“Ba— bagaimana mungkin?!” teriak Dipta dengan suara tercekat. Semua pun juga menatap Pandya dengan tidak percaya. Mereka sangat menghormati sosok sang Pemimpin Padepokan, yang berhasil menunjukkan sosok pemimpin yang kuat dan tidak terkalahkan. Tapi, kata-kata tidak terkalahkan memang membuat ucapan Pandya menjadi masuk akal. Karena ilmu terlarang itu sangat sulit untuk ditangani, bahkan sering orang bilang siapapun yang mempelajarinya sama saja seperti menumbalkan jiwa raganya kepada iblis. “Kalian tidak perlu terlalu memikirkannya! Rencana kita sudah jelas, kalian hanya perlu menjalankan rencana yang akan aku jelaskan!” ucap Pandya dengan tegas. Mereka mengangguk mengerti, sambil mendengarkan dengan seksama rencana yang dijelaskan oleh sang Pangeran. Dengan waktu yang cukup singkat, mereka semua takjub dengan rencana yang telah dibuat oleh Pandya. “Jadi, apa kalian semua sudah paham?!” tanya Pandya setelah menyelesaikan penjelasannya. “Sudah, Pangeran!” sahut mereka semua
Tidak ada jawaban dari pria bertopeng itu. Mereka hanya terus saling menghindar dan menyerang, dengan Pandya yang terus mencoba mengikis jaraknya untuk menuju singgasana sang ayah.Dengan bantuan dari para pengikutnya yang berada di luar ruangan, pria bertopeng itu berhasil kehilangan perhatian yang langsung dimanfaatkan oleh Pandya. Dia menusukkan beberapa jarum beracun, ke beberapa titik fatal di tubuh pria bertopeng itu.Namun, semua yang dilakukan oleh Pandya tidak ada gunanya. Karena ketika jarum beracun itu dia coba tancapkan, tubuh pria bertopeng itu langsung berubah menjadi kabut hitam, dan jarum tadi hanya tembus melewatinya.Kabut hitam itu langsung mengarah pada Tuan Urdha, dan kemudian lenyap begitu saja tepat di atas Sang Pemimpin. Tapi, tubuh Tuan Urdha memberikan reaksi tidak terduga, setelah kabut itu menghilang matanya mulai memerah, dengan kulit yang semakin memucat.Tidak butuh waktu lama, hingga Pandya menyadari apa yang sedang terjadi.Pandya langsung menggunakan
“Saya harap, anak kita nanti tidak menjadi perhatian banyak orang! Kalau perlu kita buat anak kita tidak memiliki kekuatan sama sekali, agar anak kita tetap bisa hidup nyaman tanpa ancaman!” jawab Akshita bersemangat, karena merasa mendapatkan ide yang cukup tepat.“Bagaimana bisa kita menghilangkan kekuatan anak kita sendiri?! Kau tahu bukan kalau aku adalah pemimpin padepokan, walaupun tanpa kekuatan itu, keturunanku tetap akan memiliki kekuatan dan kemampuan di atas rata-rata!” sahut Tuan Urdha yang terlihat tidak setuju, dengan rencana tidak masuk akal yang diucapkan istrinya.Pandya yang menyaksikan kejadian itu, hanya bisa menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya tidak bergeming sejak tadi, dan terus mencoba mencerna setiap hal yang baru diketahuinya setelah puluhan tahun.''Kita bisa buat anak kita tidak bisa mempelajari tenaga dalam! Saya berjanji anak kita tidak akan menyusahakan, dan nantinya anak kita akan menyelamatkan Tuan dari ilmu kejam yang ada dalam tubuh ini!” sahu
“Siapa yang berani-beraninya mempermainkannya?!” teriak Tuan Urdha emosi.'Jangan terima persyaratan itu, Ayah!’Tulisan itu membuat Tuan Urdha merasa dirinya dipermainkan. Tidak mungkin ada seseorang yang akan memanggilnya ayah, jika semua keturunannya masih bayi dan beberapa masih berada di dalam perut istri-istrinya.“Apa kau melakukan ini, karena aku menanamkan benih pada istriku hampir secara bersamaan?!” teriak Tuan Urdha pada udara kosong dihadapannya.“Memang benar, aku melakukan itu agar aku bisa menikahi orang yang aku cintai! Tapi, permainan seperti ini sangat tidak lucu! Tunjukkan wujudmu sekarang!” teriak Tuan Urdha kembali dengan frustasi.Pandya terhenyak mendengar pernyataan dari sang ayah, itulah alasan usianya dengan para saudara tirinya tidak jauh berbeda. Memang masuk akal, jika itu yang dipikirkan oleh sang pemimpin. Mengingat pernikahan sebelumnya merupakan pernikahan aliansi, yang mengharuskan memilih satu wanita untuk meneruskan garis keturunan dari setiap Ajar
“Kau mungkin tidak bisa membayang betapa bahagianya aku! Tapi, kau tahu? Mereka melakukan itu semua hanya untuk melindungiku, tapi aku selalu menyalahkan mereka tentang apa yang terjadi padaku selama ini!” ucap Pandya lirih dengan suara berat.Sakra tidak bisa berkata-kata, dia paham yang kini dirasakan oleh Pandya lebih kearah penyesalan. Tapi, tidak ada yang bisa menyalahkan Pandya, karena apa yang dialaminya juga bukan hal yang mudah untuk dihadapi.Mengingat, mereka berdua pertama kali bertemu saat Pandya hampir menjemput ajalnya. Dan setelah itupun, nyawa Pandya masih terus terancam dengan berbagai macam sabotase dari orang-orang yang yang notabennya masih saudara sendiri.‘Kau tidak bisa terus menyesalinya! Semua sudah terjadi, dan yang terpenting dari semua itu adalah apa yang akan kau lakukan setelahnya!’ ucap Sakra mencoba membangkitkan semangat Pandya kembali“Kau benar! Ibu pun juga memiliki mimpi yang sama sepertiku, dan aku mewujudkan mimpi itu!” sahut Pandya dengan tatap
Ekspresi wajah Tibra langsung berubah. Dengan seringaian yang mengembang lebar di wajahnya, bisa terlihat jelas jika dirinya sangat puas dengan apa yang baru saja diperlihatkan oleh Tuan Huda.“Apa Tuan memiliki saran, agar rencana ini bisa digunakan dengan lebih maksimal?” tanya Tibra yang masih melihat rencana besar, yang disimpan oleh Tuan Huda.“Kau cukup pintar untuk menyadarinya! Tidak salah aku datang ke tempat ini!” sahut Tuan Huda sambil terkekeh kecil.Tibra yang merasa tersanjung dengan pujian yang diberikan, memberikan senyuman sambil membungkuk kecil sebagai ucapan terima kasih. Sedangkan para tetua dan ketiga calon pewaris lain yang melepas kesempatannya, hanya bisa melihat interaksi mereka tanpa mengetahui rencana pasti yang akan mereka lakukan.“Kau bisa melakukannya dengan lebih rapi! Bukankah kau bisa memakan daging tanpa harus mengotori tanganmu?!” lanjut Tuan Huda menjelaskan rencananya secara tersirat, sambil tersenyum miring menatap Tibra.Tibra yang langsung pah
“Kita hanya bisa mengusahakannya! Jika memang pada akhirnya hal buruk itu terjadi, kita harus bersiap untuk menggagalkannya!” jawab Pandya penuh tekad.Wajah para pengikutnya kini ikut menegang, mereka semakin yakin jika pertarungan akan semakin dekat. Walaupun, semua masih berharap tidak akan ada pertumpahan darah. Tapi, hal itu hanya bisa terjadi jika para pangeran yang lain mau mengikuti keinginan Pandya untuk menyatukan seluruh Ajaran.Dan siapapun pasti akan berpikir hal itu tidak akan mungkin terjadi. Bahkan, pertentangan dalam satu Ajaran masih marak terjadi, apalagi menggabungkan enam Ajaran yang sangat mustahil bisa terjadi.“Tapi, apa Pangeran yakin hal ini yang akan digunakan oleh para Pangeran yang lain?! Jika salah, bukankah kita tidak akan memiliki persiapan apapun karena salah menebak?” tanya Byakta yang tampak ragu dengan kemungkinan yang dipikirkan oleh sang pangeran.“Aku sudah memperhitungkan semuanya. Dan tidak mungkin mereka hanya mengusik Klan kecil kita, karena t
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar