Di sebuah gudang tua di pinggiran kota, Raven perlahan-lahan mulai sadar. Kepalanya terasa berat dan pandangannya masih kabur. Ia mencoba menggerakkan tangannya, hanya untuk menyadari bahwa tangannya terikat di belakang punggung."Akhirnya kau bangun juga," sebuah suara asing terdengar.Raven mengerjapkan matanya, berusaha memfokuskan pandangannya. Ketika ia akhirnya bisa melihat dengan jelas, ia melihat sosok pria tua dengan janggut putih panjang berdiri di hadapannya."Siapa... siapa kamu?" tanya Raven dengan suara serak. "Apa yang kamu inginkan dariku?"Pria tua itu–Tetua Xie–tersenyum dingin. "Kau tidak perlu tahu siapa aku. Yang perlu kau tahu adalah, kau akan menjadi kunci untuk mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dari orang itu."Raven merasakan ketakutan mulai merayap di dadanya. Ia tahu, situasinya sangat berbahaya. Tapi lebih dari itu, ia khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.'Klein,' pikir Raven, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Tetua Xie m
"Sederhana," jawab suara itu. "Serahkan Stempel Kuno itu dan batalkan acara Be The One. Kau punya waktu tiga jam untuk membawa Stempel itu ke tempat yang akan kuberitahukan nanti. Jika tidak... ya, kurasa kau cukup pintar untuk membayangkan apa yang akan terjadi pada Nona Whitefeather yang cantik."Klein terdiam sejenak, otaknya berputar cepat. Dari cara bicara dan tuntutan yang diajukan, ia yakin bahwa ini adalah ulah Richard dan Tetua Xie. "Bagaimana aku bisa yakin Raven masih hidup?"Terdengar suara gemerisik, lalu suara Raven yang lemah terdengar. "K-Klein...""Raven!" seru Klein, untuk pertama kalinya menunjukkan emosi dalam suaranya."Waktumu tiga jam, Klein Lionheart," suara asing itu kembali terdengar sebelum sambungan terputus.Klein menatap ponselnya dengan tatapan dingin. Ia tahu ia tidak punya pilihan selain bermain mengikuti aturan mereka, setidaknya untuk sementara."Sonny," panggil Klein melalui headsetnya. "Hubungi CEO Lex. Minta dia mengumumkan kemungkinan adanya pemb
Tetua Xie berdiri diam di sudut gudang, matanya yang tajam mengawasi setiap gerakan Richard yang berjalan dengan penuh percaya diri. Meski wajah Tetua Xie tetap tenang, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Instingnya yang telah diasah selama puluhan tahun sebagai salah satu tetua klan Xie memberitahunya bahwa ada yang tidak beres.Richard, di sisi lain, tampak puas dengan dirinya sendiri. Senyum angkuh tersungging di bibirnya saat ia berjalan mondar-mandir, sesekali melirik ke arah Raven yang terikat di kursi. Keyakinannya bahwa rencananya akan berhasil terpancar jelas dari sikap tubuhnya yang santai dan percaya diri."Richard," panggil Tetua Xie dengan suara rendah. "Apa kau yakin tempat ini aman?"Richard menoleh, alisnya terangkat dengan ekspresi meremehkan. "Tentu saja, Tetua. Tempat ini terpencil dan jarang dikunjungi orang. Lagipula, Klein tidak mungkin bisa menemukan kita dalam waktu sesingkat ini. Kita sudah memenangkan permainan ini."Tetua Xie hanya mengangguk pelan, na
"Klein," isak Raven. "Aku tahu kau akan datang."Klein tidak membalas pelukan itu, namun ia membiarkan Raven memeluknya sejenak sebelum akhirnya melepaskannya dengan lembut. "Kita harus pergi dari sini. Ikuti aku."Sementara itu, asap mulai menipis. Richard panik melihat pasukannya kalah jumlah dan mulai terdesak. Ia mencari-cari sosok Raven, hanya untuk mendapati kursi tempatnya diikat sudah kosong."Tidak!" teriaknya frustasi. "Di mana wanita itu?!"Berbeda dengan Richard yang panik, Tetua Xie tetap tenang. Matanya yang tajam menyapu ruangan, dan untuk sesaat, tatapannya bertemu dengan Klein yang berdiri di antara kerumunan, Raven aman di sampingnya.Tetua Xie mendecih pelan. Ia tahu situasi sudah tidak menguntungkan mereka
Saat pukulan Tetua Xie tinggal beberapa sentimeter dari wajahnya, Klein merasakan waktu seolah melambat. Dunia di sekelilingnya menjadi buram, hanya pukulan Tetua Xie yang terlihat jelas di matanya. Kalung giok naga di dadanya berdenyut kuat, seolah memberikan sinyal tanda bahaya. Dengan gerakan yang nyaris tak terlihat mata, Klein memiringkan kepalanya, membiarkan pukulan Tetua Xie melewati telinganya hanya beberapa milimeter. Angin dari pukulan itu bahkan mampu merobek sedikit kulit pipinya, menunjukkan betapa kuatnya serangan tersebut. Cairan merah menetes dari kulit pipinya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka di pipi Klein langsung menutup dalam hitungan detik. Tetua Xie, yang menyaksikan hal ini, tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Regenerasi?" gumam Tetua Xie. "Kau penuh kejutan, Anak Muda. Bahkan Praktisi Bela Diri sepertiku, tidak mudah melakukannya." Klein tidak menanggapi. Matanya yang merah berkilat tajam, menganalisis setiap gerakan lawannya. I
Cornelius Lionheart berdiri tegap, tangannya menangkap pukulan Tetua Xie dengan mudah. Aura keemasan yang kuat memancar dari tubuhnya, menciptakan tekanan udara yang luar biasa. Di sekelilingnya, sembilan bola api kecil berputar dengan kecepatan tinggi, menciptakan pemandangan yang menakjubkan sekaligus mengerikan. "Maaf aku terlambat, Klein," ujar Cornelius, suaranya tenang namun penuh otoritas. Ia menatap Tetua Xie dengan tajam. "Sudah lama kita tidak bertemu, Xie Lie." Tetua Xie melompat mundur, matanya menyipit waspada. "Cornelius Lionheart. Aku tidak menyangka kau masih hidup, apalagi masih bisa menggunakan Teknik Matahari Surgawi dengan sempurna." Cornelius tersenyum tipis. "Ada banyak hal yang tidak kau ketahui, Xie Lie. Termasuk betapa bodohnya tindakanmu menyerang cucuku." Klein, yang masih terkejut dengan kemunculan kakeknya, berusaha bangkit. Namun, tubuhnya masih lemah akibat pertarungan sebelumnya. Cornelius menyadari hal ini dan berkata tanpa menoleh, "Istirahatla
Sore itu, suasana di kantor pusat Lion's Roar Entertainment dipenuhi ketegangan yang pekat. Wartawan dari berbagai media berkumpul di ruang konferensi pers, kamera dan mikrofon siap merekam setiap kata yang akan diucapkan oleh CEO Lex. Di balik panggung, Lex menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia tahu, apa yang akan ia sampaikan hari ini akan mengguncang industri hiburan Riverdale, bahkan mungkin seluruh Nexopolis. "Anda siap, CEO Lex?" tanya seorang staf. Lex mengangguk mantap. "Ya, ayo kita mulai." Begitu Lex melangkah ke atas panggung, blitz kamera langsung menyambutnya. Ia berdiri di belakang podium, menatap lautan wartawan di hadapannya dengan tenang. "Selamat sore, hadirin sekalian," Lex memulai dengan suara yang tegas namun tenang. "Terima kasih atas kehadiran Anda semua di konferensi pers dadakan ini. Ada beberapa hal penting yang perlu saya sampaikan." Lex menarik napas sejenak sebelum melanjutkan. "Pertama-tama, saya ingin mengklarifikasi rumor yang b
Di kediaman keluarga Lee, Elisia duduk tegang di ruang kerjanya. Matanya terpaku pada tablet di tangannya, membaca berita demi berita tentang skandal Longbottom. Ia menggigit bibirnya, campuran antara kekhawatiran dan kemarahan berkecamuk di dadanya."Bodoh," gumamnya pelan. "Richard, apa yang sebenarnya kau pikirkan? Mengapa kau melakukan tindakan gegabah seperti ini? Sungguh mengecewakan."Elisia tahu, rencana perjodohan antara Rina dan Richard kini harus dikubur dalam-dalam. Jika ia nekat meneruskan rencana itu, bukan hanya nama baik keluarga Lee yang akan tercoreng, tapi juga seluruh bisnis mereka bisa hancur.Matanya beralih ke foto Klein yang terpampang di berbagai media online. Klein Lionheart, pemuda yang tadinya ia remehkan, kini menjadi pahlawan yang menyelamatkan Raven Whitefeather. Elisia masih enggan mengakuinya, tapi dalam hati ia tahu, Klein telah memenangkan kontes ini dengan telak."Jika melihat dari sepak terjang Klein di Zephir," gumam Elisia, matanya dingin meli
