Gluk ... gluk .... Seperti bayi yang tengah menyusu, setiap tetes darah yang jauh ke atas batu giok seketika menghilang. Denyut batu giok itu juga makin lama makin intens.Hugo mengawasi semua ini dengan seringai puas di wajahnya. Dia terus menyalurkan energinya untuk mengalirkan lebih banyak darah segar ke atas batu giok darah.Jika ingin memurnikan Bayi Darah, yang pertama harus dilakukan seorang kultivator adalah memberinya darah. Hal ini harus terus dilakukan hingga dia bersatu sepenuhnya dengan Roh Darah dan bisa merasakan meridian jantungnya.Seiring berjalannya waktu, makin banyak darah yang tubuh Hugo alirkan keluar. Namun, Roh Darah itu seperti serigala yang senantiasa kelaparan, tidak berhenti menyerap darahnya.Hugo menjilat bibirnya yang sedikit kering. Wajahnya perlahan memucat dan penglihatannya mulai kabur. Dia tahu ini reaksi akibat kehilangan banyak darah, hanya saja dia tidak bisa berhenti.Hanya ada satu kesempatan untuk menaklukkan Roh Darah dan memurnikannya menjad
Setengah jam kemudian, Aldis dan Hugo tiba di gerbang sebuah kediaman megah. Dua kata dari tinta emas tertulis besar-besar di atas plakat: "Kediaman Pramesti".Ketika keduanya hendak memasuki kediaman, dua orang pengawal menghalangi mereka. "Berhenti, siapa kalian? Beraninya menerobos masuk ke Kediaman Pramesti!"Aldis mengatupkan kedua tangannya dan berucap sambil tersenyum, "Hahaha ... Aku Aldis Taraka, komandan pengawal Keluarga Garjita dari Manor Sharila. Dia Hugo, kepala pelayan Keluarga Garjita. Saat ini tuan muda dan nona muda kami sedang bertamu di kediaman kalian."Mendengar ini, Hugo sontak tertegun dan melempar tatapan bingung pada Aldis. Sejak kapan dia menjadi kepala pelayan Keluarga Garjita?Seperti bisa membaca isi pikiran Hugo, Aldis berbisik di telinganya, "Delapan hari lalu, orang Keluarga Pramesti datang dan berkata kalau kamu adalah kepala pelayan Keluarga Garjita. Kurasa Nona Tiana yang memperkenalkanmu seperti itu. Selamat, Hugo. Hehehe ...."Hugo menggeleng frust
Di tepi sungai berwarna hijau gelap, seorang pemuda berwajah tampan sedang bermain bersama seorang gadis cantik bergaun merah. Keduanya saling kejar-kejaran, membawa tawa ceria mereka bergema di permukaan air yang tenang.Rasa sendu timbul di hati Tiana kala dia memandang dua orang yang sedang bermesraan itu. Namun, demi membangun kembali keluarganya yang terpuruk, dia memaksakan diri untuk mendekat sambil berkata, "Kak Ronal ...."Wajah pemuda tampan itu perlahan berubah muram. Dia melirik Tiana dengan dingin dan berkata, "Tiana, aku sudah bilang dengan sangat jelas. Mulai sekarang, kita nggak ada hubungan lagi. Hanya ada Kristala seorang di mataku.""Ya, cepatlah sadar diri dan angkat kaki dari sini. Kak Ronal sudah lama berhenti menyukaimu," timpal gadis bergaun merah itu sambil mengangkat pandangannya, menatap Tiana dengan sinis.Tiana menggigit bibirnya kuat-kuat, matanya mulai berkaca-kaca. Dia masih samar-samar mengingat ketika Keluarga Garjita dan Keluarga Pramesti masih berhub
"Siapa kamu?"Kristala dan Ronal memandang pemuda di depan mereka, sama-sama terhenyak. Mereka berdua adalah muda mudi berbakat di Kota Andaras, ahli di Tingkat Pengumpul Energi ke atas. Keduanya tidak terkalahkan di antara orang-orang sepantaran mereka.Hugo sepertinya sebaya dengan mereka. Namun, bagaimana kecepatan serangannya bisa sedahsyat itu? Mereka bahkan tidak sempat bereaksi, lalu tahu-tahu sudah menerima tamparannya. Sejak kapan ada orang sepertinya di dunia ini?Saat ini, Aldis dan Daren juga buru-buru mendekat dan membantu Tiana bangun. Ketika melihat pemuda kurus di depannya, Aldis bahkan lebih terkejut dari dua orang itu.Meskipun Aldis adalah ahli Tingkat Pengumpul Energi Keempat dan Ronal hanya berada di Tingkat Pengumpul Energi Ketiga, dia tetap seorang bawahan. Mana mungkin teknik bela diri dan jurus bela diri yang dikultivasikannya bisa dibandingkan dengan keturunan keluarga bangsawan? Jika mereka bertarung, dia mungkin tidak akan sanggup mengalahkan Ronal.Namun, k
Retakan serupa jaring laba-laba muncul di batu bata di atas tanah. Andaikan Kristala dan Ronal bukan ahli Tingkat Pengumpul Energi, lutut mereka mungkin sudah hancur dan kaki mereka sudah lumpuh sekarang.Keduanya meringis kesakitan. Begitu menengadah, mereka melihat Hugo berdiri di depan mereka dengan raut datar."Lagi-lagi kamu," geram Kristala.Kristala dan Ronal tahu betul, hanya Hugo di antara orang-orang ini yang bisa menyerang mereka tanpa disadari siapa pun.Kristala menatap wajah Hugo dengan dingin, seolah-olah ingin melahapnya. Kemudian, dia meraung keras, "Kalaupun kalian berlutut dan memohon ampun sekarang, aku nggak akan melepaskan kalian!"Duk, duk! Dua tendangan kembali dilancarkan. Hugo menendang kedua orang itu bahkan tanpa melirik mereka."Kalian ingin aku berlutut? Mimpi saja sana," ujar Hugo.Kristala dan Ronal sontak tertegun. Untuk sesaat, mereka bahkan melupakan rasa sakit karena tendangan Hugo tadi.Bisa dimaklumi jika sebelumnya Hugo menampar mereka untuk membe
Apa, 20% kekuatannya? Aldis memicingkan matanya dan berseru, "Basis kultivasimu berada di Tingkat Penempaan Tulang Kedelapan. Dua puluh persen dari kekuatanmu bahkan lebih dahsyat dari kekuatan penuh seorang ahli Tingkat Pengumpul Energi Kesembilan. Kamu jelas-jelas ingin membunuh kami!""Paman Silas, kumohon belas kasihan darimu. Daren masih anak-anak, dia nggak bersalah!" mohon Tiana dengan buru-buru.Namun, Silas hanya mendengus dan membuang muka. Kristala yang melihat ini pun tersenyum puas."Oke, kalau begitu aku duluan," ucap Hugo dengan datar sambil menyeringai.Whoosh! Tiba-tiba saja, jejak telapak tangan merah sudah muncul di udara. Silas tidak menyangka Hugo berani menyerang terlebih dahulu. Dia pun segera melepaskan auranya dan membalas dengan jurus telapak tangan.Duar! Disertai bunyi keras, jejak telapak tangan darah itu hancur. Aura lawan yang kuat membuat Hugo terdorong mundur belasan langkah. Namun, dia hanya didesak mundur tanpa mengalami luka apa pun."Basis kultivasi
Keempat orang itu keluar dari Kediaman Pramesti. Sepanjang jalan, Tiana dan Aldis gemetar ketakutan sambil sesekali menoleh ke belakang.Keduanya takut Silas tiba-tiba berubah pikiran dan mengejar mereka. Hanya Hugo yang tetap tenang. Meski begitu, matanya terlihat sedikit berkilat marah.Baru berjalan beberapa langkah setelah meninggalkan Kediaman Pramesti, Hugo tiba-tiba berhenti dan bertanya dengan dingin tanpa menoleh, "Nona, apa kamu masih punya tempat tujuan lain?"Mendengar ini, mata Tiana seketika berkaca-kaca. Dia menggeleng frustrasi. Aldis menghela napas dalam hati, ikut merasa gundah.Hugo menarik napas dalam-dalam dan menggertakkan giginya. Dia bersumpah dalam hati, suatu hari dia akan menghancurkan Keluarga Pramesti.Jelas-jelas hanya tinggal selangkah lagi hingga masalah kakak adik Keluarga Garjita terselesaikan. Sialnya, rencana Hugo dirusakkan oleh keegoisan ayah dan anak Keluarga Pramesti.Suatu hari nanti, andai Keluarga Pramesti benar-benar hancur, Silas pasti akan
Faktanya, yang paling senang saat Kristala ditampar adalah Tiana. Aldis menyadari hal ini, Hugo tentu saja juga sama.Namun, Hugo berpikir selangkah lebih jauh. Berhubung sudah terlanjur berseteru, mereka harus memahami seluk-beluk latar belakang musuh."Kalau begitu, Keluarga Rahagi pasti masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Tujuh Keluarga Bangsawan," ucap Hugo.Tangan Tiana bergetar pelan. Dia bertanya dengan gugup, "Kamu tahu dari mana?" Detik itu, dia benar-benar berharap Hugo akan tertawa, lalu berkata bahwa dia hanya bergurau dan menakut-nakuti mereka.Sayangnya, Hugo malah menjawab dengan serius, "Gadis yang tadi berkoar-koar ingin kita mencicipi kehebatan Tujuh Keluarga Bangsawan.""Gi ... gimana bisa jadi begini? Kita sudah nggak sengaja menyinggung seseorang dari Tujuh Keluarga Bangsawan?" gumam Tiana, wajahnya seketika memucat. Otaknya seolah-olah berhenti berputar dan matanya hanya menatap kosong pada Hugo.Mata Aldis terbelalak dan jantungnya seakan-akan berhenti ber
Wush!Fajar baru mulai menyingsing ketika Hugo kembali ke rumah kecil itu sambil menggendong dua wanita muda dan cantik di masing-masing tangannya.Para penjaga dari Paviliun Ragnala yang melihatnya sempat terpaku sejenak. Sebab, sudah lebih dari 10 hari mereka tidak melihat Kepala Pelayan Keluarga Garjita ini. Namun setelah itu, mereka langsung menunjukkan senyum penuh pengertian.Beberapa orang bahkan berteriak untuk meledek, "Wah Hugo, semalam pasti kewalahan ya!"Tepat saat itu, Agnia lewat dan melihat Hugo. Pandangannya lalu berpindah ke arah dua wanita cantik yang berada dalam pelukannya.Alis Agnia mengerut pelan, lalu dia memutar matanya dengan ekspresi jijik dan melangkah pergi tanpa memedulikan pria itu, seolah tidak pernah melihatnya. Hanya saja, mulutnya masih sempat bergumam, "Semua pria sama saja."Hugo tahu bahwa mereka sudah salah paham, tetapi dia tidak peduli. Dia terus berjalan dan masuk ke kamarnya sambil menggendong dua wanita itu, lalu melempar mereka begitu saja
"Mana ada? Mereka tetap sangat menghormati Nona kok," ucap Nita cepat-cepat. Dia berusaha menghibur nonanya.Wanita berbaju hitam itu hanya tersenyum pahit, lalu merespons sambil menggeleng, "Nita, kamu nggak perlu menghiburku lagi. Aku cuma berharap setelah perjalanan ini selesai, aku bisa mendapatkan Telapak Naga untuk menyembuhkan luka Ayah Angkat.""Nona sangat berbakti, pasti keinginan itu akan terkabul!" jawab Nita sambil tersenyum lembut. Kedua matanya memicing seperti bulan sabit. Melihat senyuman Nita, wanita berbaju hitam pun ikut tersenyum dan terlihat sedikit lega.Kemudian pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara helaan napas lirih masuk ke telinga mereka berdua. "Nona, berbakti dan mengabulkan keinginan itu dua hal yang berbeda. Lagian, siapa yang bilang Telapak Naga bisa menyembuhkan luka?""Siapa di sana?" Wanita berbaju hitam dan Nita segera menoleh ke arah datangnya suara. Entah sejak kapan Hugo sudah duduk santai di jendela. Pria itu sedang menatap mereka berdua samb
Hugo menggeleng tanpa daya, lalu lanjut mengamati. Orang berbaju hitam itu melepaskan tudung hitam di kepalanya.Sepasang mata bening yang indah pun terlihat. Rambutnya yang hitam legam dan berkilau terurai seperti air terjun. Kulitnya begitu putih, halus, dan lembut seolah-olah bisa pecah bila disentuh. Ternyata dia adalah seorang wanita cantik yang sangat langka.Bahkan, para anak buah di sekitarnya pun tak bisa menahan diri untuk menelan ludah. Pandangan mereka kosong ketika menatapnya. Sampai wanita itu menatap mereka dengan tajam, barulah mereka buru-buru menunduk.Tanpa banyak bicara, wanita itu berseru keras, "Nita, ambilkan kertas dan kuas!" Gadis itu pun segera membawakan kuas, tinta, kertas, dan batu tinta.Wanita itu menggulung lengan bajunya, lalu mulai menggambar dengan hati-hati di atas kertas. Sebelum 15 menit berlalu, dia sudah menyelesaikan sebuah gambar denah tempat tinggal. Melihatnya, Hugo pun diam-diam memuji dalam hati.Gambar itu menggambarkan dengan jelas tata l
Dalam lebih dari 10 hari berikutnya, sosok Hugo sama sekali tidak terlihat lagi di rumah kecil milik Paviliun Ragnala. Bukan hanya Agnia dan yang lainnya, bahkan ketiga orang dari Keluarga Garjita pun jarang melihat wajahnya.Sejak menyatakan niatnya dengan lantang kepada semua orang, Hugo menjadi makin gila-gilaan dalam berlatih. Dia mengurung diri di dalam kamar dan tidak menemui siapa pun.Hanya saat malam tiba, barulah Hugo membiarkan Bayi Darah keluar untuk menyerap energi primordial dari para petarung.Targetnya adalah Keluarga Pramesti. Selama 10 hari lebih itu, Silas benar-benar dibuat frustrasi. Jumlah pengawal di rumah mereka berkurang setiap hari. Lebih parahnya lagi, semuanya menghilang tanpa jejak. Tak ada satu pun mayat yang ditemukan.Hal ini membuat Silas curiga bahwa mereka telah menyinggung Keluarga Garjita, lalu kini Keluarga Garjita meminta bantuan Paviliun Ragnala untuk membalas dendam.Sebab menurut Silas, hanya kekuatan dari Tujuh Keluarga Bangsawan yang mampu me
Agnia tidak menjawab apa pun. Dia hanya memandang bayangan punggung Hugo yang perlahan menghilang. Jabal sempat ragu sejenak, lalu menceritakan semua kejadian sebelumnya.Setelah mendengar semua penjelasan dari awal sampai akhir, Novem hanya bisa menggeleng sambil menghela napas panjang.Kemudian, Novem berujar dengan pasrah, "Sudah sering kubilang, berselisih itu wajar tapi jangan sampai menjatuhkan martabat orang lain. Kalian mempermalukan Keluarga Garjita seperti itu, ya wajar saja dia mau membuktikan pada kalian.""Tapi ... apa yang dia katakan barusan, rasanya benar-benar mustahil," gumam Jabal ragu-ragu.Sambil mengelus janggutnya, mata satu-satunya Novem berputar pelan dalam rongga matanya. Kemudian, dia berbicara, "Kalau Keluarga Garjita punya seorang ahli formasi tingkat kelima sebagai pelindung, walaupun mungkin nggak akan bisa menyamai reputasi Tujuh Keluarga Bangsawan, mereka pasti akan menjadi salah satu yang terkuat di kalangan keluarga biasa.""Jadi, lebih baik kita teta
Novem ingin mengajaknya bergabung dengan Paviliun Ragnala bukan tanpa alasan. Itu jelas akan membawa keuntungan besar bagi Paviliun Ragnala sendiri.Di sisi lain, Hugo hanya tersenyum tipis dan tak langsung menjawab. Dia menyeruput secangkir teh dengan tenang. Sebenarnya sebelum datang ke sini, dia sudah bisa menebak maksud Novem.Hugo adalah seseorang yang mampu membentuk formasi tingkat kelima. Siapa di seluruh kekaisaran ini yang tidak ingin merebutnya? Bahkan jika dia berhadapan langsung dengan Kaisar, sang Kaisar pun harus bersikap sopan dan memperlakukannya dengan penuh hormat.Jadi sejak saat Hugo memutuskan untuk membentuk formasi tadi, dia sudah memperkirakan akan ada hasil seperti ini.Melihat Hugo masih belum memberikan jawaban, Novem kembali bertanya, "Saudara Hugo, gimana menurutmu?"Hugo menyeringai kecil, lalu bertanya dengan tenang, "Kalau aku mengajukan beberapa syarat, nggak masalah, 'kan?""Tentu saja nggak masalah! Selama Paviliun Ragnala bisa memenuhinya, kamu bole
Wush!Tiba-tiba, terdengar suara angin terbelah. Seseorang mendadak muncul di depan Jabal dan Agnia. Mereka berusaha melihat dengan jelas siapa yang datang. Ternyata dia adalah Novem. Saat ini, satu-satunya mata Novem terlihat bersinar penuh semangat."Barusan, siapa yang membentuk formasi itu?" tanya Novem segera.Agnia bergumam, "Eh, itu ...."Keduanya saling memandang sejenak, lalu akhirnya Jabal yang menjawab, "Kepala Pelayan Keluarga Garjita, Hugo!""Apa? Dia?" Novem langsung terkejut. Dia berbalik dan kembali meneliti formasi di sekelilingnya. Makin lama menatap, ekspresinya makin menunjukkan keterkejutan.Novem berujar, "Seorang ahli sejati dalam dunia formasi bukan cuma harus memahami setiap tingkatan formasi dengan sangat mendalam, tapi juga harus melewati latihan bertahun-tahun serta memahami harmoni langit dan bumi, baru bisa menguasai rahasia di dalam formasi.""Aku yang sudah tua begini saja cuma bisa membentuk formasi tingkat ketiga. Bagaimana mungkin anak seusianya bisa
Tiana sedikit tertegun. Dia tidak tahu apa yang ingin dilakukan Hugo, tetapi tetap menyerahkan sebuah cincin kepadanya.Setelah menerima cincin itu, Hugo langsung melompat ke atap tertinggi di rumah tersebut. Dia memandang sekeliling dari atas dengan saksama."Eh, ini bukan rumahmu. Kenapa naik ke atas sana? Cepat turun!" seru Agnia dengan nada kesal, sementara bibirnya cemberut.Hugo tidak menghiraukannya. Dia terus mengamati sekeliling. Tak lama kemudian, dia berkata datar, "Formasi pertahanan tingkat ketiga, Formasi Naga Melingkar."Begitu kata-kata itu keluar, Jabal dan Agnia langsung terkejut. Sebab, apa yang dikatakan Hugo memang formasi pertahanan yang dipasang oleh Novem untuk rumah ini. Hanya saja, bagaimana dia bisa langsung mengenalinya hanya dengan satu pandangan?Namun sebelum mereka sempat memproses rasa terkejut itu, Hugo sudah kembali melompat ke udara. Dari cincin itu, batu-batu spiritual memelesat keluar dan berhamburan ke sekeliling rumah seperti hujan deras.Dalam w
Melihat bujukan tidak berhasil, Jabal hanya bisa menghela napas pelan lalu meninggalkan tempat itu bersama Agnia. Namun di saat mereka baru saja meninggalkan ruangan, terdengar suara tawa marah Novem menggema.Keesokan paginya, Hugo membawa tiga orang dari Keluarga Garjita pindah dari penginapan ke rumah yang disediakan oleh Novem.Tempat itu adalah rumah tamu milik Paviliun Ragnala yang digunakan khusus untuk menjamu tamu kehormatan. Ukurannya hanya sedikit lebih besar dibandingkan Manor Sharila milik Keluarga Garjita. Ini adalah rumah terbaik di seluruh Kota Andaras, tidak ada tandingannya.Begitu para mata-mata dari berbagai keluarga yang terus mengawasi Keluarga Garjita mengetahui kabar ini, mereka langsung melapor ke atasannya.Dalam waktu singkat, berita bahwa Keluarga Garjita tinggal di bawah perlindungan Paviliun Ragnala tersebar ke seluruh penjuru kota.Semua orang tahu bahwa Paviliun Ragnala bukan hanya menjadi pelindung kuat Keluarga Garjita, tetapi juga sangat menghargai me