Setelah kemenangan di distrik selatan, keluarga Ombra mulai memperoleh kembali pengaruh mereka di kota. Setiap pertempuran yang mereka menangkan, setiap aliansi yang mereka bentuk, memperkuat posisi mereka melawan keluarga Rosso. Namun, Luca tahu bahwa kemenangan ini tidak menjamin berakhirnya perang. Setiap kali Ombra unggul, Rosso hanya akan menjadi semakin haus darah, semakin licik, dan semakin berbahaya.
Malam itu, Luca duduk di ruangannya, menatap peta kota yang tergelar di atas meja. Di depannya, terdapat catatan-catatan tentang posisi keluarga Rosso yang masih tersisa, wilayah-wilayah yang rentan, dan sekutu-sekutu yang mulai ragu dengan pilihan mereka. Dante berdiri di sampingnya, membantu Luca menyusun strategi baru. Di antara ketenangan ini, terdengar ketukan pelan di pintu. “Masuk,” kata Luca tanpa berpaling dari peta. Pintu terbuka, dan salah satu orang kepercayaannya masuk dengan wajah tegang. "Tuan Luca, ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Anda. Dia mengatakan bahwa informasinya sangat penting, dan dia bersikeras tidak akan berbicara kepada siapa pun kecuali Anda." Luca mengangkat alis, sedikit heran. Permintaan semacam ini tidak biasa. Namun, rasa penasaran menggugahnya. "Bawa dia ke sini," perintahnya. Beberapa saat kemudian, wanita itu masuk. Ia mengenakan jaket gelap, wajahnya setengah tertutup kerudung, hanya menampakkan sorot matanya yang tajam. Wanita itu memperhatikan ruangan sejenak, lalu menatap langsung ke arah Luca. "Luca Ombra," ia memulai dengan suara rendah namun tajam. "Aku datang untuk menyampaikan pesan, dan aku tidak punya banyak waktu." Luca menatapnya dengan penuh perhatian. "Siapa kamu, dan apa yang membuatmu berpikir bahwa aku akan mendengarkan?" Wanita itu tersenyum tipis. "Namaku Elena, dan aku adalah seseorang yang pernah berhutang budi kepada keluarga Rosso... tapi aku tidak lagi berutang apa pun kepada mereka. Yang kuinginkan hanyalah kebebasan. Jika kau bisa memberikannya kepadaku, aku akan memberimu informasi yang bisa menentukan arah perang ini." Dante menatap wanita itu dengan curiga, tetapi Luca memberikan isyarat untuk membiarkannya bicara. "Lanjutkan." Elena menarik napas dalam-dalam, tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Keluarga Rosso merencanakan sesuatu yang besar, sesuatu yang lebih dari sekadar menyerang wilayahmu. Mereka merencanakan pengkhianatan di dalam keluargamu sendiri." Kata-kata itu langsung menarik perhatian Luca. Ia menatap Elena dengan tajam. "Pengkhianatan? Siapa yang terlibat?" "Orang yang kau percayai," jawab Elena. "Orang yang sangat dekat denganmu, yang telah lama menjadi bagian dari keluargamu. Mereka menggunakan uang, ancaman, dan janji-janji kosong untuk menariknya ke pihak mereka. Aku tidak bisa memberitahumu namanya secara pasti, tetapi yang kutahu, mereka akan bertindak dalam waktu dekat." Dante langsung berdiri dengan wajah marah. "Kami tidak akan pernah berkhianat! Ombra adalah keluarga yang tidak bisa dibeli!" Elena menunduk, menghindari tatapan Dante yang tajam. "Aku hanya menyampaikan apa yang kutahu. Orang ini tidak melakukan ini demi uang. Mereka memanfaatkan kelemahannya... rasa sakit dari masa lalunya." Luca terdiam sejenak, mencoba memproses semua informasi yang baru ia dapatkan. Ia sudah lama sadar bahwa dunia ini penuh dengan intrik dan pengkhianatan, tetapi mendengar bahwa seseorang di dalam keluarganya sendiri mungkin mengkhianatinya membuatnya waspada. Ia memandangi Elena dengan tatapan penuh arti. “Aku akan memberimu kebebasan seperti yang kau inginkan,” kata Luca akhirnya. “Dan sebagai imbalannya, aku ingin kau tetap mengawasiku dari jauh. Beri aku informasi apapun yang kau dengar tentang Rosso, terutama tentang orang-orang yang mungkin berkhianat.” Elena mengangguk setuju, merasa lega. “Baik, Tuan Luca. Aku akan melaporkan semuanya kepadamu.” ** Setelah Elena pergi, Luca menghela napas dalam-dalam. Dante yang berdiri di sampingnya menatapnya penuh perhatian. “Apa kau benar-benar percaya padanya, Luca? Bagaimana kalau ini hanya taktik dari keluarga Rosso untuk membuat kita saling curiga?” Luca memandang Dante dengan tenang. “Aku tahu ini mungkin jebakan. Tapi kita tidak bisa mengabaikan peringatan seperti ini. Sekarang, kita harus lebih waspada terhadap orang-orang di sekitar kita. Aku akan mencari tahu siapa yang mungkin merasa tidak puas atau memiliki alasan untuk mengkhianati keluarga.” Dante terdiam sejenak, lalu mengangguk setuju. “Aku akan lebih memperhatikan pergerakan di dalam keluarga. Jika ada yang mencurigakan, aku akan langsung melaporkannya kepadamu.” Luca mengangguk, lalu kembali fokus pada peta di depannya. Meskipun peringatan dari Elena terus mengganggu pikirannya, ia tidak membiarkan hal itu mempengaruhi konsentrasinya sepenuhnya. Ia tetap perlu merencanakan langkah-langkah strategis untuk mengamankan kekuasaan keluarga Ombra. ** Beberapa hari setelah peringatan itu, Luca mulai memperhatikan perubahan kecil dalam sikap beberapa anggotanya. Beberapa orang yang biasanya selalu setia kini terlihat lebih pendiam, menghindari kontak mata, atau tiba-tiba absen tanpa alasan jelas. Hal ini membuat Luca semakin yakin bahwa ada kebenaran dalam peringatan Elena. Salah satu orang yang mencurigakan adalah Marco, seorang anggota lama yang telah bersama keluarga Ombra selama bertahun-tahun. Ia biasanya adalah orang yang paling vokal dan setia, namun belakangan, Luca merasa Marco sering berusaha menjauh. Luca merasa perlu mengawasinya, tetapi juga menyadari bahwa konfrontasi langsung bisa berisiko. Suatu malam, Luca memutuskan untuk mengikuti Marco secara diam-diam. Ia ingin tahu apakah pria itu memang terlibat dalam rencana pengkhianatan seperti yang dikatakan Elena. Luca mengikuti Marco hingga ke sebuah bar kecil di pinggiran kota, tempat yang biasanya digunakan keluarga Rosso untuk bertemu dengan kaki tangannya. Di dalam bar, Luca melihat Marco berbicara dengan seseorang yang mencurigakan. Pria itu terlihat seperti seorang kurir yang sering bekerja untuk keluarga Rosso. Mereka berdua tampak serius, dan sesekali Marco menoleh ke sekitar, seolah-olah khawatir ada yang mengawasinya. Luca merasakan amarah yang membara di dadanya. Ia merasa dikhianati oleh seseorang yang telah ia percayai selama bertahun-tahun. Tetapi ia tahu bahwa jika ia bertindak terburu-buru, ia bisa kehilangan kesempatan untuk mengungkap seluruh jaringan pengkhianatan ini. Setelah pertemuan itu selesai, Luca membiarkan Marco kembali tanpa mengkonfrontasinya. Ia menyusun rencana untuk menangkap Marco dan membuatnya mengaku tentang rencana keluarga Rosso. Luca memutuskan bahwa Marco akan dihadapkan pada kenyataan tentang pengkhianatannya, tapi tidak sebelum Luca mendapatkan seluruh informasi yang ia butuhkan. ** Beberapa hari kemudian, Luca memanggil Marco ke ruangannya. Marco terlihat sedikit gugup, tapi berusaha menunjukkan wajah tenang. Dante berdiri di belakang Luca, memandang Marco dengan tatapan tajam. “Marco, aku ingin kau jujur denganku,” kata Luca dengan suara tenang namun dingin. “Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan tentang dirimu?” Marco terdiam sejenak, terlihat ragu, lalu berkata, “Tidak, Tuan Luca. Aku selalu setia kepada keluarga Ombra.” Luca memandang Marco dalam-dalam, lalu mengangguk. “Kalau begitu, kenapa aku mendengar kabar bahwa kau bertemu dengan seseorang dari keluarga Rosso?” Wajah Marco memucat, dan tangannya mulai gemetar. “Aku... Aku hanya ingin mendapatkan informasi. Aku tidak berniat mengkhianati keluarga.” “Kau berbohong,” kata Luca dingin. “Aku melihatmu dengan mata kepalaku sendiri. Aku memberimu kesempatan untuk mengaku, dan kau menyia-nyiakannya.” Akhirnya, Marco tidak bisa lagi menyembunyikan rasa takutnya. Ia berlutut di hadapan Luca dan mengakui bahwa ia telah ditekan oleh keluarga Rosso untuk bekerja sebagai mata-mata di dalam keluarga Ombra. Mereka mengancam akan menghancurkan keluarganya jika ia tidak membantu mereka. Luca menarik napas dalam-dalam, merasa kecewa namun juga iba. "Kau telah membuat pilihan yang buruk, Marco. Tetapi aku mengerti alasanmu." Setelah percakapan itu, Luca memutuskan untuk memberi Marco satu kesempatan lagi, dengan syarat ia harus membantu Luca dalam misi rahasia untuk menjatuhkan keluarga Rosso dari dalam. Meskipun kecewa, Luca sadar bahwa Marco masih bisa berguna dalam rencana besar ini.Setelah memberi Marco kesempatan terakhir, Luca memutuskan untuk memanfaatkan pengkhianatan ini sebagai alat. Meski hati kecilnya masih diselimuti kekecewaan, ia tahu bahwa keahlian Marco dalam memahami operasi keluarga Rosso bisa menjadi senjata yang sangat berharga. Luca tidak hanya berencana menjatuhkan keluarga Rosso—ia ingin menancapkan kekuatan keluarga Ombra di kota dengan lebih kokoh, sehingga tak seorang pun berani melawan mereka lagi.Luca memanggil Dante dan beberapa anggota terpercayanya untuk rapat rahasia di markas keluarga Ombra. Malam itu, mereka duduk di ruang bawah tanah yang remang-remang, dikelilingi peta, dokumen, dan catatan-catatan yang menggambarkan semua yang mereka ketahui tentang gerakan Rosso. Dante memandangi Marco dengan penuh curiga, tapi Luca meyakinkan semua orang untuk memberikan Marco kesempatan."Marco akan menjadi sumber informasi kita," Luca membuka rapat dengan nada tegas. "Dia tahu banyak tentang pergerakan keluarga Rosso dan
Berita tentang rencana keluarga Rosso yang mendatangkan bantuan dari luar negeri beredar dengan cepat di antara anggota keluarga Ombra. Kabar ini membuat mereka semua terkejut sekaligus tegang. Sejauh ini, perang mereka adalah konflik dalam kota, meski cukup brutal. Namun, jika Rosso benar-benar melibatkan mafia asing, keluarga Ombra menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari sebelumnya.Luca mengumpulkan semua anggota terdekatnya, termasuk Dante dan Marco, di ruang bawah tanah yang biasanya menjadi tempat diskusi rahasia. Di ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya lampu kecil, ia membuka rapat itu dengan nada serius. “Rosso telah mengambil langkah baru. Mereka menghubungi mafia luar negeri, kemungkinan besar dari Eropa Timur,” kata Luca. “Kita tahu kelompok ini memiliki koneksi luas, senjata modern, dan taktik yang jauh lebih licik. Jika mereka berhasil datang ke sini, kita mungkin menghadapi kekuatan yang lebih besar dari yang bisa kita bayangkan.”
Beberapa hari setelah kemenangan mereka di pelabuhan, Luca menyadari bahwa tekanan dari keluarga Rosso belum berakhir. Rosso mungkin saja kalah dalam upaya membawa bantuan mafia dari luar negeri, namun kekalahan itu bukan berarti akhir. Di balik kegagalan mereka, Luca yakin keluarga Rosso pasti merencanakan langkah berikutnya, yang mungkin lebih licik dan berbahaya.Kabar yang beredar di kota mulai menguatkan kekhawatiran Luca. Ada rumor bahwa keluarga Rosso kini mencoba mendekati beberapa kelompok kecil yang sebelumnya netral atau bahkan memiliki konflik lama dengan keluarga Ombra. Jika Rosso berhasil membentuk aliansi dengan mereka, kekuatan gabungan itu bisa menjadi ancaman serius.Dante masuk ke ruangan Luca dengan wajah serius. “Luca, aku baru saja menerima informasi dari salah satu informan kita di distrik utara. Keluarga Rosso mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa kelompok kecil malam ini. Kita belum tahu siapa saja kelompok itu, tapi sepertinya Rosso
Di tengah malam yang dingin dan sepi, Luca dan pasukannya bergerak cepat menuju kediaman Franco. Mereka tahu bahwa waktu sangat terbatas; keluarga Rosso bisa menyerang kapan saja. Di balik ketenangan kota, terselip ketegangan yang semakin memuncak, menanti pecah dalam bentrokan berdarah.Ketika mereka mendekati rumah Franco, Luca melihat beberapa orang berjaga di luar, wajah-wajah mereka tegang dan siap menghadapi ancaman. Franco sendiri sedang berdiri di depan pintu rumahnya, mengamati jalan dengan mata waspada. Begitu melihat Luca dan pasukannya, ia melangkah maju, menunjukkan wajah lega sekaligus penuh kewaspadaan.“Luca, aku tahu Rosso tidak akan membiarkan kita begitu saja,” kata Franco sambil menggenggam senjatanya erat-erat. “Tapi aku tidak menyangka mereka akan bergerak secepat ini.”“Kami tidak akan membiarkan mereka menghancurkan aliansi kita,” jawab Luca sambil menepuk bahu Franco. “Malam ini, kita akan menunjukkan pada Rosso bahwa mereka tidak
Fajar menyingsing di atas kota yang baru saja menyaksikan salah satu pertempuran paling sengit dalam sejarah perebutan kekuasaan keluarga mafia. Luca berdiri di atap salah satu bangunan di markas keluarga Ombra, memandang jalanan kota yang mulai ramai. Luka kecil di lengannya terasa perih, tetapi tidak sebanding dengan beban pikiran yang terus menghantuinya. Ia tahu kemenangan di kediaman Franco hanyalah permulaan dari peperangan yang lebih besar.Di dalam markas, Dante dan Marco sedang membahas langkah selanjutnya bersama Franco. Kamar itu penuh asap rokok, dan peta besar kota terbentang di atas meja, dipenuhi lingkaran-lingkaran merah yang menandai wilayah-wilayah strategis keluarga Rosso.“Kita berhasil memukul mundur mereka,” kata Dante, matanya menatap peta dengan intens. “Tapi mereka masih memiliki pos-pos yang tersebar di bagian timur kota. Jika kita ingin menghentikan Rosso sepenuhnya, kita harus menghancurkan jantung operasi mereka.”Franco mengan
Matteo berdiri dengan percaya diri di hadapan Luca, Dante, dan Marco, yang kini terkepung oleh pengawal bersenjata keluarga Rosso. Musik keras dari klub malam terus berdentum, menciptakan kontras aneh dengan ketegangan yang membekukan di sudut ruangan VIP itu. Luca menyadari bahwa satu langkah salah bisa berarti kematian mereka.“Lempar senjata kalian,” Matteo mengulang perintahnya, matanya menatap tajam seperti elang yang memandang mangsanya.Luca mengangkat tangannya perlahan, mencoba membaca situasi. “Matteo, kau menang malam ini,” katanya dengan nada tenang. “Tapi membunuh kami di sini akan membuat semua orang tahu siapa kau sebenarnya. Polisi, media, semuanya akan mengejarmu.”Matteo tertawa kecil. “Polisi? Media? Kau pikir mereka peduli? Kota ini sudah lama menjadi milik keluarga Rosso. Tidak ada yang berani menyentuhku.”Namun, di balik ketenangan wajahnya, Matteo terlihat sedikit terganggu. Luca tahu ia telah menyentuh titik lemah Matteo:
Udara malam terasa dingin ketika tim kecil yang dipimpin oleh Dante mendekati gudang di sisi utara kota, tempat yang disebutkan Enzo. Gudang itu tampak biasa saja dari luar—bangunan tua dengan dinding beton kusam dan pintu logam besar. Namun, Luca tahu lebih baik daripada menganggap remeh tempat ini. Jika Enzo benar, gudang ini adalah pusat persenjataan terakhir Matteo Rosso, dan menghancurkannya akan memberikan pukulan besar bagi musuh mereka.Dante memberikan isyarat kepada anak buahnya untuk menyebar. Mereka bergerak cepat namun senyap, seperti bayangan di malam gelap. Marco, yang meskipun masih terluka di bahu, bersikeras untuk ikut serta dalam misi ini. Ia bersembunyi di posisi pengawasan di atas gedung seberang jalan, menyiapkan senapan sniper untuk melindungi tim jika situasi memburuk.Sementara itu, Luca tetap di markas, memantau pergerakan mereka melalui komunikasi radio. Enzo berdiri di sisinya, terlihat gelisah, tetapi berusaha tetap tenang. Wajahnya puc
Malam terasa lebih sunyi dari biasanya di markas keluarga Ombra. Sejak kehancuran gudang senjata milik Matteo, suasana berubah menjadi mencekam. Meskipun kemenangan itu menjadi pukulan telak bagi keluarga Rosso, kehilangan Dante membuat semua orang di pihak Luca merasa kehilangan arah. Namun, kesedihan harus dikesampingkan—perang ini belum berakhir.Luca berdiri di ruang strateginya, memandangi peta besar yang menutupi hampir seluruh dinding. Lingkaran merah menandai tempat-tempat penting yang masih dikuasai keluarga Rosso. Matteo masih memiliki markas utama, sebuah vila besar di pinggiran kota yang dijaga ketat oleh anak buahnya yang tersisa.Enzo berdiri di sudut ruangan, merasa canggung. Meski ia telah membuktikan dirinya dengan informasi penting, kepercayaan dari tim Luca belum sepenuhnya ia dapatkan. Luca menatapnya, matanya penuh pertanyaan.“Enzo,” kata Luca akhirnya. “Kau bilang kau tahu setiap sudut vila Matteo. Jika itu benar, kita perlu informas
Berlin menjadi saksi bisu ketegangan yang tak terlihat di balik gemerlapnya lampu-lampu kota. Setelah berhasil menyusup ke markas Bayangan Kedua, Luca, Elena, dan Marco tahu mereka tidak bisa berlama-lama di kota ini. Informasi yang mereka bawa terlalu penting untuk disimpan terlalu lama tanpa tindakan. Namun, pergerakan mereka kini diikuti, dan waktu untuk bersembunyi sudah hampir habis. Di apartemen kecil yang mereka sewa, Elena memimpin analisis mendalam terhadap data yang mereka curi. Peta digital, pesan-pesan terenkripsi, dan dokumen keuangan menjadi bahan utama mereka. Semua bukti itu menunjukkan bahwa Bayangan Kedua sedang mempersiapkan sebuah operasi besar, yang disebut “Proyek Valhalla.” “Elena, apa sebenarnya proyek ini?” tanya Marco, duduk di sofa dengan pistol di pangkuannya. Elena mengerutkan kening sambil mengetik cepat di laptopnya. “Proyek Valhalla tampaknya adalah serangkaian serangan terkoordinasi di berbagai negara. Mereka menarget
Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju s
Suara kendaraan yang mendekat membuat suasana di pondok semakin tegang. Marco berdiri di ambang pintu, mencoba mengintip dari celah kecil. Di kejauhan, lampu sorot kendaraan terlihat menembus kegelapan hutan. “Mereka sudah sampai,” bisik Marco. Elena segera mengambil posisi di samping jendela, senjata di tangan. Luca memeriksa Krylov yang tetap terikat di kursinya, wajahnya masih dengan senyuman mengejek. “Apakah kau memberitahu mereka lokasimu?” tanya Luca dingin. Krylov mengangkat bahu. “Mungkin saja. Kau tahu, Bayangan Kedua punya cara mereka sendiri.” “Bungkam dia,” kata Elena tajam. Luca memutuskan untuk menyumpal mulut Krylov dengan kain, memastikan dia tidak bisa berteriak atau memberi isyarat apa pun. “Marco, berapa banyak?” tanya Luca sambil memeriksa senjatanya. “Dua mobil, setidaknya delapan orang,” jawab Marco sambil melangkah mundur dari pintu.
Hening malam Berlin hanya sesekali terganggu oleh deru mobil yang melintasi jalan-jalan sempitnya. Kota itu menyimpan sejuta rahasia, dan malam ini, Luca, Elena, dan Marco berada di tengah-tengahnya, menyamar sebagai turis yang tampak biasa. Mereka tiba di Berlin dengan tujuan yang jelas: menemukan titik koordinat terakhir yang ditandai pada peta yang mereka curi dari markas Bayangan Kedua di Budapest. "Tempat ini jauh lebih sibuk dibandingkan hutan tempat kita bersembunyi," kata Marco, berjalan di trotoar sambil memegang tasnya dengan erat. "Dan aku tidak suka itu." "Kita hanya perlu menyatu dengan keramaian," jawab Elena. "Tidak ada yang akan mencurigai kita kalau kita terlihat seperti orang lokal." Luca mengangguk setuju. "Kita fokus pada misi. Gedung yang kita cari ada di distrik Mitte, sebuah kawasan perkantoran yang cukup sibuk. Kita akan bergerak tengah malam, saat keamanan paling lemah." Mereka berjalan menuju sebuah hostel sederha
Setelah perjalanan panjang, Luca, Elena, dan Marco akhirnya tiba di sebuah pondok kecil di tengah hutan, tempat perlindungan yang sebelumnya mereka gunakan sebagai markas darurat. Pondok itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai lapuk dan jendela kecil yang hampir tidak memberikan cahaya. Namun, di dalamnya terdapat persediaan yang cukup untuk bertahan beberapa hari. Krylov, yang tangannya masih terikat, diseret masuk oleh Marco. Pria itu tetap tersenyum seperti biasanya, meskipun keadaannya sekarang jauh dari menyenangkan. “Tempat ini cukup terpencil. Kita aman untuk sementara,” kata Marco sambil mengunci pintu belakang. “Kita harus bergerak cepat,” ujar Elena sambil memeriksa senjatanya. “Bayangan Kedua tidak akan menyerah sampai mereka mendapatkan Krylov kembali.” Luca mengangguk setuju. “Kita harus memanfaatkan waktu ini untuk menggali informasi sebanyak mungkin darinya.” ### **Interogasi Dimulai** Krylov didu
Kendaraan melaju kencang melewati jalan-jalan sepi di luar Praha. Di dalamnya, suasana penuh ketegangan. Luca duduk di kursi depan, tangannya erat menggenggam setir. Di belakang, Elena dan Marco duduk berjaga dengan senjata di tangan, sementara Krylov yang terborgol tersenyum sinis, seolah tidak gentar sedikit pun meski dia sudah menjadi tawanan mereka. “Kita ke mana sekarang?” tanya Elena, memecah keheningan. “Markas sementara di luar kota,” jawab Luca sambil tetap fokus pada jalan. “Kita tidak bisa menuju pangkalan utama. Mereka mungkin sudah memantau semua jalur ke sana.” Marco menatap Krylov dengan tajam. “Pria ini pasti punya lebih banyak trik. Jangan sampai kita lengah.” Krylov tertawa kecil. “Ah, kalian terlalu berlebihan. Aku hanya seorang pria tua yang kalah dalam pertarungan, bukan?” “Kalah?” Elena mendekatkan wajahnya ke Krylov. “Jangan terlalu percaya diri. Kita sudah menghancurkan sebagian besar jaringanmu. Kau buka
Ketegangan semakin memuncak ketika Luca, Elena, dan Marco tiba di Praha. Kota yang biasanya dikenal karena keindahan arsitektur dan romantisme sungainya kini menjadi medan pertempuran terakhir mereka. Informasi dari Volkov membawa mereka ke sebuah bangunan tua di jantung kota, yang disinyalir sebagai tempat Krylov bersembunyi. "Kita tidak punya banyak waktu," ujar Luca sambil memeriksa senjata di tangannya. "Kalau informasi Volkov benar, Krylov sedang mempersiapkan sesuatu yang besar di sini." Elena menatap layar ponselnya yang menampilkan denah bangunan itu. "Bangunan ini memiliki banyak jalan keluar. Kita harus berhati-hati." Marco, yang sedang memeriksa peralatan mereka, menambahkan, "Aku yakin dia sudah menyiapkan pasukan untuk melindungi dirinya. Kita harus siap untuk kemungkinan terburuk." Luca mengangguk. "Kita selesaikan ini malam ini. Krylov harus dihentikan." ### **Masuk ke Sarang Krylov** Malam itu, mereka
Pagi itu, salju masih turun dengan lebat, menyelimuti pegunungan dengan lapisan putih tebal. Luca, Elena, dan Marco duduk di dalam sebuah pondok kecil yang tersembunyi di antara pepohonan. Pondok itu menjadi tempat perlindungan sementara mereka setelah pelarian semalam yang nyaris merenggut nyawa mereka. Di atas meja kayu yang sederhana, tablet yang berhasil mereka curi dari vila Krylov menjadi pusat perhatian. Data di dalamnya adalah kunci untuk menghancurkan organisasi Bayangan Kedua, tetapi informasinya terlalu banyak untuk dipecahkan dalam semalam. "Kita harus memecahkan ini sekarang," kata Luca sambil menatap layar tablet. "Kalau tidak, mereka akan selangkah lebih maju dari kita." Elena, yang duduk di seberang meja dengan secangkir kopi di tangannya, mengangguk. "Aku setuju, tapi ada terlalu banyak lokasi di sini. Bagaimana kita tahu di mana Krylov sebenarnya berada?" Marco, yang sedang memeriksa senjata mereka, menambahkan, "Kita tid
Angin dingin menerpa wajah Luca saat ia berdiri di atas puncak bukit, mengamati vila megah yang tersembunyi di antara pegunungan Swiss. Dari kejauhan, vila itu terlihat seperti istana kecil dengan dinding putih bersih yang bersinar di bawah cahaya bulan. Namun, Luca tahu bahwa di balik keindahannya tersembunyi ancaman yang mematikan. "Penjagaan ketat," gumam Marco di sebelahnya, matanya memperhatikan setiap gerakan di sekitar vila melalui teropong. "Ada patroli setiap lima menit, dan aku bisa melihat kamera di hampir setiap sudut." "Ini seperti benteng," tambah Elena, yang berdiri sedikit di belakang mereka. Dia memeluk tubuhnya untuk melawan dingin, meskipun fokusnya tetap pada rencana mereka. Luca mengangguk. "Krylov tidak akan membuat ini mudah. Tapi kita sudah sampai sejauh ini, dan kita tidak akan mundur." Elena menghela napas panjang. "Rencana kita?" "Kita harus menyusup ke dalam vila tanpa terdeteksi," jawab Luca. "Jika k