Bel berbunyi, Narsih dan Arin sling berpandangan kaget.“Baru juga bilang, biar Ibu yang buka. Kamu ganti baju dulu sana.” Arin mengangguk dan melangkah dengan pelan menuju kamarnya.Narsih membuka pintu dan tampak wajah Oma yang tak senang datang ke rumah Arin. “Lho, Nak Kaisar datang. Silahkan masuk,” ajak Narsih.“Assalamualaikum,” salam Kaisar terlebih dahulu dibarengi salam dari Kenzi dan Irma serta Om Prass.“Waalaikumsalam, silahkan duduk, Bu, Mbak, Pak, saya buatkan minum dulu,” ucap Narsih hangat. Setelah Narsih mempersilakan duduk, dia ke kamar Arin untuk melihatnya sudah siap atau belum.“Rin, Oma sudah datang. Ibu mau buat minum dulu. Kamu sudah selesai ganti bajunya?” tanya Narsih. “Iya, Bu. Ini Arin keluar.”Arin keluar dengan perlahan mencoba berjalan tanpa alat penyangga. Ia tak ingin terlihat sakit di depan Oma Wira.“Oma, Om, Mbak,” sapa Arin kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman pada Oma Wira. Namun, sepertinya pertemuan pertama ini tidak dalam suasana yang
*Happy Reading"Irma terserah Mas Kaisar saja. Namun, Irma juga keberatan jika harus dinikahkan secara paksa bahkan Mas Kaisar sendiri tidak mencintai Irma. Karena sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik," jawab Irma membuat Oma Wira kecewa."Dia hanya akan menurut, sesuai dengan keinginan Oma. Jadi keputusannya tidaklah penting! Oma ke sini hanya ingin menegaskan, batalkan pernikahan ini atau Kaisar jangan pernah lagi menginjakkan kaki ke kediaman Oma," teriak Oma menunjuk Irma."Maaf, Bu, jika saya sedikit menyela pembicaraan. Bukan begini caranya bermusyawarah, alangkah baiknya kita sebagai orang tua tanyakan kepada anak-anak apa yang mereka inginkan. Jika dirasa itu buruk kita wajib menasehatinya. Namun, jika mereka tidak berkenan bukan berarti kita bisa berperilaku sewenang-wenang. Kita harus paham bahwa umur kita sudah tidak lagi muda dan pasti akan sangat membutuhkan mereka untuk merawat kita di hari tua dan menjadi harapan kita. Jika kita sedari awal sudah menyakiti, tak menutu
"Iya, Bu. Ayah ini anak ke dua yang menikah dengan Ibu Kaisar yang statusnya juga janda. Jadi, Oma agak sensi mengenai ini. Sekali lagi, Kaisar minta maaf. Kaisar akan mengurus semuanya agar bisa berjalan dengan baik.""Iya, semoga ucapan ommamu tadi tidak menjadi kenyataan," ucap Narsih sendu."Nauzubillah, Bu namanya takdir 'kan hanya Allah yang tahu. Kita berdua hanya berusaha melakukan perintahNya. Menyangkut nasib Arin dan Mas Kaisar kedepannya hanya Allah yang menentukan," timpal Arin."Iya, kita berdua akan bersama-sama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Berjuang dalam suka dan duka, saling menguatkan jika salah satunya sedang terluka. Bukan begitu, Rin?""Ehm! Udah bucinan nya disimpan saja buat besok. Hari ini kita harus ke Purwokerto. Kita harus membicarakan kejadian hari ini pada Kanjeng Mami. Terkait Oma, Kanjeng Mami pasti tahu cara mengatasinya," imbuh Kenzi."Ya, alangkah baiknya Mas Kaisar telepon dulu sama Mami. Siapa tahu Oma pulang dahulu ke Purwokerto, atau Oma
*Happy Reading"Oma tidak ke sini, Kai. Mungkin langsung pulang." Pesan yang dikirim Kanjeng Mami membuat Kaisar segera bertandang ke Purwokerto. Dengan kecepatan yang tinggi, tentunya karena Kenzi yang mengemudi. Bocah yang satu itu, mantan pembalap abal-abal pada jamannya."Jangan terlalu cepat, Ken. Kakak belum nikah," ucap Kaisar kesal."Biar cepet sampai!" sahut Kenzi dengan senyum termanisnya."Cepet sampai kuburan? Sini Kakak yang bawa mobilnya. Tepikan! Ngawur kamu," omel Kaisar."Iya, ini Kenzi pelankan." Kenzi menurunkan kecepatan mobilnya beberapa angka dan Kaisar mulai lega."Untung Omaklampir nggak balik lagi ke keraton Kanjeng Mami ya, Kak," celetuk Kenzi."Yang sopan panggil Oma, Ken.""Hehehe, habis nyebelin banget tuh Oma. Udah tua tapi masih suka jahat sama anak dan cucu sendiri, kenapa nggak manut aja gitu. Lagian kan kita anak baik, nggak mungkin juga durhaka sama orang tua," ujar Kenzi."Oma dari dulu memang keras dan otoriter. Tapi bagaimanapun, beliau orangnya b
"Sabar, Mam. Orang Tua memang kadang butuh kasih sayang lebih. Dulu kan Mami yang selalu bersama Oma, selalu di samping Oma, saat di Bogor, saat di Jakarta, Mami selalu bersama Oma. Mungkin Oma merasa kehilangan kita. Untungnya Arin dan ibunya memaklumi perkataan Oma," lirih Kaisar."Mami tak tahu jika semuanya akan seperti ini. Mami kira setelah sekian lama, Oma berubah baik pada kita. Nyatanya, masa lalu Mami membuat Oma selalu terganggu dan mengungkitnya. Di sana juga, Kai?""Ya begitu. Semua yang dulu-dulu dikatakan, hingga masalah keluarga hampir saja diutarakan. Beruntung Kai memotong pembicaraan itu agar tak berbuntut panjang. Apa sebaiknya kita ke Jakarta?" tanya Kaisar."Tidak usah. Hari H sebentar lagi, banyak yang harus dipersiapkan. Kita lihat nanti, jika keluarga ayahmu tak ada yang datang, selepas kamu menikah kita ke Jakarta sama-sama. Kita bisa jelaskan pada keluarga besar ayahmu dan sekalian minta maaf.""Mi, Kenzi nggak ikut ya? Malas!" celetuk Kenzi sambil memakan
Persiapan pernikahan sudah hampir 50 persen. Dari acara fitting baju hingga foto prewedding juga sukses dilakukan tanpa hambatan. Arin yang seharusnya khawatir akan kondisi setelah ini, justru terlihat lebih santai dan tak ambil pusing perihal masalah waktu itu.“Kenapa masalah undangan ini nggak kamu minta WO juga yang mengurus, Rin?” tanya Indah.“Mas Kaisar sengaja untuk hal ini, membuat desain sendiri. Nanti Meli sama karyawan yang lain urus percetakan undangan dan souvenirnya. Kita hanya sumbang ide, mereka yang merampungkannya.”“Kamu santai banget, Rin, setelah kejadian dengan kelurga ayah mertuamu itu?” tanya Indah saat sedang menulis daftar nama yang hendak dimasukan daftar kartu undangan.“Ya, aku harus gimana? Panik? Takut? Nggak harus gitu juga lah. Kalau aku ikut panik dan khawatir, yang nguatin Mas Kaisar siapa? Berpikir realistis saja, restu Ibunya sudah dikantongi. Perihal keluarga besar, pelan-pelan kami bisa selesaikan. Asal Mas Kaisar tetap seirama dan sepemikiran d
Suasana kekeluargaan yang tercipta sungguh sangat harmonis. Banyak candaan dan juga celotehan anak-anak dan juga para orangtua. “Assalamualaikum,” salam Kaisar yang baru datang sore ini.“Waalaikumsalam,” jawab semuanya kompak dari dalam.“Wah, ramai sekali di sini. Kebetulan Kai bawa banyak makanan dari kedai teman Kenzi yang baru buka. Bu, Ndah, ini mohon diterima.” Narsih menerima makanan yang dibawa Kaisar dan memberikannya pada Indah.“Makasih ya, Nak Kaisar. Dari tadi Bulik memang ingin makan, hanya saja sibuk ngobrol jadi lupa. Ada Nak Kaisar, langsung mengalihkan dunia kehebohan kami. Makasih Ayang, sudah diingetin makan,” celetuk Bulik Dina membuat semuanya menyorakinya. Bukan keluarga Arin namanya, jika hal yang sepele juga bisa menjadi bahan tertawaan.“Nak Kai duduk dulu, biar Ibu panggilkan Arin. Tadi dia di kamar, habis nulis nama tamu yang hendak diundang sama Indah,” ucap Narsih.“Ya, Bu.”Narsih segera masuk ke kamar Arin dan melihat anaknya itu sedang pulas tertidu
happy Reanding.Masa pingitan adalah masa terberat bagi Kaisar juga Arin. Keduanya harus menahan rindu sampai tiga hari kedepan tanpa komunikasi. Beruntung di masing-masing tempat, semua orang berkumpul dan membuat keduanya tak begitu galau.“Bu, rumah Ibu tiap hari ramai sekali. Banyak kue-kue juga, Tante Sekar yang buat ya, Bu?” tanya Agam.“Bukan, kita semua yang bikin lah. Sama-sama! Tantemu itu hobinya makan, maklum lagi bikin adek buat Agam,” ucap Indah.“Iya ‘kah, Bu?” tanya AGam.“Ya, Agam seneng nggak mau punya adek?”“Ya senang lah, apalagi kalau nanti adeknya Agam dari kamu, Rin,” tukas Sekar.“Ibu mau dapet bayi?” tanya AGam bingung.Arin melirik sebal pada Sekar yang iseng mengalihkan pernyataan ini padanya yang membuat Agam bingung.“Rin, Mbok Mul datang itu. Kamu sambut dan temani dulu, Ibu lagi masak nanggung,” teriak Narsih dri luar kamar Arin.“Iya, Bu. Ayo, Gam. Ada Eyang, pasti sama Bu Lik juga,” ucap Arin mengajak AGam.“Sekar di kamar saja ya, Rin. Mager,” ucap S
Tentu saja sikap Arin yang mencegah Kaisar untuk mencari tahu mengenai kejadian jatuhnya Arin di kamar mandi sekolah itu membuat Kaisar semakin penasaran. Sekolah yang memiliki biaya cukup mahal untuk bisa mengenyam pendidikan di sana itu sangat mustahil jika memiliki kloset yang licin. Tanpa sepengetahuan Arin, Kaisar pun mendatangi sekolah Shaka. Sengaja hari ini Arin tidak diperbolehkan untuk berangkat ke sekolah dan istirahat di rumah ditemani oleh Shaka. Ibunya—Narsih—juga diminta Kaisar untuk menemani Arin di rumah karena Arin menolak untuk dibawa ke rumah sakit.Kaisar langsung datang menemui kepala sekolah. Dia datang untuk menanyakan perihal kualitas sekolah yang dijadikan tempat menuntut ilmu anaknya itu. Kaisar merasa heran karena Shaka tiba-tiba terlihat tidak nyaman bersekolah di sana."Selamat pagi, Pak.""Pagi Pak Kaisar. Silahkan duduk!" titah Pujiono–kepala sekolah itu."Ada perlu apa ini? Tumben datang ke sekolah seorang diri.""Hari ini saya ingin meminta izin untuk
“Mas.”Malam ini Arin ingin sekali bercerita mengenai alasan ia mengajak Shaka pulang lebih awal. Kaisar yang masih sibuk dengan pekerjaannya pun menghentikan sementara.“Kenapa, Rin?”“Kayaknya keputusan Mas untuk pindahin Shaka itu betul deh.”“Kenapa emangnya? APa tadi ada masalah lagi yang terjadi di sekolah.”Arin mengembuskan napasnya kasar. Bukan perihal yang mudah untuk bercerita hal mengenai mantan suaminya itu pada suaminya kini yang notabene super protektif pada keluarganya.“Aku pikir, semua yang kita bicarakan saat itu adalah suatu hal yang harus kita lakukan sekarang.”“Kenapa?”“Tadi aku ketemu Mas Bayu. Dia …”“Dia kenapa?”Arin bingung mau mengatakan hal ini atau tidak, namun ia juga tak mau direndahkan sampai dibuat kasar dengan cara yang tidak patut oleh lelaki yang sudah menjadi mantan. Jika dulu saja ia bisa marah saat Bayu memukulnya, seharusnya ia sekarang lebih marah dari pada itu. Namun, ia kembali berpikir mengenai bisnis sang suami yang sedang dianggap sedan
Arin tak menyangka bakal bertemu Bayu di sekolah Shaka. Ia sangat menyesali kenapa harus menyekolahkan anaknya di tempat yang sama. Arin pun semakin yakin memindahkan Shaka setelah ini dan memilih sekolah di tempat lain yang berbeda dengan Bayu.Jam istirahat dimulai. Para murid keluar dan berhambur bermain di taman bermain yang ada di sekolah itu. Shaka mendekat ke arah Arin dengan wajah yang ditekuk.“Kenapa, Sayang? Kenapa nggak main sama teman teman?”“Nggak mau ah, Ma. Satria nakal lagi. Tadi buku Shaka dicoret coret dan disobek. Ma, Shaka mau pulang aja. Nggak mau sekolah,” rengek Shaka.Arin yang melihat anaknya menangis pun memilih untuk memangkunya dan memeluknya hangat. Memberi pengertian agar Shaka tidak sedih lagi setelah dikerjai Satria.“Ada anak Mami! Ada anak mami! Hahaha.”Suara Satria yang meledek Shaka membuat Arin geram. Namun, Arin bukan memarahi Satria melainkan mendatangi Bayu yang sibuk bermain gadget sendiri tanpa memperhatikan anaknya.Brak!Arin menggebrak m
“Gatsu.”“Nggak usah. Nanti langsung ke rumah aja, istirahat. Kasihan SHaka diajak kerja juga.”“Nggak kerja lah, cuma temani doang.”“Baiklah. Terserah kamu saja. MAs pergi dulu.”Arin kembali turun setelah bersalaman dengan Kaisar lalu melambaikan tangan melepas kepergian suaminya bekerja. Faktor keuangan yang sedang menurun, membuat Arin harus banyak banyak berdoa dan berusaha. Makanya dia akan menyusul nanti jika sekolah Shaka sudah selesai. Hitung hitung membantu suaminya bekerja. Tentunya dia niatkan beribadah. Biar tidak menimbulkan pertengkaran dan perdebatan jika hasilnya tidak memuaskan.Suara klakson mengagetkan Arin yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang tunggu wali murid. Sebenarnya tidak disarankan masuk dan menunggu anaknya, tetapi Arin masih ingin memastikan baik baik saja. Tin!Lagi lagi Arin dibuat kesal karena mobil itu justru membuntutinya jalan ke halaman sekolah, hingga Arin bertambah kesal saat ada Bayu yang di dalamnya“Hai, Rin.” Bayu menyapa dengan senyum
“Kenapa dengan Satria? Siapa dia?” tanya Narsih."Teman Shaka, Bu. Dia biasa jahilin Shaka. Nggak hanya saka, yang lain juga. Emang dasar anaknya gitu. Mau marahin juga percuma. Gak bakalan mudeng. Orangtuanya aja gak tahu etitut," adu Arin."Sudah sudah. Kita bicarakan nanti saja. Udah siang ini Shakanya," sela Kaisar yang tidak ingin membahas tentang keburukan orang lain di depan anaknya.Kaisar benar benar mengantar Shaka. Dia meminta Arin untuk menunggu Shaka masuk dan meminta Arin untuk kembali ke mobil."Ada apa sih, Mas?" tanya Arin heran melihat gelagat suaminya yang aneh."Nggak. Shaka udah masuk?""Udah. Barusan udah masuk. Hari ini Satria nggak datang. Aman."Arin mengembuskan napasnya perlahan lalu tersenyum di depan Kaisar."Mas mau tanya apa?""Memang Mas mau tanya?""Hiz! Serius. Mau nanya kali ini sama Arin nggak?""Mau sih. Tapi, kamu harus jawab jujur.""Apa?" tanya Arin serius mendengarkan."Mas mau tanya. Wajah kamu pake formalin ya? Kok awet cantiknya?" kelakar Ka
“Kenapa kamu bangunkan Mas kesiangan, Rin? Hari ini Mas akan ke gudang buat cek data yang semalam belum Mas selesaikan,” tanya Kaisar panik saat dibangunkan Arin kesiangan.“Tenang aja. File udah aku cek dan memang ada keanehan di Mellynya. Bukan salah toko atau gudang. Jadi Mas hanya perlu tanyai Melly, kenapa dia sampai berlaku demikian. Kita butuh penjelasan dia mengenai hal ini. Dia harus bertanggung jawab dan Mas harus bisa bertindak bijak. OKe?”Arin memang sudah menyelesaikannya semalam. Dia hanya membereskan beberapa dan itu cukup sangat membantu membuat Kaisar lelap tidur dan puas istirahat sampai pagi.“Ya ampun, begini ini yang kadang bikin Mas nggak mau tidur dulu kalau kerjaan sudah beres. Kamu pasti yang selesaikan. Ya sudah, aku mau mandi dulu. Kamu pasti udah siapkan sarapan, ya?” “Belum. Aku mau sarapan di rumah Ibu bareng kamu.”“Tumben?” tanya Kiasar heran.“Lagi pengin aja. Yuk ah, buruan! Mas mandi, aku mandiin Shaka.”Keduanya gegas beranjak sebelum melakukan ak
“Mas,” panggil Arin.Kaisar yang sedang memeriksa laporan keuangan tempatnya bekerja, menengok sekilas. Wajahnya nampak serius, membuat Arin untung untuk mengatakan perihal kejadian di sekolah tadi.“Kenapa, Rin?” tanya Kaisar saat ia sudah kembali melihat berkas berkasnya dan merasa Arin tidak berkata apapun setelah itu.“Arin bantu ya pekerjaannya?” Arin pun memikirkan untuk membantu saja, daripada mengeluhkan ini itu.“Shaka udah tidur?”“Udah. Boleh ya?”“Ini itu bentar lagi selesai. Ada sedikit perbedaan antara income di aplikasi sama yang Mely tulis.”“Kok bisa?” tanya Arin kaget.Akhir akhir ini memang usahanya agak bermasalah. Selain bisnis yang kian menjamur, juga adanya pesaing yang memakai cara kotor, akhirnya perusahaan pun banyak yang terancam. Meski dalam hal bisnis ini adalah hal yang biasa, tetap saja Arin merasa sedih dan ingin kembali ikut membantu suaminya.“Itulah. Kalau percetakan yang di Gatsu itu nggak lagi beromset banyak, kemungkinan pengurangan karyawan pun h
“Ma,” panggil Shaka saat kini sudah mulai jam istirahat sekolah.“Udah istirahat, Sayang?”“Udah. Mom nungguin Shaka?” tanya Shaka heran karena melihat Arin yang ada di sekolah. Biasanya Arin akan meninggalkan Shaka di kelas dan Arin akan menyusul Kaisar bekerja. Namun, kali ini ia memang ingin menunggui anaknya itu untuk menjamin keselamatannya.“Iya. Sengaja Mom tunggu, biar nggak ada yang bisa gangguin kamu.”“Hai Shaka, main yuk!” ajak bocah kecil bernama Gendis.“Ma, Shaka main sama Gendis di perosotan sana ya?” tunjuk Shaka pada mainan yang ramai dipenuhi oleh anak anak yang asyik bermain.“Iya. Hati-hati ya, Nak.”Arin melihat dari kejauhan, apa yang sedang dilakukan Shaka. Dia nampak senang anaknya itu punya banyak kawan di sekolah ini. Meski kebanyakan yang berteman dengan Shaka adalah anak-anak perempuan, ia tak masalah. Justru ia merasa lega karena berteman dengan anak perempuan membuatnya merasa aman karena terhindar dari perkelahian antar teman nantinya.Satria mendekati
Ternyata Prameswari hanya mengantar Satria saja. Anak bawaan Bayu itu tidak ditunggui oleh ibunya dan itu adalah hal yang cukup mengagetkan karena setalah Prameswari keluar ruangan, Arin diminta untuk masuk ke dalam ruangan kepala sekolah."Sebenarnya ada hal apa saja yang dipanggil ke ruangan ini?" Tanya Arin heran sekaligus bingung."Maaf jika saya memanggil Ibu secara mendadak dan tiba tiba. Tetapi pas kebetulan ibu berada di sini untuk mengantar, jadi saya berpikir untuk meminta ibu langsung menemui saya di sini.""Tidak masalah. Apa yang sudah terjadi, Pak?""Justru itu hal yang ingin saya tanyakan kepada Ibu Arin. Sebenarnya ada masalah apa ibu dengan orang tua Satria?""Orang tua Satria? Siapa yang sedang Bapak maksud itu?""Bu Prameswari. Beliau tadi melaporkan bahwa, katanya Ibu sudah membuat beliau kesal dengan kata-kata yang tidak patut dan tidak sopan. Jadi, Saya ingin mengetahui masalah apa yang sedang terjadi antara Bu Arin dan Prameswari? Apakah ini karena pertengkar