Lantaran terkejut, Hugo memegang dadanya dengan erat dan merasa kesakitan sampai terjatuh ke tanah. Dia bergumam, "Apa yang terjadi? Apa aku berkultivasi sampai kehilangan kendali?"Memikirkan ini, Hugo mulai merasa panik. Jika Teknik Transformasi Agung Iblis sudah membuatnya kehilangan kendali dan ketidakstabilan fondasi sejak awal, bukan hanya usahanya yang akan sia-sia. Takutnya, dia tidak akan pernah bisa berkultivasi lagi di kehidupan ini dan menjadi orang lumpuh.Namun, rasa sakit di dadanya hanya sebentar dan segera menghilang.Hugo berdiri, lalu menghela napas panjang dan mengelus dadanya sambil mengernyit. Dia bingung dengan apa yang terjadi. Ketika dia hendak melangkah lagi, rasa sakit di dadanya kembali muncul."Aneh. Ini sama sekali bukan kehilangan kendali, tapi .... Iblis Hati!" kata Hugo.Kali ini, Hugo sudah menyadari penyebabnya. Jadi, dia segera menenangkan pikirannya dan mencari tahu asal-usul Iblis Hati. Bagi para kultivator, jika mengabaikan Iblis Hati begitu saja,
Sudut bibir Hugo sedikit terangkat. Dia sudah mengerti maksud Tiana. Tiana mungkin juga mengira Hugo sudah gila. Namun, dia tidak tega membiarkan Hugo terbunuh di tengah pertempuran. Itu sebabnya, dia mencari kesempatan agar Hugo bisa bersembunyi di balik perlindungan para pengawal."Kenapa kalian masih diam? Cepat seret dia kemari! Jangan biarkan dia buat malu di sana!" perintah Tiana pada pengawal.Sebelum pengawal sempat bertindak, sebilah pedang perak yang dipenuhi niat membunuh sudah ditodong ke leher Hugo."Tunggu!" pekik Tiana.Ondo tertawa dingin. Dia menatap lurus ke mata Tiana, seolah-olah bisa membaca semua pikirannya. Katanya, "Hehehe .... Nona Tiana memang selalu baik hati. Budak yang sudah gila pun masih mau ditolong.Tiana mengernyit sembari berteriak marah, "Paman Ondo, apa kamu bahkan nggak mau melepaskan orang gila?""Hehehe .... Aku ulangi sekali lagi. Kalau kamu nggak mau melibatkan orang yang nggak bersalah, cepat serahkan Telapak Naga. Kalau nggak, kami nggak ak
Hugo berlari sambil menggendong Daren dan menggenggam tangan Tiana. Di belakang mereka, terdengar teriakan pembunuhan dan jeritan pilu antara pengawal Keluarga Garjita dengan para bandit."Tunggu. Kita nggak bisa tinggalkan mereka begitu saja," tutur Tiana dengan buru-buru. Setelah dibawa lari oleh Hugo sejauh ratusan meter, dia baru sadar.Hugo terus berlari ke depan tanpa menghiraukan Tiana."Lepaskan aku!" pekik Tiana.Melihat Hugo yang tidak mendengarkan perintah, Tiana langsung mengibaskan tangan untuk melepaskan diri dari genggaman Hugo. Hal ini membuat Hugo menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Tiana dengan dingin."Kita harus kembali. Kita nggak bisa biarkan para pengawal Keluarga Garjita mati sia-sia demi kita," tegas Tiana."Kalau kamu kembali, apa kamu bisa mengalahkan para bandit itu?" tanya Hugo dengan nada datar.Tiana menggigit bibirnya. Dia mengernyit dan menghela napas berat sebelum menimpali, "Mungkin yang lain masih bisa dihadapi. Tapi, Paman Ondo memiliki k
Empat jam kemudian, ketiganya tiba di pinggiran sebuah hutan yang diselimuti kabut tebal. Melihat pemandangan putih membentang yang seolah menelan seluruh hutan, sorot mata Hugo memancarkan cahaya yang dalam dan penuh pertimbangan."Inilah hutan berkabut. Sepanjang tahun, tempat ini selalu diselimuti kabut. Orang yang masuk ke dalamnya sangat jarang bisa keluar lagi," ucap Tiana sambil memandang ke depan.Tatapan Tiana terlihat ragu ketika melanjutkan, "Kalau kita bersembunyi di dalam sana, mungkin bisa menghindari bahaya untuk sementara. Tapi, bisa jadi kita nggak akan pernah keluar lagi."Sementara itu, Hugo sama sekali tidak memperhatikan ucapannya. Tatapannya terus menyapu ke segala arah. Ketika melihat sebuah gunung tinggi menjulang ke langit di arah timur, matanya memancarkan cahaya yang berbeda.Hugo menunjuk ke arah gunung itu sembari bertanya, "Itu Gunung Artam ya?"Tiana mengangguk pelan sebelum menjawab dengan sedikit waspada, "Kata ayahku, penguasa Gunung Artam sangat kuat,
Tiana bertanya, "Gi ... gimana kamu bisa ...."Hugo menyela, "Jangan pikirkan itu dulu. Sekarang, ikuti gerakanku. Ini gerakan tangan dari Formasi Pengelabuan untuk mengacaukan pikiran musuh. Ini gerakan tangan dari Formasi Pembunuh untuk mengendalikan bayangan hitam dan menghabisi musuh ...."Tiana terdiam dan hanya bisa mengikuti Hugo untuk membentuk gerakan tangan satu per satu. Hanya saja, gerakan Hugo terlalu cepat. Satu set gerakan tangan langsung diselesaikannya tanpa henti.Tiana sempat melirik sekilas, tetapi sama sekali tak bisa mengingatnya apalagi menirukannya dengan benar.Hugo sangat emosi karena wanita itu tak kunjung bisa mengikutinya. Dia pun memarahi, "Aduh, kenapa kamu bodoh banget? Padahal ini cuma dua set gerakan tangan paling dasar! Kalau begini terus, mending kamu langsung menyerah saja saat Ondo dan yang lainnya datang! Sungguh bodoh!"Seumur hidupnya, Tiana selalu diperlakukan seperti tuan putri. Dia dimanja dan disayang oleh semua orang. Mana pernah dia meneri
Kelompok itu berjalan dalam barisan seperti tusukan sate dan menyusuri kabut putih tebal di dalam hutan. Masing-masing dari mereka memegang erat tali merah di tangan.Hugo berada di barisan paling depan, sementara Ondo berada tepat di belakangnya. Dia mencengkeram erat bajunya agar Hugo tidak bisa melarikan diri.Lantaran kabutnya sangat tebal, bahkan dua orang yang berdiri berdekatan pun tak bisa saling melihat bayangannya. Mereka hanya bisa saling menempel berdasarkan sentuhan agar tidak tersesat dan terpisah.Saat mereka tiba di tengah hutan berkabut, Hugo tiba-tiba berhenti di tempat yang bahkan mustahil untuk melarikan diri."Ada apa?" tanya Ondo yang agak terkejut dan mulai merasa gelisah. Dia pun refleks mencengkeram baju Hugo dengan makin erat.Hugo tersenyum aneh, lalu berucap datar, "Ondo, cukup sampai di sini saja aku mengantar kalian. Jalan menuju akhirat, silakan kalian tempuh sendiri."Perkataan itu langsung membuat Ondo merinding. Baru saat itulah dia sadar bahwa mereka
"Debu kembali menjadi debu, tanah kembali menjadi tanah. Semua kekuatan iblis dari Sembilan Alam Bawah jadi milikku," seru Hugo sambil membentuk rangkaian gerakan tangan dengan cepat.Seketika itu juga, kendali atas Formasi Bayangan Hitam yang sebelumnya dipegang oleh Tiana langsung terlepas darinya. Pada saat yang sama, gambaran jelas tentang apa yang terjadi pada Ondo dan yang lainnya pun langsung menghilang.Tiana merasa sedikit heran. Dia kembali membentuk gerakan tangan, tetapi tak bisa lagi mengendalikan satu bagian pun dari formasi besar itu."Aahhh ...." Tiba-tiba dari berbagai sudut hutan berkabut, terdengar jeritan menyayat hati.Tubuh Ondo dan yang lainnya sudah berubah menjadi hitam legam saat ini, tetapi mereka masih memiliki sedikit kesadaran. Bayangan-bayangan hitam terlihat terus-menerus keluar dari tubuh mereka.Setiap kali satu bayangan keluar, mereka akan menjerit seolah-olah sepotong daging mereka dicabik. Jeritan memilukan itu terus berlanjut sampai semua bayangan
Seolah mengerti maksudnya, Hugo segera bertanya, "Sekarang, Ondo dan yang lainnya sudah nggak jadi ancaman lagi. Nona punya rencana apa selanjutnya?"Belum sempat Tiana bicara, Aldis sudah menjawab lebih dulu, "Oh, sebenarnya kami berencana mengantar Nona pergi mengungsi ke Kediaman Pramesti!"Saat ini Aldis sudah tidak lagi menganggap Hugo sebagai budak biasa, melainkan sebagai salah satu petinggi Keluarga Garjita yang setara dengannya. Dia melanjutkan, "Kamu pasti tahu, putra Keluarga Pramesti memang punya ikatan pertunangan dengan nona kita.""Oh, maksudmu Keluarga Pramesti di Kota Andaras?" ucap Hugo yang menyentuh dagunya sambil diam-diam mengangguk.Berdasarkan ingatan pemuda ini, Keluarga Pramesti adalah keluarga terkuat di Kota Andaras yang sebanding dengan Keluarga Garjita.Jika Hugo bisa menyerahkan Tiana dan Daren ke Keluarga Pramesti, pemuda ini setidaknya bisa tenang dalam kematiannya. Mungkin Iblis Hati dalam hatinya pun bisa ikut sedikit terangkat. Bisa jadi, itu bahkan
Wush!Fajar baru mulai menyingsing ketika Hugo kembali ke rumah kecil itu sambil menggendong dua wanita muda dan cantik di masing-masing tangannya.Para penjaga dari Paviliun Ragnala yang melihatnya sempat terpaku sejenak. Sebab, sudah lebih dari 10 hari mereka tidak melihat Kepala Pelayan Keluarga Garjita ini. Namun setelah itu, mereka langsung menunjukkan senyum penuh pengertian.Beberapa orang bahkan berteriak untuk meledek, "Wah Hugo, semalam pasti kewalahan ya!"Tepat saat itu, Agnia lewat dan melihat Hugo. Pandangannya lalu berpindah ke arah dua wanita cantik yang berada dalam pelukannya.Alis Agnia mengerut pelan, lalu dia memutar matanya dengan ekspresi jijik dan melangkah pergi tanpa memedulikan pria itu, seolah tidak pernah melihatnya. Hanya saja, mulutnya masih sempat bergumam, "Semua pria sama saja."Hugo tahu bahwa mereka sudah salah paham, tetapi dia tidak peduli. Dia terus berjalan dan masuk ke kamarnya sambil menggendong dua wanita itu, lalu melempar mereka begitu saja
"Mana ada? Mereka tetap sangat menghormati Nona kok," ucap Nita cepat-cepat. Dia berusaha menghibur nonanya.Wanita berbaju hitam itu hanya tersenyum pahit, lalu merespons sambil menggeleng, "Nita, kamu nggak perlu menghiburku lagi. Aku cuma berharap setelah perjalanan ini selesai, aku bisa mendapatkan Telapak Naga untuk menyembuhkan luka Ayah Angkat.""Nona sangat berbakti, pasti keinginan itu akan terkabul!" jawab Nita sambil tersenyum lembut. Kedua matanya memicing seperti bulan sabit. Melihat senyuman Nita, wanita berbaju hitam pun ikut tersenyum dan terlihat sedikit lega.Kemudian pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara helaan napas lirih masuk ke telinga mereka berdua. "Nona, berbakti dan mengabulkan keinginan itu dua hal yang berbeda. Lagian, siapa yang bilang Telapak Naga bisa menyembuhkan luka?""Siapa di sana?" Wanita berbaju hitam dan Nita segera menoleh ke arah datangnya suara. Entah sejak kapan Hugo sudah duduk santai di jendela. Pria itu sedang menatap mereka berdua samb
Hugo menggeleng tanpa daya, lalu lanjut mengamati. Orang berbaju hitam itu melepaskan tudung hitam di kepalanya.Sepasang mata bening yang indah pun terlihat. Rambutnya yang hitam legam dan berkilau terurai seperti air terjun. Kulitnya begitu putih, halus, dan lembut seolah-olah bisa pecah bila disentuh. Ternyata dia adalah seorang wanita cantik yang sangat langka.Bahkan, para anak buah di sekitarnya pun tak bisa menahan diri untuk menelan ludah. Pandangan mereka kosong ketika menatapnya. Sampai wanita itu menatap mereka dengan tajam, barulah mereka buru-buru menunduk.Tanpa banyak bicara, wanita itu berseru keras, "Nita, ambilkan kertas dan kuas!" Gadis itu pun segera membawakan kuas, tinta, kertas, dan batu tinta.Wanita itu menggulung lengan bajunya, lalu mulai menggambar dengan hati-hati di atas kertas. Sebelum 15 menit berlalu, dia sudah menyelesaikan sebuah gambar denah tempat tinggal. Melihatnya, Hugo pun diam-diam memuji dalam hati.Gambar itu menggambarkan dengan jelas tata l
Dalam lebih dari 10 hari berikutnya, sosok Hugo sama sekali tidak terlihat lagi di rumah kecil milik Paviliun Ragnala. Bukan hanya Agnia dan yang lainnya, bahkan ketiga orang dari Keluarga Garjita pun jarang melihat wajahnya.Sejak menyatakan niatnya dengan lantang kepada semua orang, Hugo menjadi makin gila-gilaan dalam berlatih. Dia mengurung diri di dalam kamar dan tidak menemui siapa pun.Hanya saat malam tiba, barulah Hugo membiarkan Bayi Darah keluar untuk menyerap energi primordial dari para petarung.Targetnya adalah Keluarga Pramesti. Selama 10 hari lebih itu, Silas benar-benar dibuat frustrasi. Jumlah pengawal di rumah mereka berkurang setiap hari. Lebih parahnya lagi, semuanya menghilang tanpa jejak. Tak ada satu pun mayat yang ditemukan.Hal ini membuat Silas curiga bahwa mereka telah menyinggung Keluarga Garjita, lalu kini Keluarga Garjita meminta bantuan Paviliun Ragnala untuk membalas dendam.Sebab menurut Silas, hanya kekuatan dari Tujuh Keluarga Bangsawan yang mampu me
Agnia tidak menjawab apa pun. Dia hanya memandang bayangan punggung Hugo yang perlahan menghilang. Jabal sempat ragu sejenak, lalu menceritakan semua kejadian sebelumnya.Setelah mendengar semua penjelasan dari awal sampai akhir, Novem hanya bisa menggeleng sambil menghela napas panjang.Kemudian, Novem berujar dengan pasrah, "Sudah sering kubilang, berselisih itu wajar tapi jangan sampai menjatuhkan martabat orang lain. Kalian mempermalukan Keluarga Garjita seperti itu, ya wajar saja dia mau membuktikan pada kalian.""Tapi ... apa yang dia katakan barusan, rasanya benar-benar mustahil," gumam Jabal ragu-ragu.Sambil mengelus janggutnya, mata satu-satunya Novem berputar pelan dalam rongga matanya. Kemudian, dia berbicara, "Kalau Keluarga Garjita punya seorang ahli formasi tingkat kelima sebagai pelindung, walaupun mungkin nggak akan bisa menyamai reputasi Tujuh Keluarga Bangsawan, mereka pasti akan menjadi salah satu yang terkuat di kalangan keluarga biasa.""Jadi, lebih baik kita teta
Novem ingin mengajaknya bergabung dengan Paviliun Ragnala bukan tanpa alasan. Itu jelas akan membawa keuntungan besar bagi Paviliun Ragnala sendiri.Di sisi lain, Hugo hanya tersenyum tipis dan tak langsung menjawab. Dia menyeruput secangkir teh dengan tenang. Sebenarnya sebelum datang ke sini, dia sudah bisa menebak maksud Novem.Hugo adalah seseorang yang mampu membentuk formasi tingkat kelima. Siapa di seluruh kekaisaran ini yang tidak ingin merebutnya? Bahkan jika dia berhadapan langsung dengan Kaisar, sang Kaisar pun harus bersikap sopan dan memperlakukannya dengan penuh hormat.Jadi sejak saat Hugo memutuskan untuk membentuk formasi tadi, dia sudah memperkirakan akan ada hasil seperti ini.Melihat Hugo masih belum memberikan jawaban, Novem kembali bertanya, "Saudara Hugo, gimana menurutmu?"Hugo menyeringai kecil, lalu bertanya dengan tenang, "Kalau aku mengajukan beberapa syarat, nggak masalah, 'kan?""Tentu saja nggak masalah! Selama Paviliun Ragnala bisa memenuhinya, kamu bole
Wush!Tiba-tiba, terdengar suara angin terbelah. Seseorang mendadak muncul di depan Jabal dan Agnia. Mereka berusaha melihat dengan jelas siapa yang datang. Ternyata dia adalah Novem. Saat ini, satu-satunya mata Novem terlihat bersinar penuh semangat."Barusan, siapa yang membentuk formasi itu?" tanya Novem segera.Agnia bergumam, "Eh, itu ...."Keduanya saling memandang sejenak, lalu akhirnya Jabal yang menjawab, "Kepala Pelayan Keluarga Garjita, Hugo!""Apa? Dia?" Novem langsung terkejut. Dia berbalik dan kembali meneliti formasi di sekelilingnya. Makin lama menatap, ekspresinya makin menunjukkan keterkejutan.Novem berujar, "Seorang ahli sejati dalam dunia formasi bukan cuma harus memahami setiap tingkatan formasi dengan sangat mendalam, tapi juga harus melewati latihan bertahun-tahun serta memahami harmoni langit dan bumi, baru bisa menguasai rahasia di dalam formasi.""Aku yang sudah tua begini saja cuma bisa membentuk formasi tingkat ketiga. Bagaimana mungkin anak seusianya bisa
Tiana sedikit tertegun. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan Hugo, tetapi tetap menyerahkan sebuah cincin kepadanya.Setelah menerima cincin itu, Hugo langsung melompat ke atap tertinggi di rumah tersebut. Dia memandang sekeliling dari atas dengan saksama."Eh, ini bukan rumahmu. Kenapa naik ke atas sana? Cepat turun!" seru Agnia dengan nada kesal, sementara bibirnya cemberut.Hugo tidak menghiraukannya. Dia terus mengamati sekeliling. Tak lama kemudian, dia berkata datar, "Formasi pertahanan tingkat ketiga, Formasi Naga Melingkar."Begitu kata-kata itu keluar, Jabal dan Agnia langsung terkejut. Sebab, apa yang dikatakan Hugo memang formasi pertahanan yang dipasang oleh Novem untuk rumah ini. Hanya saja, bagaimana dia bisa langsung mengenalinya hanya dengan satu pandangan?Namun sebelum mereka sempat memproses rasa terkejut itu, Hugo sudah kembali melompat ke udara. Dari cincin itu, batu-batu spiritual memelesat keluar dan berhamburan ke sekeliling rumah seperti hujan deras.Dalam w
Melihat bujukan tidak berhasil, Jabal hanya bisa menghela napas pelan lalu meninggalkan tempat itu bersama Agnia. Namun di saat mereka baru saja meninggalkan ruangan, terdengar suara tawa marah Novem menggema.Keesokan paginya, Hugo membawa tiga orang dari Keluarga Garjita pindah dari penginapan ke rumah yang disediakan oleh Novem.Tempat itu adalah rumah tamu milik Paviliun Ragnala yang digunakan khusus untuk menjamu tamu kehormatan. Ukurannya hanya sedikit lebih besar dibandingkan Manor Sharila milik Keluarga Garjita. Ini adalah rumah terbaik di seluruh Kota Andaras, tidak ada tandingannya.Begitu para mata-mata dari berbagai keluarga yang terus mengawasi Keluarga Garjita mengetahui kabar ini, mereka langsung melapor ke atasannya.Dalam waktu singkat, berita bahwa Keluarga Garjita tinggal di bawah perlindungan Paviliun Ragnala tersebar ke seluruh penjuru kota.Semua orang tahu bahwa Paviliun Ragnala bukan hanya menjadi pelindung kuat Keluarga Garjita, tetapi juga sangat menghargai me