Di ruang pengantin wanita, Rina tampak cantik luar biasa dalam gaun putih yang dihiasi ribuan kristal kecil. Wajahnya berseri-seri, pancaran kebahagiaan terpancar jelas dari matanya. Musik orchestra mulai mengalun lembut saat Klein melangkah ke altar. Para tamu berdiri, menanti kedatangan pengantin wanita. Saat Rina muncul, dipimpin oleh ayahnya, seluruh hadirin terpesona oleh kecantikannya. Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat di bawah kanopi bunga mawar putih yang menaungi altar. Ratusan tamu undangan menahan napas saat Klein dan Rina berdiri berhadapan, tangan mereka saling menggenggam. Klein, meski wajahnya tetap tenang, menatap Rina dengan intensitas yang belum pernah dilihat siapapun sebelumnya. Matanya yang biasanya dingin kini menyiratkan kehangatan dan kasih sayang yang dalam. Rina, dengan mata berkaca-kaca, membalas tatapan Klein dengan senyum lembut. Pendeta memulai prosesi dengan suara yang jernih, "Klein Lionheart, bersediakah engkau menerima Rina Lee seb
Satu hari telah berlalu sejak penyerangan keluarga Xie ke Paviliun Lionheart. Pagi itu, Klein berdiri di balkon kamarnya, matanya yang tajam memandang ke arah kota Riverdale yang mulai sibuk. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, namun ada kilatan tekad yang kuat di matanya.Paviliun Lionheart masih dalam proses perbaikan. Bekas-bekas pertempuran masih terlihat jelas di beberapa bagian bangunan dan halaman. Para pekerja sibuk mondar-mandir, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan keluarga Xie.Klein mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang."Bagaimana keadaanmu, Klein?" tanya Cornelius, berdiri di samping cucunya."Baik-baik saja, Kek," jawab Klein singkat, matanya tetap memandang ke kejauhan.Cornelius mengangguk. "Baguslah. Kau tahu, kita beruntung Kakek Buyutmu, Ryan datang tepat waktu. Jika tidak..."Klein hanya mengangguk pelan. Ia tahu betul bahwa tanpa campur tangan Ryan, mungkin mereka tidak akan selamat dari serangan
"Apa yang terjadi?" tanya salah satu tetua, wajahnya pucat pasi.Belum sempat ada yang menjawab, sebuah portal dimensi terbuka di tengah halaman utama. Dari dalamnya, muncul sosok Ryan Pendragon dengan senyum lebar di wajahnya."Halo, keluarga Xie!" serunya riang. "Maaf mengganggu pesta kecil kalian. Tapi kurasa sudah waktunya kita bermain-main sedikit!"Para anggota keluarga Xie langsung bersiaga. Puluhan praktisi bela diri tingkat tinggi mengepung Ryan, siap menyerang.Ryan tertawa. "Oh, ayolah! Kalian pikir jumlah bisa mengalahkan kualitas? Baiklah, biar kutunjukkan pada kalian apa arti kekuatan sejati!"Dengan satu gerakan tangan, Ryan melepaskan gelombang energi Qi yang luar biasa kuat. Gelombang ini menghempaskan sebagi
Wajah Xie Wei memerah, campuran antara malu dan marah. "Omong kosong! Tidak mungkin kau lebih tua dariku! Aku tidak akan tertipu oleh kebohonganmu!""Tertipu?" Ryan mengangkat alisnya, senyum mengejek masih terpasang di wajahnya. "Oh, bocah tua. Kau benar-benar masih hijau dalam hal ini."Merasa terhina, Xie Wei tidak bisa menahan amarahnya lagi. "Cukup omong kosongmu! Akan kubuat kau menyesali kata-katamu!"Xie Wei melesat maju, tangannya diselimuti energi Qi putih kebiruan yang membentuk cakar harimau. Namun, sebelum serangannya mencapai Ryan, pria itu sudah menghilang dari pandangan.Tanpa peringatan, Ryan muncul di belakang Xie Wei, bergerak dengan kecepatan yang bahkan melampaui Xie Wei. Energi Qi merah keemasan menyelimuti tubuhnya, membentuk aura matahari yang menyilaukan."Terlalu lambat, bocah," ejek Ryan. "Biar kutunjukkan padamu apa itu kekuatan sejati. Teknik Matahari Surgawi: Sembilan Matahari Membakar Surga!"Xie Wei berusaha menangkis serangan itu, tapi kekuatan di bali
Klein memulai serangan pertamanya dengan pukulan lurus yang diselimuti energi Qi merah keemasan. "Tinju Matahari Membara!" teriaknya, suaranya dipenuhi amarah yang tak terbendung. Pukulannya menciptakan gelombang panas yang menghantam pertahanan Xie Wei, udara di sekitar tinjunya berpendar bagai bara api.Xie Wei berhasil menangkis serangan ini, tapi ia terdorong beberapa langkah ke belakang, tangannya terasa terbakar. "Hoh, rupanya bocah Lionheart punya nyali juga," ejeknya, senyum kejam tersungging di bibirnya.Tak memberi kesempatan Xie Wei untuk bernapas, Klein melanjutkan dengan tendangan berputar. Kakinya yang diselimuti energi Qi membentuk busur api, menciptakan jejak merah menyala di udara. "Tendangan Korona Matahari!" Serangan ini nyaris mengenai kepala Xie Wei, yang berhasil menghindar pada detik-detik terakhir, rambut di pelipisnya terbakar sedikit.Klein terus melancarkan kombinasi pukulan dan tendangan dalam ritme yang cepat dan tak terduga. Setiap serangannya dipenuhi a
Pertarungan sengit pun pecah. Xie Wei dan sosok tua itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, menciptakan gelombang kejut energi setiap kali serangan mereka beradu. Tanah retak, pohon-pohon tumbang, dan udara bergetar hebat akibat pertarungan dahsyat ini.Xie Wei mengerahkan seluruh kekuatannya, mengaktifkan jurus rahasia keluarga Xie. "Jurus Rahasia: Sembilan Roh Harimau Putih!" teriaknya.Seketika, udara di sekitar Xie Wei bergetar hebat. Energi Qi putih kebiruan meledak dari tubuhnya, membentuk sembilan sosok harimau putih raksasa yang mengelilinginya. Mata harimau-harimau itu berkilat ganas, taring dan cakar mereka tampak siap mencabik apa pun yang menghalangi.Sosok tua itu, meski powerful, tampak terkejut melihat jurus ini. "Jurus legendaris keluarga Xie," gumamnya. "Tak kusangka masih ada yang bisa menguasainya."Xie Wei tidak memberi kesempatan pada sosok tua itu untuk mempersiapkan diri. Dengan satu gerakan tangan, ia mengarahkan kesembilan harimau itu untuk menyerang. Har
Cahaya merah menyilaukan memancar dari kalung giok naga yang dikenakan Klein, menerangi area pertempuran dengan aura mistis. Raungan naga yang menggelegar seolah membelah langit malam, membuat semua pihak yang terlibat dalam pertarungan terdiam sejenak.Dari dalam kalung tersebut, muncul sosok semi-transparan seorang pria tua. Rambutnya yang panjang dan janggut putihnya bergerak pelan seolah tertiup angin yang tak kasat mata. Matanya yang tajam memindai area sekitar sebelum akhirnya terpaku pada Klein."Ah, jadi kau pemilik baru makam pedang ini," ujar sosok itu, suaranya berat dan dalam. "Kau mengingatkanku pada pemilik sebelumnya. Sama-sama keras kepala dan selalu terlihat tenang."Klein menatap sosok itu dengan ekspresi datar, meski ada kilatan kebingungan di matanya. ‘Makam Pedang? Apa maksudnya? Dan siapa dia sebenarnya?’Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi instingnya mengatakan bahwa sosok ini bukanlah ancaman baginya.Sosok tua itu mengalihkan pandangannya, mengama
Situasi pertarungan antara Klein dan Xie Hu semakin tidak menguntungkan bagi Klein. Meski ia berhasil menangkis sebagian besar serangan, beberapa pukulan Xie Hu berhasil menembus pertahanannya.Klein merasakan tulang rusuknya retak saat pukulan Xie Hu mengenai dadanya telak. Ia terhuyung ke belakang, darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Namun, berkat kemampuan regenerasinya, luka-luka itu mulai pulih dengan cepat."Menarik," komentar Xie Hu, matanya menyipit melihat luka-luka Klein yang sembuh dengan cepat. "Kau punya kemampuan regenerasi yang luar biasa. Tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu."Klein tidak menjawab. Ia menggunakan jeda ini untuk mengatur napasnya dan memfokuskan Qi-nya. Matanya yang tajam memindai area di sekitarnya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengubah situasi.Tiba-tiba, Klein mendengar suara jeritan familiar. Matanya melebar saat melihat Bella dan Ella ditangkap oleh dua orang penyerbu keluarga Xie."Kak Klein!" teriak Ella, air mata
Klein bergerak dengan cepat, mengandalkan set tinju yang telah ia latih intensif. Setiap pukulannya diperkuat oleh Teknik Matahari Surgawi, menciptakan gelombang energi yang menghempaskan para penyerang."Kau jelas hanya seorang Master Bela Diri, tapi kau sanggup mengalahkan beberapa anggota keluarga Xie sekaligus, impresif…" Xie Hu berjalan maju sambil bertepuk tangan.Dia lalu memberi aba-aba pada anggota keluarga Xie lainnya untuk tidak menyerang Klein dan mencari target lainnya.“Nah, sekarang hanya tinggal kita berdua. Klein …" Xie Hu dengan santai menggerakkan telapak tangannya, mengundang Klein untuk maju. "Tunjukkan kemampuanmu."Tanpa membalas ucapan Xie Hu, Klein melesat maju, tinju kanannya berkilau dengan energi panas yang inte