“Saya harap, anak kita nanti tidak menjadi perhatian banyak orang! Kalau perlu kita buat anak kita tidak memiliki kekuatan sama sekali, agar anak kita tetap bisa hidup nyaman tanpa ancaman!” jawab Akshita bersemangat, karena merasa mendapatkan ide yang cukup tepat.“Bagaimana bisa kita menghilangkan kekuatan anak kita sendiri?! Kau tahu bukan kalau aku adalah pemimpin padepokan, walaupun tanpa kekuatan itu, keturunanku tetap akan memiliki kekuatan dan kemampuan di atas rata-rata!” sahut Tuan Urdha yang terlihat tidak setuju, dengan rencana tidak masuk akal yang diucapkan istrinya.Pandya yang menyaksikan kejadian itu, hanya bisa menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya tidak bergeming sejak tadi, dan terus mencoba mencerna setiap hal yang baru diketahuinya setelah puluhan tahun.''Kita bisa buat anak kita tidak bisa mempelajari tenaga dalam! Saya berjanji anak kita tidak akan menyusahakan, dan nantinya anak kita akan menyelamatkan Tuan dari ilmu kejam yang ada dalam tubuh ini!” sahu
“Siapa yang berani-beraninya mempermainkannya?!” teriak Tuan Urdha emosi.'Jangan terima persyaratan itu, Ayah!’Tulisan itu membuat Tuan Urdha merasa dirinya dipermainkan. Tidak mungkin ada seseorang yang akan memanggilnya ayah, jika semua keturunannya masih bayi dan beberapa masih berada di dalam perut istri-istrinya.“Apa kau melakukan ini, karena aku menanamkan benih pada istriku hampir secara bersamaan?!” teriak Tuan Urdha pada udara kosong dihadapannya.“Memang benar, aku melakukan itu agar aku bisa menikahi orang yang aku cintai! Tapi, permainan seperti ini sangat tidak lucu! Tunjukkan wujudmu sekarang!” teriak Tuan Urdha kembali dengan frustasi.Pandya terhenyak mendengar pernyataan dari sang ayah, itulah alasan usianya dengan para saudara tirinya tidak jauh berbeda. Memang masuk akal, jika itu yang dipikirkan oleh sang pemimpin. Mengingat pernikahan sebelumnya merupakan pernikahan aliansi, yang mengharuskan memilih satu wanita untuk meneruskan garis keturunan dari setiap Ajar
“Kau mungkin tidak bisa membayang betapa bahagianya aku! Tapi, kau tahu? Mereka melakukan itu semua hanya untuk melindungiku, tapi aku selalu menyalahkan mereka tentang apa yang terjadi padaku selama ini!” ucap Pandya lirih dengan suara berat.Sakra tidak bisa berkata-kata, dia paham yang kini dirasakan oleh Pandya lebih kearah penyesalan. Tapi, tidak ada yang bisa menyalahkan Pandya, karena apa yang dialaminya juga bukan hal yang mudah untuk dihadapi.Mengingat, mereka berdua pertama kali bertemu saat Pandya hampir menjemput ajalnya. Dan setelah itupun, nyawa Pandya masih terus terancam dengan berbagai macam sabotase dari orang-orang yang yang notabennya masih saudara sendiri.‘Kau tidak bisa terus menyesalinya! Semua sudah terjadi, dan yang terpenting dari semua itu adalah apa yang akan kau lakukan setelahnya!’ ucap Sakra mencoba membangkitkan semangat Pandya kembali“Kau benar! Ibu pun juga memiliki mimpi yang sama sepertiku, dan aku mewujudkan mimpi itu!” sahut Pandya dengan tatap
Ekspresi wajah Tibra langsung berubah. Dengan seringaian yang mengembang lebar di wajahnya, bisa terlihat jelas jika dirinya sangat puas dengan apa yang baru saja diperlihatkan oleh Tuan Huda.“Apa Tuan memiliki saran, agar rencana ini bisa digunakan dengan lebih maksimal?” tanya Tibra yang masih melihat rencana besar, yang disimpan oleh Tuan Huda.“Kau cukup pintar untuk menyadarinya! Tidak salah aku datang ke tempat ini!” sahut Tuan Huda sambil terkekeh kecil.Tibra yang merasa tersanjung dengan pujian yang diberikan, memberikan senyuman sambil membungkuk kecil sebagai ucapan terima kasih. Sedangkan para tetua dan ketiga calon pewaris lain yang melepas kesempatannya, hanya bisa melihat interaksi mereka tanpa mengetahui rencana pasti yang akan mereka lakukan.“Kau bisa melakukannya dengan lebih rapi! Bukankah kau bisa memakan daging tanpa harus mengotori tanganmu?!” lanjut Tuan Huda menjelaskan rencananya secara tersirat, sambil tersenyum miring menatap Tibra.Tibra yang langsung pah
“Kita hanya bisa mengusahakannya! Jika memang pada akhirnya hal buruk itu terjadi, kita harus bersiap untuk menggagalkannya!” jawab Pandya penuh tekad.Wajah para pengikutnya kini ikut menegang, mereka semakin yakin jika pertarungan akan semakin dekat. Walaupun, semua masih berharap tidak akan ada pertumpahan darah. Tapi, hal itu hanya bisa terjadi jika para pangeran yang lain mau mengikuti keinginan Pandya untuk menyatukan seluruh Ajaran.Dan siapapun pasti akan berpikir hal itu tidak akan mungkin terjadi. Bahkan, pertentangan dalam satu Ajaran masih marak terjadi, apalagi menggabungkan enam Ajaran yang sangat mustahil bisa terjadi.“Tapi, apa Pangeran yakin hal ini yang akan digunakan oleh para Pangeran yang lain?! Jika salah, bukankah kita tidak akan memiliki persiapan apapun karena salah menebak?” tanya Byakta yang tampak ragu dengan kemungkinan yang dipikirkan oleh sang pangeran.“Aku sudah memperhitungkan semuanya. Dan tidak mungkin mereka hanya mengusik Klan kecil kita, karena t
Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar
Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.
“Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya