Share

Bab 8

Penulis: Sebastian Abraham
Tiana bertanya, "Gi ... gimana kamu bisa ...."

Hugo menyela, "Jangan pikirkan itu dulu. Sekarang, ikuti gerakanku. Ini gerakan tangan dari Formasi Pengelabuan untuk mengacaukan pikiran musuh. Ini gerakan tangan dari Formasi Pembunuh untuk mengendalikan bayangan hitam dan menghabisi musuh ...."

Tiana terdiam dan hanya bisa mengikuti Hugo untuk membentuk gerakan tangan satu per satu. Hanya saja, gerakan Hugo terlalu cepat. Satu set gerakan tangan langsung diselesaikannya tanpa henti.

Tiana sempat melirik sekilas, tetapi sama sekali tak bisa mengingatnya apalagi menirukannya dengan benar.

Hugo sangat emosi karena wanita itu tak kunjung bisa mengikutinya. Dia pun memarahi, "Aduh, kenapa kamu bodoh banget? Padahal ini cuma dua set gerakan tangan paling dasar! Kalau begini terus, mending kamu langsung menyerah saja saat Ondo dan yang lainnya datang! Sungguh bodoh!"

Seumur hidupnya, Tiana selalu diperlakukan seperti tuan putri. Dia dimanja dan disayang oleh semua orang. Mana pernah dia menerima hinaan seperti ini, apalagi dari seorang bawahan? Hatinya langsung tersayat.

Tanpa bisa ditahan, dua butir air mata jernih jatuh dari sudut mata Tiana. Kepalanya tertunduk dalam, tetapi dia tetap bersikeras berlatih dan menolak menyerah.

Melihat kakaknya diperlakukan seperti itu, Daren yang masih kecil entah dari mana mendapat keberanian. Dia maju dan mendorong Hugo dengan marah sambil berseru, "Dasar budak kurang ajar! Jangan berani-beraninya menindas kakakku!"

Hugo hanya bisa menggeleng lemah. Sekarang bukan waktunya untuk memperdebatkan hal remeh dengan anak kecil.

Barusan saat membuka formasi, Hugo menyadari bahwa energi primordialnya hanya cukup untuk membuka formasi. Dia tidak mempunyai kekuatan lebih untuk mengendalikannya.

Seandainya Formasi Bayangan Hitam ini lengkap, maka tanpa dikendalikan pun ia tetap bisa menghancurkan kelompok Ondo hingga tak bersisa.

Sayangnya, jumlah batu spiritual yang Hugo dapatkan tadi hanya sekitar 1.000 buah. Jika bukan karena tempat ini sudah merupakan formasi besar alami, dia bahkan tak akan bisa menyelesaikan formasi ini meski dalam bentuk yang belum sempurna.

Sekarang, satu-satunya orang yang mungkin bisa mengendalikan formasi adalah Tiana karena kekuatannya sudah mencapai Tingkat Pengumpul Energi Ketiga.

Namun, gerakan tangan dari formasi ini sangat rumit. Wajar kalau Tiana tidak bisa langsung menguasainya.

Hanya saja, waktu benar-benar sudah mepet. Dengan sangat terpaksa, Hugo tiba-tiba berdiri di belakang Tiana dan memeluknya. Kemudian, dia menggenggam kedua tangan halus wanita itu dari belakang.

"Ka ... kamu mau apa?" tanya Tiana saking terkejutnya. Wajahnya tiba-tiba langsung memerah.

"Jangan gerak! Ikuti gerakanku!" bentak Hugo dengan tegas. Dia mulai menggerakkan tangan Tiana dan mengajarinya secara langsung cara melakukan gerakan tangan pengaktifan formasi.

Barulah saat itu, Tiana sadar maksud sebenarnya dari perbuatan Hugo. Namun tetap saja, dipeluk seperti itu oleh seorang pria asing adalah pengalaman pertamanya. Jantungnya berdebar-debar tak terkendali, sementara wajahnya makin merah padam.

Hanya saja setiap kali pikiran Tiana mulai melayang tak fokus, suara bentakan keras terdengar di telinganya. "Fokuslah!"

Tiana pun menoleh sedikit dan melirik ke arah Hugo. Dia mendapati ekspresi pria itu yang begitu serius tanpa ada sedikit pun niat buruk dalam sikapnya.

'Hmph! Sok-sokan seperti pria terhormat!' gumam Tiana dalam hati, lalu tubuhnya tanpa sadar bersandar sedikit ke belakang.

Saat merasakan kehangatan dan kekokohan dari lengan pria di belakangnya, untuk pertama kalinya selama pelarian mereka dalam tiga hari ini, Tiana merasa sedikit aman.

....

Lima kilometer di luar hutan berkabut, seorang bandit bertubuh kurus seperti tongkat, berdiri dan memeriksa jejak di tanah. Setelah beberapa saat, dia berbalik dan melapor kepada Ondo, "Ondo, mereka menuju ke arah hutan berkabut."

Ondo menyeringai dingin. Dia menyentuh dua helai janggut putih di ujung bibirnya, lalu berujar ringan, "Lumayan jago cari tempat bersembunyi. Di daerah pegunungan ini, cuma tempat itu yang nggak kita kenal. Tapi ...."

Sambil berkata demikian, Ondo menoleh ke belakang. Dia melihat ke arah seorang komandan pengawal yang tubuhnya terikat erat, sementara matanya berkilat tajam dengan cahaya kejam.

Ondo berucap, "Aldis, nanti semuanya tergantung kamu. Dengan kepribadian Nona Tiana, seharusnya dia nggak akan tega membiarkanmu celaka, 'kan?"

"Cuih! Ondo, jangan harap kamu bisa pakai aku buat mengancam Nona!" seru Aldis sambil menatap Ondo dengan mata memerah penuh amarah. Kalau pandangan bisa membunuh, tubuh Ondo pasti sudah dicincang habis sejak tadi oleh tatapan haus darah itu.

Aldis menambahkan, "Kalau memang punya nyali, bunuh aku sekarang juga! Suatu hari nanti, aku pasti akan membunuhmu dan membalas kematian saudara-saudaraku!"

"Hehehe .... Tenang saja. Begitu aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, aku pasti akan mengabulkan keinginanmu itu." Mata Ondo agak memicing, lalu dia tertawa pelan dengan suara seram sebelum melanjutkan, "Ayo, kita berangkat."

....

Satu jam kemudian, kelompok lebih dari 20 orang yang dipimpin oleh Ondo tiba di depan hutan berkabut.

Namun sebelum mereka sempat mendekat, dari kejauhan mereka sudah melihat siluet seseorang bersandar santai di bawah pohon besar, seolah-olah sedang tidur. Setelah dilihat lebih jelas, ternyata dia adalah orang yang sebelumnya membunuh salah satu dari mereka, Hugo.

"Ondo, itu orang yang membunuh si Gendut!" seru salah satu bandit.

Seolah terganggu oleh teriakan itu, Hugo menguap lebar lalu membuka matanya yang masih terlihat mengantuk. Ketika memandang ke arah Ondo dan yang lainnya, tak ada sedikit pun rasa takut atau tegang di wajahnya. Sebaliknya, dia justru menampilkan senyuman santai dan tenang.

"Ondo, aku sudah lama menunggumu di sini," ucap Hugo dengan santai.

Ondo pun mengernyit. Dia memandang Hugo dengan ekspresi serius dan coba menangkap maksud tersembunyi dari raut wajahnya, tetapi dia tidak bisa menemukan apa-apa. Yang terlihat di wajah Hugo hanyalah ketenangan penuh percaya diri.

Ondo bergumam dalam hati, 'Sungguh orang yang licik dan penuh perhitungan. Selama ini, aku benar-benar salah menilaimu.'

Dulu setiap kali melihat Hugo, Ondo bahkan tak sudi meliriknya dua kali. Dia hanyalah seorang budak biasa yang tidak layak diperhatikan.

Namun sejak menyaksikan bagaimana Hugo membunuh salah satu bandit dengan sangat cepat dan kejam, pandangan Ondo terhadapnya berubah total.

Orang ini bukan hanya pandai menyembunyikan kemampuan, tetapi juga sangat kejam dalam bertindak. Kalau dibiarkan berkembang, suatu hari nanti dia pasti akan menjadi ancaman besar.

"Hugo, kamu benar-benar punya nyali! Beraninya kamu berdiri santai di hadapanku!" ujar Ondo sambil menyipitkan mata.

Hugo tidak menjawab pertanyaannya. Dia langsung bertanya, "Ondo, gimana kalau kita bikin kesepakatan?"

"Kesepakatan apa?" tanya Ondo dengan curiga.

Hugo menjawab, "Aku akan menyerahkan kakak beradik Keluarga Garjita padamu. Sebagai gantinya, kamu harus pastikan aku punya masa depan yang baik di Gunung Artam."

Yang benar saja? Begitu kata-kata itu keluar dari mulut Hugo, bukan hanya Ondo dan para bandit yang terkejut, bahkan mata Aldis yang ikut ditawan pun terbelalak tak percaya.

Awalnya, Aldis berniat mengandalkan Hugo untuk melindungi Daren dan Tiana agar bisa melarikan diri. Tidak disangka, sekarang dia malah berkhianat dan menjadikan mereka berdua sebagai alat tukar demi keselamatannya sendiri.

"Kenapa kamu melakukan ini? Bukankah Keluarga Garjita sudah memperlakukanmu dengan baik?" tanya Ondo yang masih diliputi keraguan.

Hugo tertawa terbahak-bahak, lalu mencibir sebelum membalas, "Hahaha .... Kalau begitu, kenapa kamu sendiri mengkhianati Keluarga Garjita? Bukankah mereka jauh lebih baik dan tulus padamu?"

Wajah Ondo langsung memerah mendengar ucapan Hugo. Rasa kesal dan marah muncul dari dalam hatinya.

Hugo hanya tersenyum dingin, lalu berkata lagi, "Demi bertahan hidup, kadang orang harus egois. Sekarang, Keluarga Garjita sudah hancur. Aku sendirian mana bisa mengubah keadaan?"

"Daripada mati sia-sia, lebih baik aku menggunakan nyawa dua bersaudara itu untuk membuka jalan hidupku sendiri. Bukankah itu hal yang wajar?" Sambil berbicara, Hugo mengambil seutas tali merah dari tanah. Ujung lainnya mengarah ke dalam kabut tebal yang menyelimuti hutan.

Hugo menjelaskan, "Sekarang, mereka berdua bersembunyi di ujung tali ini. Tapi, di dalam sana ada beberapa jalan bercabang. Cuma aku yang tahu jalan mana yang benar."

Ondo menerima tali merah itu dan berbicara sambil mengangguk pelan, "Gunakan tali merah sebagai penanda supaya bisa keluar dengan selamat? Ide yang bagus."

Ondo menambahkan, "Selain itu demi menghindari pengejaran, kamu sengaja bikin beberapa cabang di dalamnya. Tapi sayangnya, kamu bukan orang yang layak dipercaya. Hahaha ...."

Ondo lalu mengembalikan tali merah itu ke tangan Hugo. Dia melanjutkan, "Baiklah, kita sepakat. Kamu yang pimpin jalan. Tapi ingat, jangan macam-macam."

Hugo tersenyum licik ketika membalas, "Ondo, aku ini orang jujur!"

Ondo mencibir sambil menggeleng pelan. "Dulu kalau kamu bilang begitu, mungkin aku percaya. Tapi sekarang ... nggak lagi!"

Usai berkata demikian, keduanya saling menatap lalu tertawa bersama. Itu adalah tawa aneh yang penuh kepalsuan. Di dalam hati masing-masing, mereka sedang menyembunyikan niat jahat sendiri.

Aldis yang menyaksikan semua ini tidak sanggup menahan diri lagi. Amarahnya memuncak dan dia langsung memaki dengan suara kencang.

Aldis menyebut Ondo sebagai pengkhianat licik dan menyumpahi Hugo sebagai pengkhianat hina yang menjual majikannya demi keselamatan diri sendiri.

Namun, tidak ada satu pun yang menggubris makiannya. Aldis hanya dibawa paksa, lalu mengikuti kelompok itu masuk ke dalam kabut tebal yang menyelimuti hutan berkabut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 9

    Kelompok itu berjalan dalam barisan seperti tusukan sate dan menyusuri kabut putih tebal di dalam hutan. Masing-masing dari mereka memegang erat tali merah di tangan.Hugo berada di barisan paling depan, sementara Ondo berada tepat di belakangnya. Dia mencengkeram erat bajunya agar Hugo tidak bisa melarikan diri.Lantaran kabutnya sangat tebal, bahkan dua orang yang berdiri berdekatan pun tak bisa saling melihat bayangannya. Mereka hanya bisa saling menempel berdasarkan sentuhan agar tidak tersesat dan terpisah.Saat mereka tiba di tengah hutan berkabut, Hugo tiba-tiba berhenti di tempat yang bahkan mustahil untuk melarikan diri."Ada apa?" tanya Ondo yang agak terkejut dan mulai merasa gelisah. Dia pun refleks mencengkeram baju Hugo dengan makin erat.Hugo tersenyum aneh, lalu berucap datar, "Ondo, cukup sampai di sini saja aku mengantar kalian. Jalan menuju akhirat, silakan kalian tempuh sendiri."Perkataan itu langsung membuat Ondo merinding. Baru saat itulah dia sadar bahwa mereka

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 10

    "Debu kembali menjadi debu, tanah kembali menjadi tanah. Semua kekuatan iblis dari Sembilan Alam Bawah jadi milikku," seru Hugo sambil membentuk rangkaian gerakan tangan dengan cepat.Seketika itu juga, kendali atas Formasi Bayangan Hitam yang sebelumnya dipegang oleh Tiana langsung terlepas darinya. Pada saat yang sama, gambaran jelas tentang apa yang terjadi pada Ondo dan yang lainnya pun langsung menghilang.Tiana merasa sedikit heran. Dia kembali membentuk gerakan tangan, tetapi tak bisa lagi mengendalikan satu bagian pun dari formasi besar itu."Aahhh ...." Tiba-tiba dari berbagai sudut hutan berkabut, terdengar jeritan menyayat hati.Tubuh Ondo dan yang lainnya sudah berubah menjadi hitam legam saat ini, tetapi mereka masih memiliki sedikit kesadaran. Bayangan-bayangan hitam terlihat terus-menerus keluar dari tubuh mereka.Setiap kali satu bayangan keluar, mereka akan menjerit seolah-olah sepotong daging mereka dicabik. Jeritan memilukan itu terus berlanjut sampai semua bayangan

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 11

    Seolah mengerti maksudnya, Hugo segera bertanya, "Sekarang, Ondo dan yang lainnya sudah nggak jadi ancaman lagi. Nona punya rencana apa selanjutnya?"Belum sempat Tiana bicara, Aldis sudah menjawab lebih dulu, "Oh, sebenarnya kami berencana mengantar Nona pergi mengungsi ke Kediaman Pramesti!"Saat ini Aldis sudah tidak lagi menganggap Hugo sebagai budak biasa, melainkan sebagai salah satu petinggi Keluarga Garjita yang setara dengannya. Dia melanjutkan, "Kamu pasti tahu, putra Keluarga Pramesti memang punya ikatan pertunangan dengan nona kita.""Oh, maksudmu Keluarga Pramesti di Kota Andaras?" ucap Hugo yang menyentuh dagunya sambil diam-diam mengangguk.Berdasarkan ingatan pemuda ini, Keluarga Pramesti adalah keluarga terkuat di Kota Andaras yang sebanding dengan Keluarga Garjita.Jika Hugo bisa menyerahkan Tiana dan Daren ke Keluarga Pramesti, pemuda ini setidaknya bisa tenang dalam kematiannya. Mungkin Iblis Hati dalam hatinya pun bisa ikut sedikit terangkat. Bisa jadi, itu bahkan

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 12

    Akan tetapi Aldis sama sekali tidak tahu bahwa bagi Hugo saat ini, kota ini tak ada bedanya dengan desa kecil yang terpencil."Aldis, kita masih belum sampai di Kediaman Pramesti?" Setelah melewati suka duka bersama selama 5 hari terakhir, hubungan Hugo dan Aldis jadi jauh lebih dekat. Bahkan, kini mereka sudah saling menyebut nama secara langsung.Belum sempat Aldis menjawab, Tiana sudah lebih dulu berbicara, "Kita nggak bisa langsung ke Kediaman Pramesti. Aku dan Daren sebaiknya pergi dulu untuk menyampaikan maksud kami secara resmi, baru setelah itu menjemput kalian. Kalian bisa istirahat dulu di penginapan depan sana.""Seribet itu?" tanya Hugo sambil mengernyit.Aldis hanya bisa tersenyum pahit dan mengangkat bahu dengan pasrah. Dia menimpali, "Mau gimana lagi? Kita datang untuk meminta perlindungan dari Keluarga Pramesti. Kalau langsung pergi ke sana tanpa basa-basi, nanti malah dianggap nggak sopan."Hugo menarik napas dalam-dalam, lalu berujar sambil mengangguk setuju, "Oke, ka

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 13

    Hugo mengajak, "Lagian mereka nggak akan kembali dalam waktu dekat. Ayo, kita jalan-jalan ke tempat lain dulu."Setelah itu, Hugo berbalik dan berjalan pergi. Aldis tahu bahwa ucapannya tadi sama sekali tak didengarkan. Dia hanya bisa menghela napas pasrah dan mengikuti dari belakang.Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah pasar kecil. Di tempat ini, para kultivator mandiri membuka lapak dan berdagang. Ada yang barter barang, ada juga yang menukar dengan batu spiritual untuk kebutuhan kultivasi.Berdasarkan pengalaman Hugo di kehidupan sebelumnya, kadang-kadang di tempat seperti ini bisa ditemukan beberapa barang bagus yang tersembunyi dari perhatian banyak orang.Sepanjang jalan, mereka menengok ke sana ke mari. Aldis terlihat sangat antusias, bahkan matanya sampai berbinar-binar. Beberapa kali, dia bahkan tergoda ingin langsung membeli sesuatu.Namun setiap kali melihat ekspresi datar Hugo yang tak tertarik, Aldis pun mengurungkan niatnya dan buru-buru menyusul.Mungkin bahkan Aldi

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 14

    "Sialan! Nggak disangka aku juga bisa salah nilai barang." Di jalan kecil yang remang-remang, si pedagang berjalan lesu sambil memanggul buntelan di punggungnya.Suasana di sekeliling sunyi senyap. Tak terdengar suara apa pun, kecuali desahan keluh kesah yang terus keluar dari mulutnya."Bos, tunggu sebentar!" Tiba-tiba, terdengar suara lantang dari belakangnya. Pedagang itu terkejut dan langsung berhenti. Saat menoleh, dia melihat Hugo berlari mendekatinya dengan cepat."Kamu ... yang tadi di pasar itu ...." Pedagang itu langsung mengenali Hugo. Gara-gara dia, semua orang di pasar tahu bahwa batu giok hitam miliknya palsu."Ada apa kamu mencariku?" tanya pedagang itu dengan nada sedikit kesal.Hugo membalas sambil tersenyum ramah, "Bos, aku mau beli batu giok hitammu. Aku bersedia bayar dengan 10 batu spiritual." Matanya sekilas melirik ke arah buntelan di punggung si pedagang.Pedagang itu termenung sejenak, lalu memandang Hugo dengan heran. Dia akhirnya bertanya, "Tuan, kamu sendiri

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 15

    Gluk ... gluk .... Seperti bayi yang tengah menyusu, setiap tetes darah yang jauh ke atas batu giok seketika menghilang. Denyut batu giok itu juga makin lama makin intens.Hugo mengawasi semua ini dengan seringai puas di wajahnya. Dia terus menyalurkan energinya untuk mengalirkan lebih banyak darah segar ke atas batu giok darah.Jika ingin memurnikan Bayi Darah, yang pertama harus dilakukan seorang kultivator adalah memberinya darah. Hal ini harus terus dilakukan hingga dia bersatu sepenuhnya dengan Roh Darah dan bisa merasakan meridian jantungnya.Seiring berjalannya waktu, makin banyak darah yang tubuh Hugo alirkan keluar. Namun, Roh Darah itu seperti serigala yang senantiasa kelaparan, tidak berhenti menyerap darahnya.Hugo menjilat bibirnya yang sedikit kering. Wajahnya perlahan memucat dan penglihatannya mulai kabur. Dia tahu ini reaksi akibat kehilangan banyak darah, hanya saja dia tidak bisa berhenti.Hanya ada satu kesempatan untuk menaklukkan Roh Darah dan memurnikannya menjad

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 16

    Setengah jam kemudian, Aldis dan Hugo tiba di gerbang sebuah kediaman megah. Dua kata dari tinta emas tertulis besar-besar di atas plakat: "Kediaman Pramesti".Ketika keduanya hendak memasuki kediaman, dua orang pengawal menghalangi mereka. "Berhenti, siapa kalian? Beraninya menerobos masuk ke Kediaman Pramesti!"Aldis mengatupkan kedua tangannya dan berucap sambil tersenyum, "Hahaha ... Aku Aldis Taraka, komandan pengawal Keluarga Garjita dari Manor Sharila. Dia Hugo, kepala pelayan Keluarga Garjita. Saat ini tuan muda dan nona muda kami sedang bertamu di kediaman kalian."Mendengar ini, Hugo sontak tertegun dan melempar tatapan bingung pada Aldis. Sejak kapan dia menjadi kepala pelayan Keluarga Garjita?Seperti bisa membaca isi pikiran Hugo, Aldis berbisik di telinganya, "Delapan hari lalu, orang Keluarga Pramesti datang dan berkata kalau kamu adalah kepala pelayan Keluarga Garjita. Kurasa Nona Tiana yang memperkenalkanmu seperti itu. Selamat, Hugo. Hehehe ...."Hugo menggeleng frust

Bab terbaru

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 50

    Wush!Fajar baru mulai menyingsing ketika Hugo kembali ke rumah kecil itu sambil menggendong dua wanita muda dan cantik di masing-masing tangannya.Para penjaga dari Paviliun Ragnala yang melihatnya sempat terpaku sejenak. Sebab, sudah lebih dari 10 hari mereka tidak melihat Kepala Pelayan Keluarga Garjita ini. Namun setelah itu, mereka langsung menunjukkan senyum penuh pengertian.Beberapa orang bahkan berteriak untuk meledek, "Wah Hugo, semalam pasti kewalahan ya!"Tepat saat itu, Agnia lewat dan melihat Hugo. Pandangannya lalu berpindah ke arah dua wanita cantik yang berada dalam pelukannya.Alis Agnia mengerut pelan, lalu dia memutar matanya dengan ekspresi jijik dan melangkah pergi tanpa memedulikan pria itu, seolah tidak pernah melihatnya. Hanya saja, mulutnya masih sempat bergumam, "Semua pria sama saja."Hugo tahu bahwa mereka sudah salah paham, tetapi dia tidak peduli. Dia terus berjalan dan masuk ke kamarnya sambil menggendong dua wanita itu, lalu melempar mereka begitu saja

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 49

    "Mana ada? Mereka tetap sangat menghormati Nona kok," ucap Nita cepat-cepat. Dia berusaha menghibur nonanya.Wanita berbaju hitam itu hanya tersenyum pahit, lalu merespons sambil menggeleng, "Nita, kamu nggak perlu menghiburku lagi. Aku cuma berharap setelah perjalanan ini selesai, aku bisa mendapatkan Telapak Naga untuk menyembuhkan luka Ayah Angkat.""Nona sangat berbakti, pasti keinginan itu akan terkabul!" jawab Nita sambil tersenyum lembut. Kedua matanya memicing seperti bulan sabit. Melihat senyuman Nita, wanita berbaju hitam pun ikut tersenyum dan terlihat sedikit lega.Kemudian pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara helaan napas lirih masuk ke telinga mereka berdua. "Nona, berbakti dan mengabulkan keinginan itu dua hal yang berbeda. Lagian, siapa yang bilang Telapak Naga bisa menyembuhkan luka?""Siapa di sana?" Wanita berbaju hitam dan Nita segera menoleh ke arah datangnya suara. Entah sejak kapan Hugo sudah duduk santai di jendela. Pria itu sedang menatap mereka berdua samb

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 48

    Hugo menggeleng tanpa daya, lalu lanjut mengamati. Orang berbaju hitam itu melepaskan tudung hitam di kepalanya.Sepasang mata bening yang indah pun terlihat. Rambutnya yang hitam legam dan berkilau terurai seperti air terjun. Kulitnya begitu putih, halus, dan lembut seolah-olah bisa pecah bila disentuh. Ternyata dia adalah seorang wanita cantik yang sangat langka.Bahkan, para anak buah di sekitarnya pun tak bisa menahan diri untuk menelan ludah. Pandangan mereka kosong ketika menatapnya. Sampai wanita itu menatap mereka dengan tajam, barulah mereka buru-buru menunduk.Tanpa banyak bicara, wanita itu berseru keras, "Nita, ambilkan kertas dan kuas!" Gadis itu pun segera membawakan kuas, tinta, kertas, dan batu tinta.Wanita itu menggulung lengan bajunya, lalu mulai menggambar dengan hati-hati di atas kertas. Sebelum 15 menit berlalu, dia sudah menyelesaikan sebuah gambar denah tempat tinggal. Melihatnya, Hugo pun diam-diam memuji dalam hati.Gambar itu menggambarkan dengan jelas tata l

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 47

    Dalam lebih dari 10 hari berikutnya, sosok Hugo sama sekali tidak terlihat lagi di rumah kecil milik Paviliun Ragnala. Bukan hanya Agnia dan yang lainnya, bahkan ketiga orang dari Keluarga Garjita pun jarang melihat wajahnya.Sejak menyatakan niatnya dengan lantang kepada semua orang, Hugo menjadi makin gila-gilaan dalam berlatih. Dia mengurung diri di dalam kamar dan tidak menemui siapa pun.Hanya saat malam tiba, barulah Hugo membiarkan Bayi Darah keluar untuk menyerap energi primordial dari para petarung.Targetnya adalah Keluarga Pramesti. Selama 10 hari lebih itu, Silas benar-benar dibuat frustrasi. Jumlah pengawal di rumah mereka berkurang setiap hari. Lebih parahnya lagi, semuanya menghilang tanpa jejak. Tak ada satu pun mayat yang ditemukan.Hal ini membuat Silas curiga bahwa mereka telah menyinggung Keluarga Garjita, lalu kini Keluarga Garjita meminta bantuan Paviliun Ragnala untuk membalas dendam.Sebab menurut Silas, hanya kekuatan dari Tujuh Keluarga Bangsawan yang mampu me

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 46

    Agnia tidak menjawab apa pun. Dia hanya memandang bayangan punggung Hugo yang perlahan menghilang. Jabal sempat ragu sejenak, lalu menceritakan semua kejadian sebelumnya.Setelah mendengar semua penjelasan dari awal sampai akhir, Novem hanya bisa menggeleng sambil menghela napas panjang.Kemudian, Novem berujar dengan pasrah, "Sudah sering kubilang, berselisih itu wajar tapi jangan sampai menjatuhkan martabat orang lain. Kalian mempermalukan Keluarga Garjita seperti itu, ya wajar saja dia mau membuktikan pada kalian.""Tapi ... apa yang dia katakan barusan, rasanya benar-benar mustahil," gumam Jabal ragu-ragu.Sambil mengelus janggutnya, mata satu-satunya Novem berputar pelan dalam rongga matanya. Kemudian, dia berbicara, "Kalau Keluarga Garjita punya seorang ahli formasi tingkat kelima sebagai pelindung, walaupun mungkin nggak akan bisa menyamai reputasi Tujuh Keluarga Bangsawan, mereka pasti akan menjadi salah satu yang terkuat di kalangan keluarga biasa.""Jadi, lebih baik kita teta

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 45

    Novem ingin mengajaknya bergabung dengan Paviliun Ragnala bukan tanpa alasan. Itu jelas akan membawa keuntungan besar bagi Paviliun Ragnala sendiri.Di sisi lain, Hugo hanya tersenyum tipis dan tak langsung menjawab. Dia menyeruput secangkir teh dengan tenang. Sebenarnya sebelum datang ke sini, dia sudah bisa menebak maksud Novem.Hugo adalah seseorang yang mampu membentuk formasi tingkat kelima. Siapa di seluruh kekaisaran ini yang tidak ingin merebutnya? Bahkan jika dia berhadapan langsung dengan Kaisar, sang Kaisar pun harus bersikap sopan dan memperlakukannya dengan penuh hormat.Jadi sejak saat Hugo memutuskan untuk membentuk formasi tadi, dia sudah memperkirakan akan ada hasil seperti ini.Melihat Hugo masih belum memberikan jawaban, Novem kembali bertanya, "Saudara Hugo, gimana menurutmu?"Hugo menyeringai kecil, lalu bertanya dengan tenang, "Kalau aku mengajukan beberapa syarat, nggak masalah, 'kan?""Tentu saja nggak masalah! Selama Paviliun Ragnala bisa memenuhinya, kamu bole

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 44

    Wush!Tiba-tiba, terdengar suara angin terbelah. Seseorang mendadak muncul di depan Jabal dan Agnia. Mereka berusaha melihat dengan jelas siapa yang datang. Ternyata dia adalah Novem. Saat ini, satu-satunya mata Novem terlihat bersinar penuh semangat."Barusan, siapa yang membentuk formasi itu?" tanya Novem segera.Agnia bergumam, "Eh, itu ...."Keduanya saling memandang sejenak, lalu akhirnya Jabal yang menjawab, "Kepala Pelayan Keluarga Garjita, Hugo!""Apa? Dia?" Novem langsung terkejut. Dia berbalik dan kembali meneliti formasi di sekelilingnya. Makin lama menatap, ekspresinya makin menunjukkan keterkejutan.Novem berujar, "Seorang ahli sejati dalam dunia formasi bukan cuma harus memahami setiap tingkatan formasi dengan sangat mendalam, tapi juga harus melewati latihan bertahun-tahun serta memahami harmoni langit dan bumi, baru bisa menguasai rahasia di dalam formasi.""Aku yang sudah tua begini saja cuma bisa membentuk formasi tingkat ketiga. Bagaimana mungkin anak seusianya bisa

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 43

    Tiana sedikit tertegun. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan Hugo, tetapi tetap menyerahkan sebuah cincin kepadanya.Setelah menerima cincin itu, Hugo langsung melompat ke atap tertinggi di rumah tersebut. Dia memandang sekeliling dari atas dengan saksama."Eh, ini bukan rumahmu. Kenapa naik ke atas sana? Cepat turun!" seru Agnia dengan nada kesal, sementara bibirnya cemberut.Hugo tidak menghiraukannya. Dia terus mengamati sekeliling. Tak lama kemudian, dia berkata datar, "Formasi pertahanan tingkat ketiga, Formasi Naga Melingkar."Begitu kata-kata itu keluar, Jabal dan Agnia langsung terkejut. Sebab, apa yang dikatakan Hugo memang formasi pertahanan yang dipasang oleh Novem untuk rumah ini. Hanya saja, bagaimana dia bisa langsung mengenalinya hanya dengan satu pandangan?Namun sebelum mereka sempat memproses rasa terkejut itu, Hugo sudah kembali melompat ke udara. Dari cincin itu, batu-batu spiritual memelesat keluar dan berhamburan ke sekeliling rumah seperti hujan deras.Dalam w

  • Kebangkitan Kaisar Iblis   Bab 42

    Melihat bujukan tidak berhasil, Jabal hanya bisa menghela napas pelan lalu meninggalkan tempat itu bersama Agnia. Namun di saat mereka baru saja meninggalkan ruangan, terdengar suara tawa marah Novem menggema.Keesokan paginya, Hugo membawa tiga orang dari Keluarga Garjita pindah dari penginapan ke rumah yang disediakan oleh Novem.Tempat itu adalah rumah tamu milik Paviliun Ragnala yang digunakan khusus untuk menjamu tamu kehormatan. Ukurannya hanya sedikit lebih besar dibandingkan Manor Sharila milik Keluarga Garjita. Ini adalah rumah terbaik di seluruh Kota Andaras, tidak ada tandingannya.Begitu para mata-mata dari berbagai keluarga yang terus mengawasi Keluarga Garjita mengetahui kabar ini, mereka langsung melapor ke atasannya.Dalam waktu singkat, berita bahwa Keluarga Garjita tinggal di bawah perlindungan Paviliun Ragnala tersebar ke seluruh penjuru kota.Semua orang tahu bahwa Paviliun Ragnala bukan hanya menjadi pelindung kuat Keluarga Garjita, tetapi juga sangat menghargai me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status