiku." Klein tersenyum dingin. "Kau yakin tentang itu, Sirius?" Sebelum Sirius bisa menjawab, suara sirine polisi terdengar mendekat. Wajah Sirius berubah pucat. "Apa yang kau lakukan?!" bentaknya pada Klein. Klein hanya tersenyum, mengeluarkan alat perekam dari sakunya. "Terima kasih atas pengakuanmu, Sirius. Ini akan sangat berguna." Sirius, menyadari bahwa ia telah dijebak, berusaha kabur. Namun, mobil-mobil polisi telah mengepung area tersebut. Dalam sekejap, Sirius Blood telah diborgol dan digiring ke mobil polisi. Klein berdiri diam, menatap Sirius yang meronta dan mengumpat. Ia kemudia
Malam samakin larut di kota Zephir. Di sebuah kamar hotel mewah, Damien Downey berdiri di dekat jendela, memandang kota yang berkilauan di bawah. Segelas wiski di tangannya, ia sesekali meneguknya sambil melirik ke arah Bella dan Ella yang terikat di atas tempat tidur. Damien meletakkan gelasnya dan melangkah perlahan mendekati kedua gadis kecil itu. Senyum dingin tersungging di bibirnya saat ia melihat ketakutan di mata mereka. "Kalian tahu," ujarnya pelan, "aku selalu penasaran bagaimana bisa Klein memiliki dua adik kecil seimut kalian." Ia berhenti sejenak, matanya menerawang. "Pria itu selalu menjadi misteri. Tapi sekarang, aku punya kalian. Dan aku akan memastikan dia merasakan apa artinya kehilangan." Bella, berusaha melindungi Ella dengan tubuh kecilnya, memberanikan diri untuk berbicara. "K-Kak Klein pasti akan menemukan kami. D-dia akan menyelamatkan kami!" Tawa Damien memenuhi ruangan, membuat bulu kuduk merinding. "Oh, tentu saja dia akan mencoba. Tapi apakah dia a
Satu minggu telah berlalu sejak insiden penculikan Bella dan Ella oleh Damien Downey. Pagi itu, Klein berdiri di ambang pintu kamar kedua gadis kecil itu di Paviliun Moon Lake, mengamati mereka yang masih tertidur pulas. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi, ada kilatan lembut di matanya saat memandang Bella dan Ella.Klein melangkah masuk perlahan, duduk di tepi tempat tidur. Bella membuka matanya, menyadari kehadiran Klein. "Kak Klein?" panggilnya dengan suara mengantuk."Selamat pagi," sapa Klein, nada suaranya sedikit lebih lembut dari biasanya. "Bagaimana tidur kalian?""Nyenyak, Kak," jawab Bella sambil mengucek matanya. Ella pun mulai terbangun, menguap lebar.Klein mengangguk. "Bagus. Hari ini akan menjadi hari yang penting. Kalian ingat apa yang harus dilakukan?"Bella dan Ella saling pandang, lalu mengangguk serius. "Kami ingat, Kak. Kami akan bersikap sopan dan tidak mengatakan apa-apa tentang siapa Kakak seb
Dari sudut matanya, Klein bisa melihat Felix tersenyum puas. Namun, Klein tetap mempertahankan ekspresi datarnya, seolah-olah ini semua bukan bagian dari rencananya.Rudy dapat merasakan tatapan Felix dari kejauhan. Seketika, ia sadar bahwa Felix lah dalang di balik semua kekacauan ini. Amarah mulai membakar dadanya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa di tengah situasi ini.Rian Lee, yang berdiri di dekat panggung, menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa. "Oh, Rudy," gumamnya pelan.Dokter Sun, yang masih berdiri di panggung, menatap Rudy dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia mundur perlahan, menjauh dari Rudy yang masih terpaku."Hentikan video itu!" Rudy akhirnya berteriak, suaranya bergetar. "Ini ... ini fitnah! Seseorang telah memanipulasi video ini!"Namun, tidak ada yang bergerak untuk menghentikan video tersebut. Para tamu mulai berbisik lebih keras, beberapa bahkan mulai meninggalkan
Klein mengangguk singkat, tetap mempertahankan ekspresi dinginnya. "Ada yang bisa saya bantu, Mr. Brown?" Mr. Brown mendekatkan dirinya, berbisik pelan di telinga Klein. "Kau tahu, Tuan Muda Lionheart, kota ini mulai terasa terlalu kecil untuk kita berdua." Klein merasakan tubuhnya menegang. Matanya melebar sedikit, satu-satunya tanda bahwa ia terkejut mendengar identitas aslinya disebut. Namun, ia dengan cepat menguasai diri, kembali ke ekspresi datarnya. "Saya rasa Anda salah orang, Mr. Brown," ujar Klein dengan suara tenang, meski di dalam hatinya berbagai pertanyaan berkecamuk. Mr. Brown hanya tersenyum misterius. "Oh, saya yakin saya tidak salah orang. Tapi jangan khawatir, rahasiamu aman bersamaku... untuk saat ini." Klein tetap diam, matanya menatap tajam ke arah Mr. Brown. "Nah," lanjut Mr. Brown, "nikmati sisa malammu, Tuan Muda Lionheart. Kita akan bertemu lagi... di tempat yang lebih menarik." Dengan itu, Mr. Brown melangkah pergi, meninggalkan Klein yang tetap berdi
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte