Beberapa hari setelah insiden di gudang, Luca masih merasakan ketegangan yang sama. Dia duduk di ruang kerjanya yang besar, dikelilingi dinding penuh rak buku tua dan artefak yang menunjukkan sejarah panjang keluarga Ombra. Setiap barang di ruangan itu memiliki cerita, sama seperti setiap bekas luka yang ia lihat di tubuh Dante—bekas luka yang menandai setiap pertempuran yang dilalui oleh keluarga mereka.
Pikirannya melayang kembali ke kejadian di gudang. Luca menyadari bahwa dalam dunia yang diwariskan padanya, kepercayaan adalah mata uang yang paling mahal. Namun, semakin lama ia mendalami dunia ini, semakin besar pula keraguan yang timbul di hatinya. Ia tahu bahwa hidupnya akan selalu berada di bawah bayang-bayang ayahnya, namun sampai kapan ia bisa terus menerima kenyataan itu tanpa menentangnya? Pintu ruang kerja terbuka, dan masuklah Isabella, adiknya. Isabella berbeda dari Luca. Meskipun lahir dalam keluarga yang sama, Isabella cenderung menolak gaya hidup mafia yang keras. Dia memilih menjalani hidupnya di luar pengaruh keluarga, meskipun ayah mereka tidak menyetujui pilihannya. Isabella adalah sosok yang tenang, penuh perhatian, dan bagi Luca, satu-satunya orang yang ia percayai sepenuhnya. "Luca, kau terlihat lelah," kata Isabella sambil duduk di kursi di depan meja kerjanya. Luca tersenyum tipis. "Tanggung jawab ini tidak semudah yang kubayangkan." Isabella menatapnya dengan tatapan simpati. "Mengambil alih dunia ini memang bukan hal yang mudah. Tapi, kau harus ingat, Luca, kau masih punya pilihan." Luca memandangi adiknya dengan ragu. "Pilihan apa yang kupunya, Isabella? Dunia ini adalah warisan ayah kita. Aku tidak bisa begitu saja meninggalkannya. Keluarga ini membutuhkan pemimpin, dan ayah sudah menetapkanku sebagai penerusnya." Isabella menghela napas, lalu mengambil tangan Luca. "Aku tahu kau merasa terjebak. Tapi tidak ada yang bisa memaksamu menjadi seseorang yang kau tidak inginkan. Kau selalu bisa mencari jalanmu sendiri, meski itu berarti melawan ayah." Namun, sebelum Luca bisa merespons, Dante muncul di ambang pintu. "Luca, Don Alessandro ingin berbicara denganmu. Sekarang." Wajah Luca seketika berubah tegang. Sang ayah jarang memanggilnya secara langsung, dan ketika ia melakukannya, itu biasanya berarti ada sesuatu yang penting. Dengan sedikit ragu, ia mengikuti Dante keluar ruangan, meninggalkan Isabella yang menatapnya dengan perasaan was-was. Setibanya di ruangan sang ayah, Luca melihat sosok Don Alessandro berdiri di dekat jendela, memandang keluar dengan tangan di belakang punggungnya. Dengan tubuh tegap dan aura yang dingin, Alessandro adalah sosok yang menguasai dengan tegas, pria yang lebih sering dihormati karena ketakutan daripada kasih sayang. Luca tahu, apa pun yang dikatakan ayahnya malam ini, itu pasti berhubungan dengan kejadian di gudang. “Kau sudah mendengar tentang pertemuan di gudang, Luca?” tanya Alessandro tanpa berbalik. “Ya, Ayah. Itu bukan sekadar pertemuan biasa,” jawab Luca hati-hati. Alessandro mengangguk, masih memandang ke arah luar. “Keluarga Rosso sudah terlalu lama bertahan. Mereka seperti penyakit yang enggan hilang. Dan aku tahu, satu-satunya cara untuk mengakhiri semua ini adalah dengan menghancurkan mereka.” Luca merasakan hatinya berdebar. "Apakah itu berarti kita akan melakukan serangan balasan?" Sang ayah berbalik, menatap Luca dengan tajam. "Kau benar. Ini waktunya kita menunjukkan kekuatan keluarga Ombra. Dan kau, Luca, akan memimpin serangan ini." Perasaan Luca campur aduk. Bagian dari dirinya merasa bangga dipercaya untuk menjalankan misi ini, tapi bagian lain merasa ada sesuatu yang salah. Ini bukan lagi sekadar konflik untuk mempertahankan wilayah; ini tentang menghancurkan kehidupan orang lain, sesuatu yang membuatnya merasa semakin jauh dari siapa dirinya yang sebenarnya. Alessandro berjalan mendekat dan menepuk pundak Luca. "Inilah jalan hidup kita, nak. Kau harus membuktikan bahwa kau siap menjadi penerusku. Dunia ini hanya menghargai mereka yang kuat. Tunjukkan pada mereka bahwa kau adalah pewaris sejati keluarga Ombra." Luca mengangguk patuh, meskipun dalam hatinya berkecamuk. Setelah sang ayah pergi, Luca berdiri di ruangan itu sendirian. Ia menyadari bahwa hidupnya berada di persimpangan jalan. Apakah ia akan melanjutkan jejak ayahnya sebagai pemimpin yang tak kenal ampun, atau berusaha mencari jalannya sendiri, jalan yang tidak lagi terikat pada dunia gelap keluarga Ombra? Namun, sebelum ia menemukan jawabannya, kabar buruk lain datang kepadanya. Isabella ditemukan terluka parah di luar kediaman mereka, menjadi korban dari serangan misterius. Luca berlari keluar dan menemukannya, darah membasahi baju adiknya. "Isabella!" panggilnya dengan panik. Isabella menatapnya dengan tatapan lemah, tetapi dia berusaha tersenyum. "Luca… hati-hati. Mereka… mereka tidak akan berhenti," bisiknya. Di tengah hujan yang turun deras, Luca merasakan amarah yang membara di dalam dirinya. Luka Isabella adalah pesan, sebuah peringatan bahwa dunia ini memang tidak mengenal belas kasih. Dalam detik itu, semua keraguannya menguap. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Malam itu, Luca Ombra berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan membalas dendam pada mereka yang berani menyakiti keluarganya. Dunia mafia telah membuka luka terdalamnya, dan kini, ia siap untuk bertarung tanpa ragu.Malam semakin larut, dan suasana di rumah keluarga Ombra penuh ketegangan. Luka yang diderita Isabella bukan hanya sebuah peringatan, melainkan juga cambuk yang membangkitkan amarah yang tak pernah dirasakan Luca sebelumnya. Luka-luka di tubuh adiknya mengingatkannya pada realitas kejam dunia yang ia huni. Namun, di balik itu, ia juga menemukan tekad baru—tekad untuk melindungi satu-satunya orang yang ia sayangi, meskipun harus membalas dunia yang sudah mengajarkannya untuk tak mempercayai siapapun.Di kamarnya yang remang, Luca duduk di kursi berlapis kulit hitam sambil memandangi pistol yang tergeletak di atas meja. Pikiran Luca penuh dengan rencana-rencana dan bayangan tentang apa yang akan ia lakukan pada keluarga Rosso. Ia ingin memberikan mereka rasa sakit yang setara dengan apa yang mereka lakukan pada Isabella. Keluarga Ombra telah lama hidup dalam bayangan, tetapi kali ini, Luca akan keluar dari bayang-bayang itu dan menghadapi mereka secara langsung.Suar
Sinar mentari pagi yang lembut menyinari kota, namun hati Luca Ombra tetap diselimuti oleh kegelapan. Setelah keberhasilan misi pertama melawan keluarga Rosso, Luca merasakan ketegangan yang terus mengintai. Meski ia telah menyerang balik dengan keras, ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari pertempuran yang akan semakin panas.Luca berdiri di balkon rumah keluarga Ombra, menatap jauh ke kota di bawahnya. Di sana, setiap sudut jalan, lorong gelap, dan tempat-tempat yang ia kenali menyimpan berbagai cerita, baik dari orang-orang yang pernah setia pada keluarganya, maupun dari mereka yang berkhianat. Dunia ini adalah dunianya sekarang. Dan jika ia ingin bertahan, ia harus terus maju, tanpa keraguan.Suara ketukan pelan membuyarkan lamunannya. “Masuk,” ucapnya tanpa berpaling.Dante masuk dan mendekatinya. Wajah pria itu tegas seperti biasa, namun kali ini, terlihat ada sedikit kekhawatiran di dalam matanya. Luca menyadarinya, tetapi ia tetap memasang wajah ding
Hari itu, kota kembali diselimuti ketegangan yang tidak kasat mata, seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Keberanian Luca dalam menggagalkan aliansi yang coba dibangun oleh keluarga Rosso berhasil menyebarkan ketakutan di antara keluarga-keluarga lainnya. Mereka mulai melihat Luca Ombra bukan hanya sebagai pewaris muda yang penuh ambisi, tetapi juga sebagai ancaman serius bagi mereka yang berani mengusik keluarganya.Namun, meski berhasil mengganggu rencana Rosso, Luca menyadari bahwa ia masih jauh dari aman. Serangan balik dari pihak Rosso pasti akan datang, dan ia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi itu. Kini, Luca mengarahkan perhatiannya pada satu hal—memperkuat pertahanan dan merencanakan langkah berikutnya.Di ruang pertemuan keluarga Ombra, Luca duduk di kursi utama, dikelilingi oleh orang-orang terpercayanya, termasuk Dante dan beberapa penasihat senior yang setia pada keluarga Ombra sejak ayahnya masih memimpin. Mereka berkumpul untuk membi
Beberapa minggu berlalu sejak serangan Luca terhadap kasino keluarga Rosso. Dampak serangan itu berhasil merusak salah satu sumber pendapatan utama mereka dan menyebabkan ketegangan yang lebih dalam di antara dua keluarga besar yang sedang bertikai. Namun, Luca tahu bahwa Rosso tidak akan tinggal diam. Serangan balik dari pihak musuh bukan hanya sekadar kemungkinan, melainkan kepastian yang hanya tinggal menunggu waktu.Pada suatu malam yang dingin, di tengah temaram lampu jalanan, Luca menerima pesan dari seseorang yang tak ia duga akan menghubunginya—Matteo, salah satu pemimpin keluarga besar lain di kota itu. Matteo dikenal licik dan hanya peduli pada kekuasaannya sendiri. Keluarganya tidak berpihak pada Ombra atau Rosso, tetapi memiliki hubungan bisnis dengan keduanya. Matteo adalah tipe orang yang menyeimbangkan aliansinya berdasarkan keuntungan, dan biasanya ia menghindari keterlibatan dalam konflik antar-keluarga besar.Pesan Matteo singkat, namun jelas: ia
Setelah ledakan besar yang menghancurkan gudang senjata keluarga Rosso, kota menjadi semakin mencekam. Keluarga Rosso terpukul besar, dan kabar tentang serangan itu menyebar dengan cepat. Keluarga-keluarga lain yang sebelumnya hanya mengamati dari jauh mulai waspada, menyadari bahwa pertempuran ini akan membawa dampak pada keseimbangan kekuasaan di kota. Luca Ombra kini dipandang sebagai ancaman serius oleh musuh-musuhnya, tapi juga sebagai pemimpin yang tidak ragu mengambil tindakan ekstrem demi melindungi keluarga.Namun, meski Luca berhasil mengirimkan pesan yang kuat kepada Rosso, ia tahu bahwa perang ini masih jauh dari kata selesai. Keluarga Rosso akan semakin bertekad untuk menjatuhkan Ombra, dan Luca harus selalu bersiap untuk menghadapi rencana balasan mereka. Di sisi lain, ia juga harus mengawasi Matteo, karena menyerahkan sebagian wilayah di distrik timur merupakan keputusan besar yang bisa mengancam kekuasaan Ombra dalam jangka panjang.Malam itu, Luca
Setelah kemenangan di distrik selatan, keluarga Ombra mulai memperoleh kembali pengaruh mereka di kota. Setiap pertempuran yang mereka menangkan, setiap aliansi yang mereka bentuk, memperkuat posisi mereka melawan keluarga Rosso. Namun, Luca tahu bahwa kemenangan ini tidak menjamin berakhirnya perang. Setiap kali Ombra unggul, Rosso hanya akan menjadi semakin haus darah, semakin licik, dan semakin berbahaya.Malam itu, Luca duduk di ruangannya, menatap peta kota yang tergelar di atas meja. Di depannya, terdapat catatan-catatan tentang posisi keluarga Rosso yang masih tersisa, wilayah-wilayah yang rentan, dan sekutu-sekutu yang mulai ragu dengan pilihan mereka. Dante berdiri di sampingnya, membantu Luca menyusun strategi baru. Di antara ketenangan ini, terdengar ketukan pelan di pintu.“Masuk,” kata Luca tanpa berpaling dari peta.Pintu terbuka, dan salah satu orang kepercayaannya masuk dengan wajah tegang. "Tuan Luca, ada seorang wanita yang ingin bertemu
Setelah memberi Marco kesempatan terakhir, Luca memutuskan untuk memanfaatkan pengkhianatan ini sebagai alat. Meski hati kecilnya masih diselimuti kekecewaan, ia tahu bahwa keahlian Marco dalam memahami operasi keluarga Rosso bisa menjadi senjata yang sangat berharga. Luca tidak hanya berencana menjatuhkan keluarga Rosso—ia ingin menancapkan kekuatan keluarga Ombra di kota dengan lebih kokoh, sehingga tak seorang pun berani melawan mereka lagi.Luca memanggil Dante dan beberapa anggota terpercayanya untuk rapat rahasia di markas keluarga Ombra. Malam itu, mereka duduk di ruang bawah tanah yang remang-remang, dikelilingi peta, dokumen, dan catatan-catatan yang menggambarkan semua yang mereka ketahui tentang gerakan Rosso. Dante memandangi Marco dengan penuh curiga, tapi Luca meyakinkan semua orang untuk memberikan Marco kesempatan."Marco akan menjadi sumber informasi kita," Luca membuka rapat dengan nada tegas. "Dia tahu banyak tentang pergerakan keluarga Rosso dan
Berita tentang rencana keluarga Rosso yang mendatangkan bantuan dari luar negeri beredar dengan cepat di antara anggota keluarga Ombra. Kabar ini membuat mereka semua terkejut sekaligus tegang. Sejauh ini, perang mereka adalah konflik dalam kota, meski cukup brutal. Namun, jika Rosso benar-benar melibatkan mafia asing, keluarga Ombra menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari sebelumnya.Luca mengumpulkan semua anggota terdekatnya, termasuk Dante dan Marco, di ruang bawah tanah yang biasanya menjadi tempat diskusi rahasia. Di ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya lampu kecil, ia membuka rapat itu dengan nada serius. “Rosso telah mengambil langkah baru. Mereka menghubungi mafia luar negeri, kemungkinan besar dari Eropa Timur,” kata Luca. “Kita tahu kelompok ini memiliki koneksi luas, senjata modern, dan taktik yang jauh lebih licik. Jika mereka berhasil datang ke sini, kita mungkin menghadapi kekuatan yang lebih besar dari yang bisa kita bayangkan.”